Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

O.b.l. dengan 36 perkara

Sidang perkara oey boen lian (slamet widodo) dituduh melakukan praktek bank gelap dan penipuan. (hk)

23 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OEY Boen Lian (O.B.L.) alias Slamet Widodo ternyata tak sekuat dugaan masyarakat Purwokerto. Pengusaha yang sering memberi kesan seolah-olah mempunyai hubungan luas dengan kalangan atas di kota itu kini duduk di kursi terdakwa: dituduh melakukan praktek bank gelap dan sekaligus menipu. Selain O.B.L., jaksa juga mengajukan Lie Sien Yong (L.S.Y.) alias Hermanto, sopir O.B.L., ke muka sidang, dengan tuduhan sama. Keduanya, begitu tuduh Jaksa Yushar Yahya, bersama-sama membuka "bank" tanpa seizin Menteri Keuangan. Caranya, dengan memberi pinjaman kepada siapa saja yang membutuhkan, dengan bunga yang amat tinggi -- sampai 10% sebulan. O.B.L., sebagai pemilik uang, mendapat bagian 7%%, sedangkan L.S.Y. yang bertindak sebagai penghubung dan pencari nasabah, kebagian 2«%. Sidang perkara itu amat menarik perhatian masyarakat Purwokerto. Soalnya nama O.B.L., 34 tahun, pada 1982 lalu ramai dikait-kaitkan dengan kasus kematian Christiana alias Lina. Pelajar kelas III SMA Bruderan itu, meninggal 19 April tahun lalu, diduga karena minum racun nyamuk. Tapi sebelum mati, gadis itu sempat memberikan sebuah nomor telepon kepada orangtuanya -- yang ternyata nomor telepon O.B.L. -- sambil berucap, ia telah dibohongi orang itu. Tak kurang sebuah tim dari Markas Besar Polri diturunkan ke Purwokerto untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Kubur Lina sampai dibongkar kembali. Tapi polisi tampaknya belum mempunyai cukup alasan untuk menangkap O.B.L. yang pemilik Toko Slamet itu. Barulah, ketika rumahnya di Jalan Jenderal Sudirman nomor 324, Purwokerto, digeledah, Maret lalu, O.B.L. kena perkara. Tapi, tak ada kaitan dengan kasus Lina. Sebab bukti-bukti yang ditemukan polisi menunjuk ke arah lain. Ya praktek bank gelap itu. Ketika itu Mayor Rusli Thoha, yang memimpin penggeledahan, menemukan 36 akta perjanjian pinjam-meminjam, beberapa lembar sertifikat tanah, enam buah mobil, obat terlarang, kaset video, serta foto-foto cabul dalam sebuah ruangan khusus di bawah tanah. Adalah Kusman Akhmad Soederi yang memungkinkan kegiatan O.B.L. terungkap. Ceritanya, akhir 1981, ia memimjam uang Rp 2 juta kepada O.B.L. Lewat perantaraan L.S.Y. Sebagai jaminan, ia menyerahkan sebuah truk dan tiga lembar sertifikat tanah. Namun dalam surat perjanjian, yang dibuat di hadapan Notaris Tjandrawaty, uang pinjaman Kusman ditulis sebesar Rp 3 juta. Kusman kemudian kewalahan, karena setiap bulan harus membayar bunga sebesar 10%. Dan bila ia menunggak atau terlambat membayar angsuran dan bunga bulanan, lewat orang-orangnya O.B.L. menagih dengan disertai ancaman. Seorang pengacara, Fachrudin A.K., misalnya, menurut sebuab sumber di kepolisian Purwokerto, pernah dimintai tolong O.B.L. membuat surat penagihan. Dalam surat tersebut ditegaskan, apabila utang tak segera dilunasi dalam waktu 24 jam, "Saudara akan tahu akibatnya". Benar saja. Esok harinya, Kusman kedatangan tukang pukul bernama Soemardjo. Dia ini, kata sumber tadi, langsung sesumbar bahwa O.B.L. punya hubungan baik dengan hampir semua pejabat di kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. "Sebab itu kau jangan main-main," begitu konon kata Soemardjo. Kasus perkara Kusman itulah yang kini tengah diperiksa di Pengadilan Negeri Purwokerto. Dan setelah hakim tunggal Abunasor Mahfud nanti menjatuhkan vonis, rencananya, O.B.L. akan dituntut lagi dengan perkara yang lain. Sebab, seperti telah dibuktikan polisi dalam penggeledahan tempo hari, O.B.L. ternyata telah 'teken kontrak' pinjam-meminjam dengan 35 orang lain, selain Kusman. Tapi, menurut jaksa, O.B.L. tak akan diajukan 36 kali. "Setelah kasus Kusman, ia mungkin hanya akan diadili dua-tiga kali lagi," kata Jaksa Yushar. Pemisahan perkara itu, katanya, "karena adanya macam-macam kejahatan yang menyertai kasus tersebut." Yushar belum mau menjelaskan, apa yang dimaksud dengan "macam-macam kejahatan" tersebut. Dan karena ada kejahatan sampingan itu, katanya lagi, tuduhan yang akan diajukan kepada O.B.L. berbeda-beda -- tidak hanya dengan tuduhan pokok melakukan bank gelap. R. Joedjono, pengacara yang mendampingi O.B.L., berpendapat bahwa kliennya bisa dirugikan dengan dipecah-pecahnya kasus tersebut. Kasus bank gelap O.B.L., katanya. sebenarnya bisa disatukan. "Barang buktinya kan sama," katanya. Dipecahnya kasus-kasus itu, menurut Joedjono, hanya karena jaksa ingin lebih mudah menyusun surat dakwaan. Tapi O.B.L. -- ia ditahan sejak Maret lalu -- tampaknya tak begitu peduli berapa kali dia akan disidangkan. Soalnya dia tidak merasa telah melakukan praktek bank gelap dan menipu seperti dituduhkan jaksa. "Uang yang saya pinjamkan kepada orang-orang adalah uang saya sendiri," katanya kepada TEMPO. Bahkan ia merasa telah menolong, sebab mereka yang meminjam uang padanya, lalu bisa mengembalikan pinjamannya kepada bank pemerintah. Ia juga tidak merasa telah melakukan penipuan dengan, misalnya, menyuruh Kusman yang berutang Rp 2 juta itu membayar Rp 3 juta. "Saya kira itu wajar saja, untuk menghindari kalau terjadi kemacetan dalam pengembalian uang dan bunganya," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus