Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sabit si calon mertua

Subiyanto, 40, asal muntilan, magelang membunuh calon mantunya, turmudi, 25, dengan sabit. korban telah tunangan dengan lestari, 18, dianggap sumber keretakan rumah tangga.

9 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK semua calon mertua senang kepada calon mantunya memang, kendati putrinya tergila-gila pada pujaannya itu. Tapi yang dilakukan Subiyanto, seorang petani Desa Tanjung, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, tak biasa. Sabtu dua pekan lalu, ia mengakhiri persoalan pelik itu dengan membantai calon mantunya, Turmudi. Padahal, dua hari sebelumnya, putrinya yang bernama Lestari telah resmi bertunangan dengan Turmudi. Sebenarnya, Lestari, 18 tahun, sudah enam bulan menjalin hubungan cinta dengan Turmudi, 25 tahun. Tapi Subiyanto sejak semula tak suka kepada pemuda yang sehari-harinya pedagang buah dan berwajah ganteng itu. Sebab, ketika menjadi makelar sepeda motor, Turmudi pernah berurusan dengan polisi. "Saya tak sudi mempunyai menantu bajingan," kata Subiyanto, 40 tahun. Tentu saja penolakan Subiyanto itu menggusarkan putrinya. "Lebih baik saya mati daripada harus berpisah dengan Mas Turmudi," kata Lestari. Repot bagi Subiyanto. Istrinya, Marini, ternyata berpihak kepada putrinya. Bahkan Marini ingin hubungan anaknya dengan Turmudi segera diresmikan. Pertentangan dalam keluarga Subiyanto semakin memuncak. Suatu hari, 15 Juni lalu, Subiyanto menantang istrinya supaya memilih dia atau anaknya. Ternyata, Marini tak kalah gertak "saya pilih anak. Jika kau mau minggat, pergilah. Kalau perlu ceraikan saya," ujar Marini. Subiyanto pun tak hendak mundur lagi. Jawaban Marini itu sangat menyakitkannya. Pada malam itu juga ia pergi ke rumah familinya di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, meninggalkan Marini, yang sudah dinikahinya selama 20 tahun, dan keempat anaknya. Sepeninggal suaminya, 23 Juni, Marini meresmikan pertunangan Turmudi dengan Lestari. Orangtua Turmudi pun merestui. "Uang tunai Rp 100 ribu dan segala ubo rampe-nya sudah saya serahkan kepada besan sebagai tukon," kata ayah kandung Turmudi, Hartowiyono. Sementara itu, Subiyanto tak hadir, karena tak diberi tahu. Pada waktu itu pula hari pernikahan Turmudi dan Lestari ditentukan, yaitu pada 2 Juli. "Semua biaya perkawinan saya yang menanggung. Saya akan menjual dua ekor kerbau," ujar kakek Lestari, Wongsorejo. Turmudi dan Lestari mengurus surat-surat pernikahan Le Kantor Urusan Agama Muntilan. Ternyata, petugas KUA menolak memberikan blangko surat nikah, sebelum ada restu wali nikah Lestari, Subiyanto. Terpaksa Subiyanto dijemput untuk menandatangani surat kesediaan menjadi wali nikah. Tapi lelaki itu menolak, sebelum ia bertemu lebih dulu dengan istrinya, Marini. Malam itu juga Subiyanto meminta bertemu dengan Marini, disaksikan Sekretaris Desa, Darsono. Di hadapan Darsono, Subiyanto tak menyinggung sama sekali soal perkawinan anaknya. Ia malah menghendaki hubungan dengan istrinya dirukunkan kembali. "Malam ini juga kita rukun," kata Subiyanto. Tapi Marini menolak. "Saya mau rukun tapi setengah bulan lagi," sahut Marini. Syarat itu, katanya, perlu sebagai hukuman agar suaminya tak seenaknya meninggalkan anak-istri. Pertemuan itu berakhir dengan cekcok mulut. Cekcok itu tak diketahui Lestari. Sebab, malam itu Lestari lagi menginap di rumah Turmudi di Desa Sriwedari, Kecamatan Muntilan. Tanpa curiga, paginya, ia diantar Turmudi kembali ke rumahnya dengan sepeda motor. Sekitar satu kilometer dari rumah, tiba-tiba motornya mogok. Turmudi terpaksa berhenti memperbaiki motornya. Ketika itulah Subiyanto, menyandang cangkul dan sabit, lewat. Ia diboncengkan Lestanto, adik Lestari yang berumur 13 tahun. Petani bertubuh gempal itu segera meloncat dari boncengan anaknya. Tanpa pikir, sabit itu diayunkannya ke perut Turmudi. "Ini yang kau minta," teriaknya beringas. Turmudi pun terpekik sambil memegangi perut yang menganga sepanjang 15 sentimeter. Ia lari terseok-seok melintas kebun. Sementara itu, Lestanto gemetar melihat tindakan ayahnya. Kakak Lestanto, Lestari, menubruk Subiyanto sambil berteriak minta tolong. Tapi sang ayah tak peduli. Sabit kembali diayunkan, sehingga menyambar lengan dan dada kiri Lestari. Gadis yang baru lulus SMP tahun lalu itu tergeletak berlumur darah. Setelah itu, Subiyanto mengejal Turmudi, yang berlari sempoyongan. Sabit Subiyanto kembali membabat pemuda tersebut, sehingga korban tewas di tempat itu juga. Selesai membereskan calon mantunya Subiyanto menyerahkan diri ke kepala desa. Kepada polisi, kemudian, ia terus terang mengakui perbuatannya. Ia, katanya, ta suka kepada Turmudi, yang membuat gara-gara sehingga rumah tangganya berantakan "Karena dia, istri saya sampai minta cerai," kata Subiyanto. Sementara itu, Lestar hingga kini masih dirawat di RSU Muntilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus