Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengingatkan Polri untuk tidak menunda penuntasan kasus dugaan intimidasi terhadap band Sukatani. "Menunda-nunda penuntasan kasus hingga publik melupakan atau menutup-nutupi kasus yang melibatkan personel bisa ibaratkan menutupi atau menyimpan kotoran yang baunya tetap akan tercium juga," kata Bambang kepada Tempo saat dihubungi Kamis, 27 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menekankan pentingnya transparansi dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) sebagai bentuk akuntabilitas publik. "Propam harus transparan karena itu adalah wujud public accountability," ujarnya. Sebab di era digital saat ini, lanjut Bambang, rekam jejak mudah diakses, sehingga upaya menutupi kasus justru dapat merugikan citra dan reputasi kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus ini bermula ketika duo electro-punk asal Purbalingga, Sukatani, merilis lagu berjudul "Bayar Bayar Bayar" yang berisi kritik terhadap praktik pungutan liat yang kerap dilakukan polisi. Pada Kamis 20 Februari 2025, Sukatani mengunggah video permohonan maaf kepada Kapolri dan institusi Polri setelah lagu dengan frasa "Bayar polisi" itu viral di berbagai platform media sosial.
Tidak hanya itu, Sukatani juga menyatakan menarik lagu tersebut dari peredaran dan meminta pengikutnya untuk menghapus karya seni tersebut di platform-platform yang ada di sosial media. Lagu tersebut memicu dugaan intimidasi dari pihak kepolisian, termasuk intervensi yang menyebabkan salah satu personelnya (Twister Angle) diberhentikan dari pekerjaannya sebagai guru.
Menanggapi hal ini, Divisi Propam Polri telah memeriksa enam personel Direktorat Reserse Tindak Pidana Siber Polda Jawa Tengah. Per Sabtu malam, polisi menyebut telah memeriksa lagi dua personel Ditressiber Polda Jateng. Dengan demikian, jumlah anggota yang diperiksa menjadi enam orang.
"Saat ini, dua personel lain dari Ditressiber Polda Jateng telah diperiksa, sehingga total ada 6 enam personel yang dimintai keterangan," demikian pernyataan resmi Polri melalui akun X @DivpropamPolri pada Sabtu malam, 22 Februari 2025.
Bambang menilai, tindakan intimidasi semacam ini justru menjadi blunder bagi kepolisian dan dapat meningkatkan apatisme publik terhadap fungsi penegakan hukum oleh Propam. Ia mengingatkan bahwa Polri seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan sebaliknya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menyatakan bahwa Polri tidak antikritik dan menganggap kritik sebagai masukan untuk evaluasi. Ia juga menduga adanya miskomunikasi yang menyebabkan permintaan maaf dari band Sukatani.
Bambang mengapresiasi langkah Polda Jawa Tengah dan Propam Polri yang menyatakan sedang menyelidiki personel yang diduga mengintimidasi dan memaksa meminta maaf. Namun, ia menekankan bahwa langkah tersebut harus disertai dengan tindakan nyata, seperti penegakan aturan internal secara konsisten dan proses hukum bagi anggota yang terbukti melakukan pelanggaran.
Ia juga mengusulkan agar Polri melakukan terobosan untuk memperbaiki citra, misalnya dengan mengundang Sukatani dan menobatkannya sebagai Duta Anti-Pungli atau Anti-Suap Polri. Langkah ini, menurut dia, dapat menunjukkan komitmen Polri dalam menerima kritik dan melakukan perbaikan internal.