Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Menyingkap matinya ali sofyan

Ali sofyan, 23, asal malang tewas ditusuk machmud marzuki, 30. motifnya, korban suka mengejek pelaku yang kalah remi. kasus ini terungkap 5 tahun kemudian, sejak oktober '83.

9 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAU bangkai menyebar sangat keras dari sebuah rumah di Jalan Rajabasa, Malang Jawa Timur. Warga, yang mencurigai bau itu, bersama polisi mendobrak rumah tersebut. Di kamar mandi para pendobrak menemukan sesosok mayat tampak membujur. Tubuhnya telah membusuk, dan ulat menggerogoti bekas lukanya. Korban tak lain penghuni rumah, Ali Sofyan 23 tahun, mahasiswa Universitas Widya Gama, Malang. Kejadian pada Oktober 1983 itu menggegerkan warga di kawasan itu. Berdasarkan visum dokter diperkirakan korban meninggal empat hari sebelumnya. Dibagian leher, dada, dan perutnya terdapat luka bekas, tusukan benda tajam. Sementara itu, di bagian muka dan kepala ada bekas pukulan benda tumpul. Polisi, yang mengusut kasut itu, kemudian menangkap Machmud Marzuki, mahasiswa FE Universitas Brawijaya, teman akrab korban. Tapi sampai masa penahanan habis, BAP-nya tak juga sempurna. Konon, tujuh kali BAP polisi itu dikembalikan jaksa karena banyak cacatnya. "Alat buktinya tidak sesuai dengan visum. Antara lain, dalam visum disebut lukanya 3 sentimeter tapi senjata tajam yang dijadikan barang bukti lebih besar," kata sumber di kejaksaan. Karena itu, agaknya, kasus itu sempat mengendap selama lima tahun di polisi dan jika. Barulah, Selasa pekan lalu, jaksa menghadapkan Machmud Marzuki, 30 tahun ke PN Malang. Toh sidang pertama itu urung, gara-gara hari itu ada pertandingan tinju Tyson vs. Spinks. Selain itu, terdakwa memang belum didampingi pembela. Kendati begitu, keluarga korban kini merasa lega. "Lima tahun kami berdoa, agar pembunuh anakku terungkap" kata Nyonya Karimah, ibu kandung Ali Sofyan. Karimah memang tidak menduga sama sekali, putra sulungnya, yang tak suka berkelahi itu, akan mati teraniaya. Ketika mayatnya ditemukan, Ali seakan-akan tewas sebagai korban perampokan. Sebab, TV yang ada di rumah itu hilang. Hanya saja sebuah petunjuk ditinggalkan pelaku. Di rumah yang cuma dihuni Ali dan pintunya selalu tertutup itu, ada kertas bertulisan: "Ali pergi ke Bali" tertempel di kaca jendela. Kecurigaan kepada Machmud bermula ketika diadakan upacara pemakaman. Sahabat dekat Ali itu ternyata tak hadir. Kecurigaan itu semakin beralasan karena di rumah keluarga Machmud di Sampang, Madura, dijumpai TV korban. "Itu saya beli di Pasar Besar," begitu alasan Machmud. Ia juga beralibi, ketika pembunuhan terjadi ia berada di suatu tempat pertemuan di Unibraw. Polisi kemudian menahan Machmud. Tuduhan terhadap pemuda itu semakin kuat ketika Labkrim Mabes Polri di Jakarta membuktikan bahwa tulisan "Ali pergi ke Bali" tadi identik dengan tulisan Machmud Marzuki. Kepada pemeriksa, Machmud akhirnya memang mengakui perbuatannya. Ia, katanya, membunuh Ali karena jengkel akibat kalah main remi pada 10 Oktober 1983 itu. "Saya selalu kalah bermain, tapi Ali Sofyan terus mengejek saya. Karena itu, saya naik pitam," kata Machmud kepada polisi. Kebetulan, ketika itu, katanya, di dekatnya tergeletak sebuah pisau. Senjata itu lantas dihunjamkan ke tubuh Ali. Korban tewas saat itu juga. Mayat Ali kemudian digotongnya ke kamar mandi. Tapi karena terlalu berat, mayat itu terjatuh sehingga muka dan kepala korban menghitam, seolah kena benda tumpul. Untuk menghilangkan jejak dan mengesankan pencurian, ceritanya, TV korban ia angkut. Ia juga mengaku menulis "Ali pergi ke Bali" untuk mengelabui teman-temannya yang datang ke rumah korban. Tapi entah mengapa selama lima puluh sembilan hari Machmud ditahan BAP-nya tak kunjung rampung. Ia, konon, sampai stres dan secara tak sadar telanjang di dalam tahanan. Sebab itu, setelah masa penahanannya habis, Machmud dikenai tahanan luar. Sambil menunggu hari persidangannya, ia sempat menikah dan bekerja sebagai leveransir bangunan. Hingga pekan lalu Machmud belum bisa ditemui TEMPO. Tapi istri Machmud, Ninies, membantah suaminya bersalah. "Kalau toh ia menandatangani BAP, itu belum tentu bersalah. Pengadilan nanti yang membuktikannya," kata istri Machmud yakin. Agaknya, kalau Machmud membantah lagi keterangannya di BAP, memang tidak gampang bagi jaksa untuk membuktikan tuduhannya. Sebab, tak seorang saksi pun yang menyaksikan pembunuhan itu. Jaksa Dahlan Sjarbini mengakui hal itu. "Memang saksi yang akan diajukan terbatas, tapi alat buktinya cukup kuat," kata Dahlan. Harap ditunggu sidang berikutnya. Laporan M. Baharun (Biro Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus