Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Penyakit Playaholism dalam Tubuh Eksekutif

Gangguan jiwa playaholism menyerang para eksekutif khususnya di negara maju. mereka terlalu ketat membuat jadwal berolahraga. perilaku bossy para eksekutif dibawa-bawa ke tempat olah raga.

6 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gangguan jiwa ini belum merambah ke Indonesia. Kecuali, lagak ngebos seperti ia sedang di kantornya. DALAM tubuh bugar mestinya terdapat jiwa segar. Tapi punya bawaan jadwal ketat dalam olahraga rupanya tak selalu bagus. Buktinya, di kalangan eksekutif yang rajin olahraga, seperti di Jepang, AS, dan Inggris, kini berkembang penyakit baru yang disebut playaholism. Gangguan yang "nge trend" sejak awal tahun ini menurut majalah The Economist, edisi 22 Juni lalu, disebabkan ketatnya jadwal berekreasi -- umumnya ini berolahraga. Sehingga yang memiliki sederet acara pada hari berolahraga (beragam jenis) kemudian terjerat jadwal yang dijalinnya sendiri. Ini ironis. Apalagi kini banyak eksekutif di negara maju yang terkenal workaholic, pecandu kerja, itu cenderung menambah jam kerja. Akibatnya, mereka makin kekurangan waktu untuk berehat dan senang-senang. Jadi, antara kerepotan kerja dan kesempatan rekreasi baginya sudah ibarat telur dengan ayam. Kesibukan beruntun dan sedikit keluangan itu tentu menuntut cara membagi waktu secara efisien. Sebaliknya, karena efisiensi yang terlalu tinggi itu -- termasuk membagi waktu untuk santai -- justru dibelit perkara baru. Ia jadi belepotan tergesa-gesa, sekalipun untuk rileks atau berolahraga. Contohnya, ingat saja saat Presiden AS George Bush yang sempat golf, padahal Perang Teluk sedang berkecamuk. Dan mungkinkah seseorang merasa segar (fit) main squash, sementara beberapa jam lagi ia harus nonton drama? Bagaimana seseorang yang merencanakan bertanding tenis, tapi sekaligus sibuk karena juga merancang waktunya untuk pertemuan klub sehat yang sebentar lagi dihadirinya. Di samping itu, hari itu, harus pula ia mengikuti turnamen golf antar-eksekutif. Pada saat seorang eksekutif merasa sudah kehabisan waktu untuk berekreasi (atau maksudnya berolahraga), ini membuatnya stres. "Dan inilah awal ia terkena playaholism," kata Jim Storan dari Priority Management di AS. Storan, konsultan di perusahaan besar Nestle dan Ford. Ia membantu eksekutif menggunakan waktu agar lebih efektif. Bahkan merupakan ancaman jika sudah sulit menyediakan waktu untuk olahraga. Dengan olahraga, diharapkan mendapat kekuatan baru, agar bisa lebih kreatif. Padahal, menurut Storan, untuk jadi manajer yang baik serta kreatif, ia harus hidup santai dan punya waktu senggang yang benar-benar cukup. Jika waktu untuk berekreasi atau olahraga dijadwalkan sangat ketat -- sebagaimana jadwal kerja -- orang itu kehilangan kesempatan menyegarkan kembali tubuhnya. "Malah, ia kehilangan unsur rekreasi dari olahraga yang dilakukannya itu," ujar Jim Ricks, seorang psikolog di AS. Untuk mengatasinya, kata Ricks, penderita playaholic harus bisa mematikan dan mengunci alat pengatur jadwal olahraga -- seperti mesin faksimili dan telepon di rumahnya -- yang selama ini jadi "dewa". Pada hari Sabtu, buatlah acara santai bersama keluarga. Dan cobalah tidak melakukan kegiatan apa pun, minimal empat jam, pada tiap akhir pekan. Sebenarnya, playaholism sudah dikenal para psikolog sejak beberapa waktu lalu. Misalnya Michael Mahoney dari University of California, yang melihat banyak orang melakukan olahraga berlebihan (overtraining), karena perlu meningkatkan kebugaran yang optimal. Mereka dirasuki pikiran tentang adanya kelainan pada berat badan dan lemak tubuhnya. "Untuk itu, mereka senam, joging, atau main tenis melampaui batas," katanya. Sedangkan Dr. Richard M. Suinn, Kepala Jurusan Psikologi di Colorado State University, AS, melihat kecanduan tadi termasuk jenis gangguan jiwa. "Selain mereka itu cenderung meningkatkan porsi latihan. berolahraga bukan lari untuk kebugaran, tetapi untuk mencapai suatu tujuan yang sebenarnya tidak akan pernah terjangkau," katanya. "Malah, mengurangi porsi latihan berarti suatu kegagalan bagi mereka." Mungkin lain Irjanto Ongko, 27 tahun, yang merasa kurang segar kalau melanggar jadwal ketat. Eksekutif muda yang telah berolahraga 10 tahun ini belum sekali pun melanggar jadwal tetap. Dalam sepekan, Direktur Arya Upaya ini -- holding company dari Bank Umum Nasional Jakarta -- empat kali olahraga, seperti angkat besi, fitness, dan tenis. "Semua tujuannya agar saya merasa prima untuk melakukan yang eksotik," ujarnya pada Sandra Hamid dari TEMPO. Tapi penyimpangan dari tujuan olahraga, menurut Jo Rumeser yang saat ini mendampingi Tim PSSI Pra-Olimpiade di Hong Kong, memang sering terjadi. Lihat ketika musim joging menjamur. Mereka yang awalnya berolahraga sebagai aktivitas di luar kegiatan rutin dan mencari perasaan segar, akhirnya kecanduan. "Sehari enggak joging, ada yang sakit atau merasa kurang srek," kata psikolog olahraga ini kepada Nunik Iswardhani dari TEMPO. Sebenarnya, porsi normal berolahraga bagi eksekutif dalam usia produktif (30-45 tahun), menurut dr. Sadoso, seminggu tiga kali, atau maksimal lima kali. Berolahraga berlebihan itu salah. "Namun, jika diberi tahu, biasanya mereka menampik," ujar dokter olahraga itu. Walau demikian, playaholism belum merasuk kemari. Eksekutif Indonesia, kata Sadoso, bahkan kurang porsi berolahraga. Kalaupun mereka pergi ke tempat olahraga, tapi untuk ngobrol. Dan bukan cuma itu. Menurut Briant Billdt, advisor di Clark Hetch, Hotel Hilton, Jakarta, perilaku bossy para eksekutif itu ternyata dibawa-bawa juga ke tempat olahraga. "Ya, lagak lagu ngebos itu seperti ia sedang di kantornya," katanya. Rustam F. Mandayun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus