Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka dalam dugaan kasus suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, dua dari tiga tersangka itu ditangkap di sebuah Restoran Mi Ayam di Palembang melalui operasi tangkap tangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keduanya ialah Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Elfin Muhtar dan pihak swasta, yakni pemilik PT Enra Sari, Robi Okta Fahlevi.
"Pada 2 September 2019 sekitar pukul 15.30 tim melihat ROF bersama stafnya bertemu EM yang didampingi stafnya duduk bersama di sebuah Restoran Mie Ayam di Palembang," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Selasa malam, 3 September 2019.
Basaria menuturkan, dalam pertemuan itu diduga telah terjadi penyerahan uang sebesar US$ 35 ribu dari Robi kepada Elfin. Duit itu ditengarai merupakan commitment fee sebesar 10 persen dari Robi untuk mendapatkan proyek pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim.
KPK menduga commitment fee ini menjadi syarat yang ditetapkan Dinas PUPR Muara Enim untuk para kontraktor yang akan mengerjakan proyek. KPK juga menduga ada permintaan dari Bupati Muara Enim Ahmad Yani para calon pelaksana pekerjaan fisik itu.
"Diduga AYN meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui EM," kata Basaria.
Setelah menangkap Elfin dan Robi, KPK menangkap Ahmad Yani di kantornya. Komisi antikorupsi menyita sejumlah dokumen dari kantor Ahmad Yani, serta memeriksa rumah dan ruang kerja Robi serta ruang kerja Elfin Muhtar.
Setelah melakukan OTT, KPK membawa tiga orang ke Jakarta pada Senin, 2 September pukul 20.00 WIB, adapun Ahmad Yani diterbangkan ke Jakarta pada Selasa pagi, 3 September. Ketiganya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Ahmad Yani dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Robi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.