Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bisakah Beking Judi Online Dijerat Pasal Pencucian Uang?

Penggunaan pasal pencucian uang akan memudahkan penyidik menelusuri aliran dana hasil perjudian online.

28 November 2024 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polisi menetapkan 28 tersangka beking judi online pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital.

  • Penggunaan pasal pencucian uang akan memudahkan penyidik menjerat pelaku lain dan menelusuri aliran dana hasil kejahatan ini.

  • Pasal pencucian uang juga bisa digunakan untuk menyita aset hasil perjudian.

DIREKTORAT Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan 28 tersangka beking judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Polisi berencana menggunakan aturan tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menjerat kaki tangan bandar judi online yang masih berkeliaran. Aturan ini juga bisa digunakan untuk menyita aset-aset bandar judi tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Karena itu, kami selalu bekerja sama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), serta perbankan,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada kepada Antara, pekan lalu. “Karena yang tahu alirannya itu PPATK.”  

Perampasan aset bandar judi oleh negara dinilai penting untuk memulihkan kerugian akibat aktivitas perjudian. Aset rampasan itu nanti bisa digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa. “Pemanfaatannya sudah tentu harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan,” ujar anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Sukamta.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah tersangka dan barang bukti ditampilkan dalam konferensi pers pengungkapan kasus judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, 25 November 2024. TEMPO/Ilham Balindra

Berdasarkan aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 426 dan Pasal 427, perjudian masuk kategori tindak pidana. Pelaku dapat dikenai hukuman pidana dan denda, serta hasil dari perjudian dapat disita sebagai barang bukti dan dirampas untuk negara.

Sukamta menyebutkan aturan dalam KUHP itu diperkuat oleh Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian dalam Pasal 7 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa negara berhak menyita aset yang terbukti diperoleh dari hasil tindak pidana. "Intinya, aset yang disita dari aktivitas ilegal dan kejahatan ini harus dikelola dengan baik oleh negara serta dialokasikan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara," ucapnya.

Misalnya, kata Sukamta, uang sitaan bisa digunakan untuk menutup defisit anggaran atau kerugian lain yang disebabkan oleh kejahatan tersebut. "Aset yang disita, baik dalam bentuk uang, properti, maupun kendaraan, dapat dialokasikan untuk program-program publik,” tuturnya. “Jika aset tersebut digunakan untuk membangun fasilitas umum, tentu dampaknya akan sangat positif bagi masyarakat."  

Pakar hukum tindak pidana pencucian uang dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Yunus Husein, mendukung rencana kepolisian menerapkan UU TPPU bagi para pelaku perjudian online. “Diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” kata Yunus pada Rabu, 27 November 2024.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 

Pasal 3 

Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak sepuluh miliar rupiah.

Pasal 4

Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak lima miliar rupiah.

Pasal 5

(1) Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

 
Menurut Yunus, penggunaan pasal pencucian uang dalam menindak para tersangka menguntungkan negara. Misalnya, penyidik akan mendapat kemudahan untuk mendapatkan informasi tentang data perbankan dan dalam bentuk kerja sama internasional. Aset orang-orang yang buron ataupun meninggal juga bisa dirampas negara.  

Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, sependapat dengan Yunus. Dalam kasus judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komdigi ini, kata Fickar, akan lebih mudah bagi polisi untuk menjerat para tersangka dengan UU TPPU. “Karena tidak mungkin aparatur sipil negara memiliki kekayaan berlimpah dalam waktu singkat,” katanya. “Asal-usul kekayaannya bisa ditelusuri bila dijerat dengan TPPU.”  

Untuk menggunakan pasal TPPU, kata Fickar, polisi harus membuktikan adanya perbuatan melindungi bandar-bandar dan situs web judi online. Harus dibuktikan juga berapa uang yang diterima atas jasanya melindungi situs-situs web judi online tersebut. “Ini akan menjadi tantangan karena pembuktiannya tidak mudah,” tuturnya. 

Fickar mengatakan penerapan KUHP dan UU TPPU akan saling mendukung untuk menjerat orang-orang yang terlibat. KUHP bisa digunakan untuk tersangka yang melindungi kegiatan judi online, sedangkan UU TPPU untuk tersangka yang melindungi atau menyembunyikan hasil kejahatan.

Pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, Fatahilah Akbar, berpendapat penggunaan UU TPPU dalam kasus perjudian dibutuhkan untuk menelusuri aliran dana hasil kejahatan. Hasil penelusuran ini bisa digunakan untuk menjerat pelaku-pelaku lain, juga merampas aset hasil tindak pidana. Pasal 3 UU TPPU dinilai paling cocok untuk disangkakan kepada mereka karena secara aktif menyamarkan sumber dana.

“Namun predicate crime-nya saya tidak setuju kalau pasal perjudian,” ucapnya. “Seharusnya ini pasal korupsi karena menerima suap dengan menyalahgunakan kewenangan di Kementerian Komdigi.”  

Untuk mendakwa para tersangka dengan pasal TPPU, kata Fatahilah, harus dibuktikan bahwa hasil judi online memang ditransfer atau ditempatkan di berbagai rekening, investasi, pembelian, dan sebagainya. Karena itu, perlu adanya tracing dari PPATK.

Tidak tertutup kemungkinan polisi akan mengalami kendala dalam mengusut tindak pidana pencucian uang pada kasus ini. Apalagi jika uang yang diperoleh dan dimiliki para tersangka berbentuk tunai. “Sulit dilacak,” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Kantor Berita ANTARA berkontibusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus