DEMSI, 16 tahun, kini tertunda bersekolah. Sejak Ahad pekan silam siswi kelas I sebuah SMA swasta di Bengkulu ini menjadi penghuni sel tahanan polisi. Ia menusuk Nasir, 30 tahun. Malam Minggu, Demsi tidur-tiduran di kamar kosnya. Kancing kemejanya terbuka sampai ke pusar. Waktu itu Nasir, pedagang kelapa di Pasar Minggu, mengintipnya. Demsi malu. Ia mendobrak dan melabrak kamar sebelah, tempat Nasir mengintip. "Ngapain kamu mengintip saya?" bentak Demsi, sambil berkacak pinggang. Merasa dituduh semena-mena, Nasir berbalik marah. Dipukulnya pipi gadis itu dengan sandal, hingga mukanya sembab. Demsi menangis. Ia melaporkan kejadian itu kepada Ketua RT. Tapi karena sudah malam, Ketua RT minta persoalan tersebut diselesaikan besok pagi. Demsi pulang. Perasaannya kecewa. Rupanya, dendam gadis ini masih membara. Pukul 5 pagi gadis itu bangun. Diselipkannya dua pisau belati di balik jaketnya. Lalu ia pergi ke pasar menemui Nasir. "Kak, dipanggil Pak RT untuk menyelesaikan persoalan tadi malam," kata Demsi kepada Nasir, yang mulai melayani pembeli. Nasir menitipkan dagangannya ke istrinya. Mereka lalu pergi beriringan. Begitu melewati pos polisi, Demsi mencabut pisau dari balik jaketnya. Dan, plass. Pisau itu ia tusukkan ke ketiak Nasir. Pria bertubuh kekar itu menggelepar. Ia tewas. Dengan perasaan puas, gadis itu masuk ke pos polisi terdekat. "Saya baru membunuh orang, Pak," ujarnya kepada polisi. Demsi baru setahun tinggal di rumah kos milik Goni, yang tidak tinggal di situ. Ada sepuluh kamar yang disewakan. Kamar Demsi berukuran 2,5 x 3 meter, bersebelahan dengan kamar Sofyan -- pedagang rokok yang juga menyewa kamar kos di situ. Kamar mereka hanya dipisahkan dinding tripleks. Nasir bertetangga dengan mereka. Ia sering berkunjung ke kamar Sofyan, karena temannya itu pandai mengurut tubuh. Malam itu di kamar Sofyan, selain Nasir, juga ada Agus, teman sebaya Sofyan. Saat itu Nasir tidak diurut. Mereka asyik mendengarkan musik dangdut dari radio. Entah kenapa, tiba-tiba Agus menendang dinding, sehingga sebagian tripleks pemisah kamar itu lepas. Dari sinilah awal keributan. "Waktu itu saya sedang memasang kembali tripleks yang lepas, tiba-tiba Demsi mendobrak pintu langsung menuding Nasir mengintipnya. Padahal, saya tahu Nasir tidak mengintip," ujar Sofyan. Sebaliknya, Demsi yakin, malam itu ia diintip Nasir dari celah dinding tripleks. "Celah itu cukup besar. Jadi, saya tahu Nasir mengintip," ujar Demsi kepada TEMPO. Dan kancing kemejanya sengaja dibuka karena udara di kamar itu gerah. "Tak ada niat memancing perhatian orang," katanya. Menurut gadis yang gemar menari dan menyanyi ini, Nasir dibunuh bukan karena mengintip. Waktu berjalan menuju rumah Pak RT, Nasir meraba payudaranya. "Saya kesal, maka saya tusuk," ujar gadis yang mengaku tak punya keahlian bela diri itu. "Tindakan saya spontan saja tanpa ada niat membunuh," tambahnya. Ihwal pisau yang dibawanya, menurut gadis berkulit kuning langsat dan berambut panjang ini, cuma untuk berjaga- jaga. "Nasir kan pernah menampar saya dengan sandal," ujarnya. Prestasi anak petani kopi ini di sekolahnya biasa saja. Ia dikenal bertemperamen tinggi dan cepat marah. "Jangan coba mengolok-olok, ia akan melabraknya," ujar Ibu Eta, guru SMA yang juga wali kelasnya. "Saya kaget, kok Demsi nekat membunuh ayah tiga anak itu," ujar Eta lagi. Istri Nasir, yang ditinggalkan suaminya, masih dalam suasana duka. Ia berniat meneruskan usaha dagang suaminya dan membesarkan anak-anaknya. Ia tak percayasuaminya berbuat tak senonoh. "Kak Nasir orangnya sopan dan sayang pada anak-anaknya," ujarnya sambil terisak. Kepala Kepolisian Resor Bengkulu, Letnan Kolonel V. Subagio, berjanji secepatnya memproses penyidikan terhadap Demsi. "Berapa pun usianya, kalau terbukti bersalah, ia harus dihukum," ujarnya.Hasan Syukur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini