Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pagar Laut Ilegal adalah Pidana. Mengapa Polisi Tak Menemukan Pelanggaran Hukum?

Pembuat pagar laut secara ilegal bisa dipidana. Ancaman hukumannya berlapis.

19 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nelayan membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, 18 Januari 2025. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polisi belum menemukan pelanggaran pidana pembuatan pagar laut di Tangerang dan Bekasi.

  • Dalam berbagai undang-undang, pemagaran laut merupakan tindakan ilegal yang merupakan tindak pidana.

  • Pemanfaatan ruang laut tanpa izin dan merusak lingkungan.

PULUHAN nelayan dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) merobohkan pagar laut yang terbentang di perairan pantai Tanjung Pasir, Tangerang, pada Sabtu, 18 Januari 2025. Dari total panjang pagar 30,16 kilometer yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji, Tangerang, mereka berhasil merobohkan 2 kilometer di antaranya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencananya, perobohan pagar berupa bambu yang ditancapkan ke dasar laut tersebut berlangsung hingga beberapa hari ke depan. "Ditargetkan tercabut sebanyak 2 kilometer per hari," ujar Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut III Jakarta Brigadir Jenderal Harry Indarto, Sabtu, 18 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya di Tangerang, pemagaran laut juga terjadi di perairan Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Baru-baru ini Kementerian Kelautan dan Perikanan menyegel pagar tersebut karena belum mengantongi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari KKP. Berbeda dengan pagar laut di Tangerang yang memanjang hingga puluhan kilometer, panjang pagar di perairan Bekasi hanya 2 kilometer.

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto menyatakan pendirian pagar laut di dua lokasi tersebut tidak berizin alias ilegal. Menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan tak pernah mengeluarkan izin PKKPRL. “KKP belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk pemagaran bambu yang dimaksud,” kata Doni pada Selasa, 14 Januari 2025.

Sekelompok nelayan yang mengatasnamakan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang mengklaim sebagai pembuat pagar laut itu. Koordinator JRP Sandi Martapraja mengatakan pagar itu dibangun secara swadaya oleh masyarakat untuk mencegah abrasi dan menahan ombak.

Adapun Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat menyatakan pagar laut di pesisir Bekasi sudah memiliki izin dibuat untuk penataan alur pelabuhan pendaratan ikan. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem DKP Jawa Barat Ahman Kurniawan mengatakan proyek tersebut merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Jawa Barat dan perusahaan swasta. Sebelum disegel KKP, pagar itu rencananya dibangun memanjang sampai 5 kilometer.

Ketua Ombudsman Mokhammad Najih mengatakan lembaganya mendapat aduan dari kelompok nelayan di Tangerang yang menyatakan tak tahu soal pendirian pagar laut itu. Menurut Najih, para nelayan bahkan mengaku kesulitan saat akan mencari ikan karena keberadaan pagar laut itu. Mereka harus mengambil rute memutar hingga 1,5 jam untuk menuju lokasi memancing.

Dalam lima bulan terakhir, menurut perhitungan Ombudsman, para nelayan merugi sekitar Rp 9 miliar. Kerugian itu disebabkan ongkos ekstra yang harus dikeluarkan nelayan untuk memutari pagar laut tersebut. Najih ragu akan klaim JRP sebagai pembangun pagar bambu itu. Ombudsman belum bisa memastikan siapa pemasang pagar laut itu. "Kami sedang dalami maladministrasi ini dilakukan oleh siapa,” ujar Najih saat dihubungi, 18 Januari 2025.

Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara Polri Irjen Mohammad Yassin mengatakan belum menemukan pelanggaran pidana dalam pemasangan pagar di perairan Tangerang dan Bekasi. "Sejauh ini belum ada tindak pidana yang terjadi dalam kasus tersebut,” ujarnya pada Kamis, 16 Januari 2025.

Pernyataan Yasin ini dibantah oleh Ketua Bidang Riset dan Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Gufroni. Menurut dia, pelanggaran pidana dalam kasus pemagaran laut tersebut jelas dan terang. LBH PP Muhammadiyah telah melaporkan pemagaran laut itu ke Badan Reserse Kriminal Polri pada Jumat, 17 Januari 2025.

Pagar Laut Pelanggaran pidana
Pemanfaatan ruang laut tanpa izin

Undang-Undang Nomor 1/2014 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 75. Setiap orang yang memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau
kecil yang tidak memiliki Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 75A. Setiap orang yang memanfaatkan sumber daya perairan
pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Undang-Udang 32/2014 tentang Kelautan

Pasal 49. Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap yang tidak memiliki izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)

Merusak pesisir dan perairan laut

Undang-Udang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 98 ayat 1
. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).

Melanggar tata ruang

Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang

Pasal 69 ayat 1. Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 69 ayat 2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Dalam laporannya, Gufroni menilai telah terjadi pelanggaran Pasal 75 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Menurut pasal itu, setiap orang yang memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan pulau kecil tanpa izin bisa dipidana.

Selain itu, menurut dia, tindakan pemasangan pagar di tata ruang laut melanggar Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. "Dua undang-undang ini sudah mengatur soal hukuman pidananya, cukup untuk menjerat pelaku pembuat pagar laut," ujarnya.

Untuk menyeret pelaku ke ranah pidana, menurut pasal itu, polisi tidak perlu menunggu adanya laporan kepolisian karena bukan delik aduan. Sebab, permasalahannya jelas dan di depan mata, terlebih sudah menjadi perhatian publik. "Penegakan hukum bisa dua: laporan atau temuan. Informasi tentang pagar laut sudah ada di mana-mana beritanya," kata Gufroni.

Soal perbedaan suara antara KKP dan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Gufroni menilai kurang terjalinnya koordinasi yang baik di antara keduanya. Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, menurut dia, kewenangan penerbitan izin dan pemanfaatan ruang laut di bawah 12 mil, di luar urusan dari minyak dan gas bumi, ada di pemerintah provinsi. 

Sedangkan ruang laut di atas 12 mil dari daratan berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Gufroni mendorong agar permasalahan ini segera dirampungkan dan tidak berhenti pada pembongkaran. Khususnya dalam kasus Banten, ia melihat telah jelas ada pelanggaran hukumnya.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Julius Ibrani sependapat dengan Gufroni soal tindak pidana pemasangan pagar laut di Tangerang. Menurut Julius, polisi bisa menjerat pemasang pagar bambu di laut Tangerang dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. 

Menurut pasal itu, pemanfaatan ruang laut secara menetap tanpa izin bisa dihukum dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 20 miliar. Pasal tersebut juga mengatur sanksi soal dampak pemanfaatan ruang laut secara sosial. Di Tangerang, kata Julius, pagar itu telah membatasi mobilitas masyarakat.

Julius juga menyatakan polisi harus menjerat pelaku pemasangan pagar laut di Tangerang karena merusak lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar. Polisi, menurut dia, bisa menggunakan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurut pasal itu, setiap orang yang sengaja melakukan perusakan lingkungan terancam pidana paling singkat 3 tahun penjara dan maksimal 10 tahun penjara. "Materialnya bambu, plastik, jaring plastik, kertas, dan tripleks pressure laminated yang merusak lingkungan," ujarnya saat dihubungi secara terpisah.

Sependapat dengan Julius, dosen hukum kelautan dan maritim Universitas Airlangga, Nilam Andalia Kuriasari, mengatakan pendirian pagar di area kelautan sudah termasuk pemanfaatan ruang laut. Dia pun menjelaskan makna frasa menetap dalam Pasal 49 Undang-Undang Kelautan. Menurut Nilam, frasa itu artinya sebuah bangunan yang tak bergerak. Karena itu, dia menilai frasa ini terpenuhi dalam pemasangan pagar laut.

Nilam pun menilai pelanggaran makin jelas jika pendirian pagar berdampak pada terbatasnya akses masyarakat, seperti nelayan, atas ruang laut itu. “Nelayan kan berhak mencari ikan di mana saja di wilayah Indonesia,” tuturnya saat dihubungi pada Sabtu, 18 Januari 2025.

Menurut Nilam, kasus pagar laut di Tangerang timbul karena lemahnya pengawasan. Dia melihat hal itu karena pagar tersebut diduga sudah berdiri lebih dari satu tahun dan seperti didiamkan oleh aparat penegak hukum.

Apalagi posisi pagar laut di Tangerang berada dekat dengan bibir pantai. Menurut Nilam, baik KKP maupun aparat penegak hukum seharusnya bisa dengan mudah mendeteksi jika ada pelanggaran sejak awal.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Jihan Ristiyanti

Jihan Ristiyanti

Lulusan Universitas Islam Negeri Surabaya pada 2021 dan bergabung dengan Tempo pada 2022. Kini meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus