JANGAN sebut lagi Indonesia negara yang tak melindungi hak cipta. Kamis pekan lalu, satu lagi perangkat hukum untuk melindungi hak ini Rancangan Undang-Undang Merek disetujui DPR. Selanjutnya tinggal menunggu pengesahanmenjadi undang-undang oleh Presiden. Undang-undang (UU) ini dijadwalkan berlaku sejak 1 April 1993, Menggantikan UU Merek lama (UU No.21 Tahun 1961), yangsudah tak memadai. Dengan munculnya UU Merek yang baru, semakin lengkaplah perangkat hukum yang dipunyai Indonesia untuk melindungi hak milik intelektual. Hukum ini mencakuphak cipta dan industrial property rights (meliputi hak paten, merek dagang, desain, dan lainnya). Sebelumnya, sudah disahkan UU Hak Cipta pada 1982 dan UU Paten pada 1989. Dalam RUU Merek yang baru itu terlihat perubahan cukup mendasar jika dibandingkan dengan yang lama. Sistem pendaftaran merek pada UU Merek lama mengikuti sistem deklaratif. Pada RUU Merek yang baru, sistem itu diubahmenjadi sistem konstitutif. Dalam sistem deklaratif, pendaftaran merek akan diterima, sejauh merek itu belum didaftarkan orang lain. Asal memenuhi persyaratan administratif,pemohon, tanpa harus membuktikan apaapa, dengan mudah mengantongi hak merek. Kelemahan sistem ini, pendaftar merek di Indonesia, bisa saja mendaftarkanmerek yang sudah beredar, tapi didaftarkan di luar negeri. Dalam sistem konstitutif, tidak mungkin mendaftarkan merek yang sudah beredar. Menurut Dirjen Hak Cipta Paten dan Merek Nico Kansil, dalam sistem ini setiap merek yang didaftarkan akan melalui proses penelitian secaracermat. "Pemohon diwajibkan membuat pernyataan bahwa merek yang didaftarkannya adalah miliknya. Bukti-bukti kepemilikan harus disertakan," ujar Nico. Dalam RUU Merek yang baru tercantum pula ketentuan pidana membajak merek diatur dalam Pasal 81, 82, 83, dan 84. Sanksi hukumannya cukup berat. PadaPasal 81 disebutkan bahwa mereka yang dengan sengaja membajak merek resmi diancam hukuman 7 tahun penjara dan denda maksimum Rp 100 juta. Sementara itu, pemakai merek yang menyerupai suatu merek (dimirip-miripkan) diancam hukuman lima tahun penjara serta denda paling banyak Rp 50 juta (Pasal 82). Para konsultan hukum yang dihubungi TEMPO umumnya menyambut gembira RUU Merek baru, yang terdiri dari 90 pasal itu. "Dalam RUU baru kepastian hukum bagipemilik merek lebih terjamin," kata Amalia Roosseno, konsultan paten dan merek pada Amroos Law Consultants. Selain itu, dengan dianutnya sistem konstitutif, Amalia optimistis "mafia spekulan merek" akan tergusur. Sudah bukan rahasia lagi, selama ini pencurian merek terkenal merajalela. Pada 1988 saja, ada 16 pengusaha lokal menjadi pemegang merek Pierre Cardin untuk berbagai jenis barang dari ikat pinggang sampai kemeja. Tak satu pun mendapat izin dari Cardin. Masa keemasan bisnis merek terkenal ini terjadi antara tahun 1980 hingga 1990. Namun, jangan menyangka merek itu didaftarkan cuma untuk membuat produksi tiruan. Merek itu sering didaftarkan untuk dijual kembali. Seorang pedagangmerek, Leo (bukan nama sebenarnya) mengaku kepada TEMPO, mengantongi 29 merek populer, antara lain: Mercedes, Pierre Cardin, Cressida, Zwitsal, Mirabella, Calvin Klein, dan Etienne Aigner. Sementara itu, rekannya, Bruno (juga bukan nama sebenarnya), memiliki 41 merek. Cara kerjanya, mereka memonitor merek-merek terkenal yang beredar di luar negeri lewat iklan yang dimuat majalah-majalah asing. Merek-merek itu laludidaftarkan ke kantor merek, menggunakan nama-nama pinjaman. Jadi, jangan heran bila menemukan pemegang merek Mercedez atau Pierre Cardin yang tinggal didaerah kumuh, dan pekerjaan sehari-harinya sopir angkutan kota. Leo menuturkan, secara rutin, mereka mengontak perusahaan yang memiliki merek terkenal itu di luar negeri. Leo menulis, "Kalau merekmu ingin terdaftar diIndonesia, lebih baik beli dari saya, daripada mengurus sendiri, lama." Merek Calvin Klein pernah ditawarkan US# 100.000 pada pemiliknya. Tapi akhirnya disepakatai harga US# 20.000. Pada 1989, oli merek STP terpaksa membeli kembali mereknya seharga US# 100.000. "Sebetulnya kami hanyaspekulasi saja. Kalau pemilik aslinya menuntut, kami juga kalah. Cuma anehnya, rata-rata mereka mau saja diajak musyawarah, dan itulah yang kami cari," ujarseorang pedagang merek lain. Pada 1987 Menteri Ismail Saleh mengeluarkan surat keputusan yang melarang pendaftaran merek terkenal luar negeri, untuk barang yang sejenis. Anehnya,keputusan itu tidak bisa membatasi gerak-gerik spekulan. Aries Margono, G. Sugrahetty, Siti Nurbaiti, dan Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini