Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar tata kota, Yayat Supriatna, menilai razia oleh kepolisian masih dibutuhkan meski tilang elektronik sepenuhnya diterapkan. Langkah itu untuk memberi edukasi kepada masyarakat dan mengawasi kelengkapan adminstrasi pengendara serta kendaraannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Masih perlu dilakukan razia, untuk mengingatkan. Razia tetap masih dibutuhkan kemudian ditangkap dengan kamera, difoto, ada di situ. ETLE-nya yang nangkap, tidak perlu tilang manual," katanya di Hotel Diradja, Jumat, 11 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Yayat, kelemahan terbesar Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) adalah tidak bisa mengawasi kelengkapan administrasi, seperti membawa Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan lain-lain. Sehingga masyarakat merasa tidak peduli membawa administrasi tersebut.
Permasalahan lain adalah tidak bisa mengetahui apakah kendaraan yang dibawa seseorang merupakan milik pribadi atau hasil pencurian. "Itu jadi persoalan, kita itu kalau meng-capture perilaku bisa ketangkap. Tapi siapa yang tahu dia gak baha SIM? Punya STNK, itu mobil curian, itu mobil apa? Itu kelemahan terbesar," tuturnya.
Daerah yang tidak terawasi kamera ETLE juga akan minim penindakan. Sehingga berdampak pada ketaatan berlalu lintas, bahkan berani melanggar di hadapan polisi lalu lintas.
Hal yang disoroti oleh Yayat dalam ETLE adalah tindak lanjut penindakan. Karena sistem perlu memvalidasi data pelanggar dan kendaraannya.
"Kita harus memperbaiki kekurangan dari sistem itu. Pertama dari verifikasi data, validasi data. Kedua, dari mereka yang kena tilang berapa yang sudah diproses, sudah bayar, dan sudah sidang. Butuh waktu berapa lama untuk menyelesaikan persoalan itu?" katanya.
Kepala Seksi Laka Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Komisaris Edy Purwanto mengatakan sistem ETLE juga masih memiliki kekurangan. Hambatan yang dihadapi petugas adalah pengendara yang berani melanggar di hadapan polisi lalu lintas.
"Fenomena saat ini terjadi semenjak tidak tilang diberlakukannya tilang manual, saat ini para pengguna jalan khususnya yang melanggar itu berani melanggar walau ada petugas," katanya pada kesempatan yang sama.
Sehingga menurutnya polisi seakan-akan tidak dianggap keberadaannya di jalanan. Lalu ada pula pengendara yang melepas pelat nomor agar tidak terdeteksi sistem tilang elektronik. "Jadi mereka tahu paling-paling nanti juga ditegur, dikasih tahu, dan sebagainya," ujarnya.