OEY Boen Lian (O.B.L.) alias Slamet Widodo ternyata tak sekuat
dugaan masyarakat Purwokerto. Pengusaha yang sering memberi
kesan seolah-olah mempunyai hubungan luas dengan kalangan atas
di kota itu kini duduk di kursi terdakwa: dituduh melakukan
praktek bank gelap dan sekaligus menipu.
Selain O.B.L., jaksa juga mengajukan Lie Sien Yong (L.S.Y.)
alias Hermanto, sopir O.B.L., ke muka sidang, dengan tuduhan
sama. Keduanya, begitu tuduh Jaksa Yushar Yahya, bersama-sama
membuka "bank" tanpa seizin Menteri Keuangan. Caranya, dengan
memberi pinjaman kepada siapa saja yang membutuhkan, dengan
bunga yang amat tinggi -- sampai 10% sebulan. O.B.L., sebagai
pemilik uang, mendapat bagian 7%%, sedangkan L.S.Y. yang
bertindak sebagai penghubung dan pencari nasabah, kebagian 2«%.
Sidang perkara itu amat menarik perhatian masyarakat Purwokerto.
Soalnya nama O.B.L., 34 tahun, pada 1982 lalu ramai
dikait-kaitkan dengan kasus kematian Christiana alias Lina.
Pelajar kelas III SMA Bruderan itu, meninggal 19 April tahun
lalu, diduga karena minum racun nyamuk. Tapi sebelum mati, gadis
itu sempat memberikan sebuah nomor telepon kepada orangtuanya --
yang ternyata nomor telepon O.B.L. -- sambil berucap, ia telah
dibohongi orang itu. Tak kurang sebuah tim dari Markas Besar
Polri diturunkan ke Purwokerto untuk melakukan penyelidikan
terhadap kasus tersebut. Kubur Lina sampai dibongkar kembali.
Tapi polisi tampaknya belum mempunyai cukup alasan untuk
menangkap O.B.L. yang pemilik Toko Slamet itu.
Barulah, ketika rumahnya di Jalan Jenderal Sudirman nomor 324,
Purwokerto, digeledah, Maret lalu, O.B.L. kena perkara. Tapi,
tak ada kaitan dengan kasus Lina. Sebab bukti-bukti yang
ditemukan polisi menunjuk ke arah lain. Ya praktek bank gelap
itu. Ketika itu Mayor Rusli Thoha, yang memimpin penggeledahan,
menemukan 36 akta perjanjian pinjam-meminjam, beberapa lembar
sertifikat tanah, enam buah mobil, obat terlarang, kaset video,
serta foto-foto cabul dalam sebuah ruangan khusus di bawah
tanah.
Adalah Kusman Akhmad Soederi yang memungkinkan kegiatan O.B.L.
terungkap. Ceritanya, akhir 1981, ia memimjam uang Rp 2 juta
kepada O.B.L. Lewat perantaraan L.S.Y. Sebagai jaminan, ia
menyerahkan sebuah truk dan tiga lembar sertifikat tanah. Namun
dalam surat perjanjian, yang dibuat di hadapan Notaris
Tjandrawaty, uang pinjaman Kusman ditulis sebesar Rp 3 juta.
Kusman kemudian kewalahan, karena setiap bulan harus membayar
bunga sebesar 10%. Dan bila ia menunggak atau terlambat membayar
angsuran dan bunga bulanan, lewat orang-orangnya O.B.L. menagih
dengan disertai ancaman. Seorang pengacara, Fachrudin A.K.,
misalnya, menurut sebuab sumber di kepolisian Purwokerto, pernah
dimintai tolong O.B.L. membuat surat penagihan. Dalam surat
tersebut ditegaskan, apabila utang tak segera dilunasi dalam
waktu 24 jam, "Saudara akan tahu akibatnya".
Benar saja. Esok harinya, Kusman kedatangan tukang pukul bernama
Soemardjo. Dia ini, kata sumber tadi, langsung sesumbar bahwa
O.B.L. punya hubungan baik dengan hampir semua pejabat di
kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. "Sebab itu kau jangan
main-main," begitu konon kata Soemardjo.
Kasus perkara Kusman itulah yang kini tengah diperiksa di
Pengadilan Negeri Purwokerto. Dan setelah hakim tunggal Abunasor
Mahfud nanti menjatuhkan vonis, rencananya, O.B.L. akan dituntut
lagi dengan perkara yang lain. Sebab, seperti telah dibuktikan
polisi dalam penggeledahan tempo hari, O.B.L. ternyata telah
'teken kontrak' pinjam-meminjam dengan 35 orang lain, selain
Kusman.
Tapi, menurut jaksa, O.B.L. tak akan diajukan 36 kali. "Setelah
kasus Kusman, ia mungkin hanya akan diadili dua-tiga kali lagi,"
kata Jaksa Yushar. Pemisahan perkara itu, katanya, "karena
adanya macam-macam kejahatan yang menyertai kasus tersebut."
Yushar belum mau menjelaskan, apa yang dimaksud dengan
"macam-macam kejahatan" tersebut. Dan karena ada kejahatan
sampingan itu, katanya lagi, tuduhan yang akan diajukan kepada
O.B.L. berbeda-beda -- tidak hanya dengan tuduhan pokok
melakukan bank gelap.
R. Joedjono, pengacara yang mendampingi O.B.L., berpendapat
bahwa kliennya bisa dirugikan dengan dipecah-pecahnya kasus
tersebut. Kasus bank gelap O.B.L., katanya. sebenarnya bisa
disatukan. "Barang buktinya kan sama," katanya. Dipecahnya
kasus-kasus itu, menurut Joedjono, hanya karena jaksa ingin
lebih mudah menyusun surat dakwaan.
Tapi O.B.L. -- ia ditahan sejak Maret lalu -- tampaknya tak
begitu peduli berapa kali dia akan disidangkan. Soalnya dia
tidak merasa telah melakukan praktek bank gelap dan menipu
seperti dituduhkan jaksa. "Uang yang saya pinjamkan kepada
orang-orang adalah uang saya sendiri," katanya kepada TEMPO.
Bahkan ia merasa telah menolong, sebab mereka yang meminjam uang
padanya, lalu bisa mengembalikan pinjamannya kepada bank
pemerintah.
Ia juga tidak merasa telah melakukan penipuan dengan, misalnya,
menyuruh Kusman yang berutang Rp 2 juta itu membayar Rp 3 juta.
"Saya kira itu wajar saja, untuk menghindari kalau terjadi
kemacetan dalam pengembalian uang dan bunganya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini