LATAR belakang terbunuhnya Letnan Kolonel (Penerbang) Steven Adam menjadi kabur lagi. Senin pekan ini, kepala Kejaksaan Negeri Bogor Suyono terpaksa melepaskan para tersangka pembunuh perwira menengah itu, yaitu Joni Sembiring, Leonardus, Awang Ruswanta, Benny Hidayat, Hilal Thalib, dan Walen Barimbing. Keenam orang itu dilepaskan berdasarkan perintah Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat, dalam sidangnya Rabu pekan lalu, berpendapat bahwa komplotan Robert Tampubolon - yang semula dihukum di Pengadilan Negeri Bogor - tidak terbukti membunuh Steven Adam. Sebab itu, Robert, yang semula divonis 14 tahun penjara, juga dibebaskan. Tapi, Robert tidak segera dilepaskan karena diduga tersangkut perkara narkotik. Selain Robert, yang juga masih ditahan dan masih menunggu keputusan banding, adalah Kapten (Pol.) Nicodemus, yang divonis 18 tahun penjara dan dipecat dari ABRI karena dituduh meminjamkan senjata api kepada Robert untuk menghabisi nyawa Steven Adam. Perkara Nicodemus masih diperiksa Mahkamah Militer Tinggi Jawa Barat. Kasus terbunuhnya Steven Adam, 29 Mei 1983, memang sempat menggegerkan penduduk Bogor. Sebab, perwira menengah yang sedang dipromosikan menjadi atase militer di sebuah negara sahabat itu dihabisi komplotan penembak tak dikenal di depan rumahnya sendiri di Cimanggu, Bogor. Pembunuhan itu diduga terencana dengan matang. Sebab, tiga hari sebelumnya, ada pula komplotan yang mencoba mendekati rumah Almarhum, tapi bisa diusir Steven sendiri dengan tembakan peringatan. Dari penyidikan, pihak berwajib menemukan cerita yang tidak terbayangkan sebelumnya: Steven Adam ternyata dibunuh karena tersangkut utang-piutang dalam perdagangan narkotik kelas tinggi. Konon, Robert, yang bertetangga dengan Steven, mempunyai utang Rp 50 juta kepada Steven. Bersama Leonardus, Robert merencanakan pembunuhan itu. Senjatanya dipinjam dari Nicodemus. Setelah itu, ikut serta Joni Wallen, Hilal, Benny, dan Awang. Begitulah, 26 Mei 1983, sebuah rombongan yang terdiri dari Robert, Wallen, dan Leonardus mendatangi rumah Steven. Percobaan pertama "kelompok Bogor" itu gagal. Tiga hari kemudian barulah "kelompok Jakarta", yang terdiri dari Joni, Benny, Hilal, dan Awang, beraksi. Menurut pengakuan Joni di pemeriksaan pendahuluan, ia sendiri yang menembak mati Steven. Semua terdakwa memang mengakui peran masing-masing di pemeriksaan. Tapi di persidangan Isi berita acara itu mereka bantah semua. Pengakuan di tahanan itu, kata mereka, karena tekanan pemeriksa. Bahkan beberapa terdakwa mengemukakan alibi. Joni Sembiring, misalnya, malam itu mengaku berada di rumah saudaranya di Rawamangun, Jakarta Timur, sampai pukul 23, dalam suatu pesta ulang tahun. Padahal, menurut pemeriksaan, Joni sempat mempersiapkan pembunuhan yang terjadi pukul satu dinihari itu. "Bagaimana mungkin terdakwa yang berada di tengah keluarganya di Jakarta pada saat yang sama juga ada di Bogor?" tanya pengacara mereka, Mohammad Assegaf dan Otto Hasibuan. Tapi hakim Pengadilan Negeri Bogor tetap menghukumnya 12 tahun penjara. Hakim-hakim pengadilan tinggi ternyata mempercayai bahwa mereka bukan pembunuh. Majelis hakim yang memeriksa Joni yang diketuai Nyonya Retno Wulan Sutantio, misalnya, mempercayai alibi Joni tadi. "Tidaklah mungkin dalam tempo dua jam Joni bisa mempersiapkan pembunuhan sampai ke pelaksanaannya," demikian pertimbangan Majelis. Retno memang tidak menerima alasanJoni bahwa ia disiksa di tahanan. Sebab, Joni, juga teman-temannya, tidak bisa membuktikan di sidang sebagai korban kekerasan pemeriksa. Hanya, menurut Majelis, karena para terdakwa mencabut keterangan, berita acara itu harus dikuatkan oleh suatu bukti yang sah (pasal 189 ayat 2 KUHP). Bukti itulah yang tidak didapat di persidangan. Nyonya Steven Adam, misalnya, tidak melihat langsung siapa pembunuh suaminya. "Saya seperti bayi tua yang lahir kembali," kata Joni, yang kini berumur 52 tahun. Tapi ia terdiam sesaat. "Saya tidak berbuat apa-apa kok diperlakukan seperti ini," tambahnya. Tinggalah kepala Kejaksaan Negeri Bogor Suyono mengupayakan hukum lain: kasasi atas putusan itu. "Ini bukan soal puas tidak puas, tapi merupakan kewenangan kami. Suatu upaya untuk menjunjung hukum," ujar Suyono. Soalnya, memang, kalau bukan Joni, siapa sebenarnya pelaku pembunuhan itu ?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini