Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Panggung Bertabur Bintang

Markas Besar Kepolisian RI merekomendasikan sembilan jenderal mengikuti seleksi pemimpin KPK. Ada nama lain yang disorongkan melalui jalur biasa.

29 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Taliban dalam Seleksi Pemimpin KPK/TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISU perseteruan internal di Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pembahasan hangat pemimpin KPK dengan tetamunya pada Rabu, 12 Juni lalu. Di lantai 15 Gedung Merah Putih KPK, lima pemimpin komisi antikorupsi siang itu tengah menerima sembilan anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, yang dipimpin Yenti Garnasih. Konflik yang paling banyak diulas adalah soal ketidakharmonisan penyidik independen dan penyidik yang masih berstatus anggota kepolisian.

Panitia Seleksi beranjangsana ke kantor KPK untuk memetakan sejumlah permasalahan di lembaga tersebut. Menurut anggota Panitia Seleksi, Diani Sadia Wati, pemetaan permasalahan akan menjadi pedoman mereka menjaring calon pemimpin KPK yang dibutuhkan empat tahun ke depan. Dengan adanya konflik penyidik yang tak berkesudahan, menurut Diani, KPK membutuhkan pemimpin yang bisa mengendalikan para penyidiknya. “Pemimpin KPK nanti harus berwibawa,” ujar Diani, Senin, 24 Juni lalu.

Salah satu isu yang dikupas adalah konflik internal yang mencuat pada April lalu. Sebanyak 42 penyidik kepolisian memprotes pengangkatan penyelidik internal menjadi penyidik. Poster bernada protes terhadap pengangkatan tersebar di dalam Gedung Merah Putih—sebutan kepada kantor KPK di Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka juga membuat surat keberatan pengangkatan kepada pemimpin KPK. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan soal ini. “Kami berbagi informasi,” ucap Saut.

Sebelum ke kantor KPK, Panitia Seleksi berkunjung ke petinggi kepolisian, Badan Intelijen Negara, dan Kejaksaan Agung. Mereka juga mengagendakan kunjungan ke Badan Nasional Penanggulangan Te-rorisme dan Badan Narkotika Nasional. Selain meminta masukan kriteria calon pemimpin, Panitia Seleksi mendatangi lembaga-lembaga tersebut untuk mendorong para petingginya merekomendasikan anak buahnya agar ikut mendaftar. Adapun pendaftaran dibuka pada 17 Juni dan akan berakhir pada 4 Juli ini.

Kepolisian yang paling gesit merespons permintaan Panitia Seleksi. Lima hari setelah kunjungan Panitia Seleksi, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menerbitkan rekomendasi sembilan nama jenderal polisi untuk mengikuti seleksi pemimpin KPK. Menurut Tito, nama-nama itu terpilih setelah melalui seleksi internal yang ketat. “Nama-nama itu sudah diperiksa Propam (Divisi Profesi dan Pengamanan Polri) dan tak ada yang bermasalah,” ujar Tito.

Menurut seorang sumber kepolisian, nama-nama itu sudah disiapkan Tito jauh-jauh hari. Nama Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar, misalnya, sudah beredar bakal mengikuti kontestasi ini satu hari setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan sembilan anggota Panitia Seleksi pada 17 Juni lalu. Sembilan nama ini, kata sumber itu, muncul atas permintaan Tito. “Selain sembilan nama yang direkomendasikan ini, akan ada jenderal polisi yang ikut mendaftar melalui mekanisme biasa,” ucapnya.

Sembilan nama tersebut adalah Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Inspektur Jenderal Antam Novambar, Inspektur Jenderal Dharma Pongrekun, Inspektur Jenderal Coki Manurung, Inspektur Jenderal Abdul Gofur, Brigadir Jenderal Muhammad Iswandi Hari, Brigadir Jenderal Bambang Sri Herwanto, Brigadir Jenderal Agung Makbul, Brigadir Jenderal Juansih, dan Brigadir Jenderal Sri Handayani.

Menurut orang dekat petinggi kepolisian, dari sembilan nama itu, Antam Novambar dan Coki Manurung memiliki pengalaman di bidang reserse lebih lama. Dari dua nama itu, kata sumber ini, Coki dianggap berpeluang besar. “Antam memiliki rekam jejak tak sedap terkait dengan hubungannya dengan KPK,” ujar sumber itu. “Apalagi dia sendiri tipenya eksekutor dan sesungguhnya bukan termasuk orang dekat Tito.”

Panggung Bertabur Bintang/Tempo

Nama Antam Novambar memang sempat mencuat dalam teror yang dialami Direktur Penindakan KPK Komisaris Besar Endang Tarsa pada Februari 2015. Antam, yang kala itu berpangkat brigadir jenderal dan bertugas di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, meminta Endang bersaksi untuk meringankan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. KPK saat itu menetapkan Budi sebagai tersangka rekening mencurigakan.

Dalam pertemuan yang berlangsung di salah satu restoran cepat saji di Ciledug, Tangerang, itu, Antam disebut-sebut mengancam Endang jika tak memenuhi permintaan tersebut. Antam menolak dituduh meneror Endang kala itu. Ia menyebutkan itu adalah pertemuan antarsahabat yang berlangsung akrab bahkan diakhiri dengan salaman dan pelukan. Soal pencalonan dirinya, Antam irit berkomentar. Kendati namanya termasuk yang direkomendasikan Tito, Antam mengatakan ia belum tentu mengikuti proses seleksi tersebut. “Mendaftar saja belum tentu,” katanya.

Menurut seorang pengajar di kepolisian, Antam sebenarnya bukan orang yang dijagokan Tito. Menurut dia, Tito sudah mempertimbangkan aspek rekam jejak Antam ini. “Posisinya seperti decoy, sehingga orang nanti sibuk mempersoalkan Antam,” ucapnya. Padahal, kata dia, jagoan Tito sebenarnya adalah jenderal polisi yang pernah punya rekam jejak sebagai pegawai KPK dan kini bertugas di Kepolisian Daerah Jawa Barat. “Dia akan mendaftar melalui jalur biasa,” ujarnya.

Panggung Bertabur Bintang/Tempo

Hingga Rabu, 26 Juni lalu, sudah 47 orang yang mendaftar melalui jalur biasa ke panitia. “Satu orang berasal dari kepolisian,” kata Al Araf, anggota panitia seleksi lain, Kamis, 27 Juni lalu. Namun Al Araf tak mau menyebutkan nama polisi yang mendaftar tersebut. Jenderal Tito Karnavian juga sudah memberikan pernyataan terbuka agar ada anggota polisi yang mendaftar di luar sembilan nama itu. “Untuk seleksi komisioner KPK ini, saya memberikan kesempatan kepada yang berminat untuk mendaftar,” ujarnya. “Agar ada perwakilan Polri di komisioner.”

Anggota Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan seleksi pemimpin KPK kali ini menguntungkan polisi. Selain syaratnya dibuat menguntungkan polisi, seperti pengalaman di penegakan hukum 15 tahun, beberapa anggota Panitia Seleksi dekat dengan kepolisian. “Ada skenario besar polisi akan menguasai pemimpin KPK,” katanya.

Anggota Panitia Seleksi yang dimaksudkan Kurnia tak lain adalah Yenti Garnasih; pendiri Setara Institute, Hendardi; guru besar Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji; dan guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto. Selain menjadi pengajar dan kerap dipanggil sebagai saksi ahli, dari keempat orang itu ada yang menjadi penasihat ahli Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Kepada Tempo, keempatnya mengatakan akan bersikap profesional. “Kami akan memilih orang sesuai dengan kecakapan, bukan kedekatan,” ujar Yenti.

MUSTAFA SILALAHI, LINDA TRIANITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus