BERLAKUNYA asas persamaan di depan hukum dan asas kebebasan hakim dibuktikan ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan, waktu itu Bismar Siregar, hakim tinggi yang baru saja dilantik menjadi hakim agung. Hakim terkenal itu, akhir bulan lalu, menghukum Departemen Kehakiman untuk membayar ganti rugi sebanyak Rp 3 juta kepada seorang janda, Nurminah boru Batubara. Menurut Bismar, pemerintah, dalam hal ini instansi yang membawahkan hakim itu, ikut bertanggung jawab atas kematian suami Nurminah, Mohammad Daeng Palopo Bugis, yang meninggal akibat dikeroyok 11 orang petugas LP Binjai. Kesebelas pegawai penjara itu juga dihukum Bismar menanggung pembayaran ganti rugi itu bersama pemerintah. Daeng Palopo, 60, ditahan yang berwajib pada November 1976, karena dituduh m'enipu dengan praktek dukun palsu. Pihak kejaksaan, yang melanjutkan penahanan oleh polisi, menitipkan orang tua itu di LP Binjai. Di tempat itulah Daeng Palopo mengalami nasib naas. Akhir November 1976, ia tewas di tangan kepala LP Binjai, Bental Sinuraya, bersama 10 orang anak buahnya. Bental, di muka hakim, mengakui melakukan perbuatan tercela itu. Tapi itu, katanya karena ulah Daeng Palopo sendiri. Sehari sebelum kejadian, menurut cerita Bental, Daeng Palopo kedapatan oleh petugas LP lagi menjebol jeruji kamar tahanannya bersama dua orang temannya. "Mereka bermaksud melarikan diri," kata Bental. Untuk mencegah usaha pelarian para tahanan itu, kata Bental, ia memerintahkan anak buahnya memisahkan para tahanan itu dan memindahkannya ke sel-sel yang lain. Konon, Daeng Palopo dan kawan-kawannya menolak tindakan petugas LP itu, dan melawan. "Kami menjadi emosi. Sebab, kalau sampai mereka lari, kami juga yang akan menerima akibat jeleknya," tutur Bental kepada TEMPO. Karena emosi itu katanya, petugas LP menghajar Daeng dan kawan-kawannya dengan kabel dan rotan. Di persidangan pidana, yang mengadili kesebelas petugas LP itu, Daeng memang terbukti mati akibat cedera kepala - dibenturkan ke tembok LP. Sebab itu, Pengadilan Negeri Binjai, 1977, menghukum Bental Sinuraya bersama anak buahnya antara 9 dan 18 bulan penjara. Selain hukuman pidana, kesebelas petugas yang ringan tangan itu mendapat tindakan administratif, berupa pemberhentian sementara dari dinas sampai sekarang. Hanya Bental Sinuraya satu-satunya terhukum yang diaktifkan kembali setelah selesai menjalani hukuman di LP yang semula ia pimpin. Hanya saja, ia tidak lagi mendapat kenaikan pangkat dan gaji. "Kejadian itu menyedihkan dan memalukan. Seorang kepala penjara akhirnya masuk ke penjara yang tadinya ia pimpin," ujar Bental Sinuraya menyesali kejadian itu. Hukuman penjara dan tindakan administratif terhadap pegawai LP itu tidaklah membuat Nurminah, 50, yang kehilangan suaminya itu, menjadi puas. Ia kemudian mengadu ke berbagai instansi, termasuk ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Bismar Siregar, yang menerima pengaduan itu, menyarankan agar Nurminah menggugat secara perdata. Wanita tua itu kemudian menuntut ganti rugi Rp 100 juta. "Harga yang pantas untuk seorang wanita yang akibat kejadian itu kehilangan suami yang selama ini menghidupinya," kata Nurminah. Pengadilan Negeri Binjai, Januari 1984, memenangkan gugatan Nurminah terhadap kesebelas pegawai LP itu. Tapi majelis hakim yang diketuai Syofrida Sofiani itu menolak gugatan Nurminah terhadap pemerintah. Sebab, menurut Syofrida, pemerintah telah berusaha melindungi warganya dalam kasus itu. "Buktinya, para pengeroyok sudah dihukum," ujar hakim itu. Karena itu, Syofrida hanya menghukum Bental Sinuraya beserta anak buahnya untuk membayar ganti rugi Rp 1,2 juta. Keputusan hakim itu mengecewakan Nurminah. Janda tua itu tetap berpendapat bahwa pemerintah telah lalai mengawasi tindakan aparatnya. "Bukan soal uangnya yang penting, tapi pertanggungjawaban pemerintah dalam kasus yang menimpa suami saya itu," ujar Nurminah. Sebab itu, ia menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi. Bismar Siregar, yang memeriksa perkara banding itu, setuju dengan Nurminah bahwa pemerintah juga harus bertanggung jawab atas tindakan petugas-petugasnya. "Sebab, tindakan itu dilakukan pada jam kerja oleh petugas yang berpakaian dinas dan di rumah tahanan milik negara," ujar Bismar. Keputusannya itu, menurut Bismar, tidak dimaksudkan untuk memberi aib kepada pemerintah. Semata-mata, tuturnya, berpegang kepada asas persamaan di depan hukum. "Dengan putusan itu, saya ingin pemerintah lebih selektif memilih pegawainya jangan mempekerjakan orang yang mudah emosi," kata hakim itu. Namun, kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Sumatera Utara, Dimyati Hartono, pihak yang dikalahkan dalam perkara itu, menyatakan akan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Bismar itu. "Kami menjunjung tinggi putusan hakim, walau secara administrasi, organisasi, dan finansial, pengadilan berada di bawah Departemen Kehakiman," ujar Dimyati, yang pekan lalu menerima putusan Bismar itu. Bental Sinuraya, bekas kepala LP yang juga termasuk pihak yang dikalahkan Bismar, menyatakan pula kemungkinannya akan naik kasasi. "Tapi seandainya saya jadi kasasi, apa pun putusan Mahkamah Agung saya akan menerima dengan rela. Putusan Bismar pun sudah memuaskan saya, karena pertimbangannya benar," ujar Bental.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini