Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kasir menghina presiden?

Gara gara iseng pasang poster di bak truk, seorang supir truk diadili karena isinya dianggap menghina presiden.

1 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TULISAN cakar ayam itu digoreskan di atas kertas bekas kalender. Bunyinya mengejutkan: Suharto itu adalah kepala kominis (dalang), Kematian Bapak Sarwedi, demi kepentingan bangsa asing dan membangun negara di dalam negara (pagar makan tanaman). Mungkin untuk menambah seram, di bawah tulisan itu, digambarkan sebuah peluru kendali yang ditulisi "Rudal Squt". Tulisan itu bukan bait-bait puisi protes, atau pamflet demonstrasi mahasiswa. Kalimat-kalimat membingungkan itu coretan Kasir Nur Simbolon, supir truk pengangkut semen. Seperti kebiasaan banyak supir truk yang ingin memancingperhatian, ia menempelkan tulisan itu di bak belakang truknya. Selain poster tadi, ia membuat pula poster lain berbunyi: "Sumpah rakyat", kami adalah bangsa Indonesia, kami adalah rakyat Indonesia, kami bukan bangsa asing, kami bukan keturunan asing (atu bangsa terasing). Kami adalah rakyat, Sarwedi, rela mengorbankan jiwa dan raga demi kepentingan bangsa dan negara kami Indonesia. Akibat corat-coret itu, Kasir diajukan ke pengadilan. Ia diancam Pasal 134 KUHP, dakwaannya menghina Presiden dengan sengaja. Pekan lalu, perkaranya yang menarik perhatian pengunjung itu mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Menghadapi ancaman hukuman enam tahun, Kasir hanya bisa lemas. "Saya sungguh tidak menyangka jadi berurusan dengan petugas. Saya menyesal," ujarnya. Nasib sial Kasir terjadi akhir April lalu, ketika truk yang dikemudikannya melaju di Jalan Panjaitan, Jakarta. Ia mengangkut semen dari pabrik Indocement di Citeureup ke pelabuhan Tanjungpriok. Di tengah jalan ia dicegat petugas Kodim Jakarta Timur yang kebetulan membaca kedua poster yang dipajang di belakang truknya. Kasir langsung ditahan dan diperiksa. Dalam pemeriksaan Kasir mengakui yang dimaksud dengan "Suharto" dalam posternya memang Presiden Soeharto. Adapun yang dimaksud Sarwedi adalah Almarhum Sarwo Edhie, sebagai komandan RPKAD. Namun, motivasi Kasir membuat poster itu tak jauh dari urusan perut. Kepada TEMPO, ia mengaku merasa kalut karena hidupnya yang senenkamis. Ia tidak mampu memenuhi target yang diharuskan perusahaan pengangkutan Indocement, tempatnya bekerja sejak 1989. Oleh perusahaan itu, ia diharuskan menjalani 45 rit sehari. Tapi, dalam sehari ternyata ia hanya sanggup menempuh 23 rit saja. Ditambah lagi, dengan upah hanya Rp 7.750 setiap rit, ia harus nombok Rp 1.700 untuk membayar kuli dan biaya masuk pelabuhan. Belakangan ia stres karena pihak perusahaan mengancam akan menyerahkan truk pegangannya ke supir lain. "Saya bingung dan kalut sehingga benci pada penguasa," katanya.Kaitan antara penguasa dan ketakutannya dipecat didapatnya dari obrolan sesama supir. Ia mendengar, Pak Harto adalah salah satu satu pemilik Indocement. Sementara itu, pada kenyataan sehari-hari ia melihat yang menjalankan perusahaan adalah pengusaha nonpribumi alias Cina. Karena Kasir beranggapan bahwa Cina adalah komunis, dengan gampang ia mengambil kesimpulan bahwa Pak Harto pemimpin komunis. Di lain pihak ia mendengar Sarwo Edhie, pemberantas komunis. Kesimpulan warung kopi itu dijadikan dasar pembelaan pengacara Kasir dari Pos Bantuan Hukum Poltak Siagian. Menurut Siagian, kliennya tidak mempunyai motivasi politik. "Pendidikan terdakwa yang rendah tidak memungkinkan ia mampu berpikir secara politis," kata pengacara itu. Karena itu menurut Siagian dakwaan atas Kasir terlalu serius. G.Sugrahetty Dyan K. dan Taufik Alwie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus