Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Penyelundupan Pekerja Migran Marak Lewat Batam, Mafia Tekong Untung Ratusan Juta

Para pekerja migran itu membayar sekitar Rp 10 juta atau lebih kepada para tekong. Dari rombongan ini saja, 16 PMI yang diselundupkan dari Malaysia.

22 Mei 2024 | 06.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, BATAM - Sebanyak 16 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ditemukan di Pulau Kosong Tanjung Acang, Nongsa, Batam, merupakan PMI non prosedural. Mereka pulang secara ilegal dari Malaysia masuk ke Batam menggunakan jasa jaringan penyelundupan PMI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asintel Danlantamal IV Kolonel Laut (P) Joko Santosa mengatakan, indikasi sementara para tekong atau pengurus mereka sengaja menelantarkan PMI karena takut ditangkap aparat keamanan. "Para PMI non prosedural ini berangkat dari Malaysia menuju Batam secara non prosedural," kata Joko saat penyerahan 16 PMI Non Prosedural tersebut ke Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), di Dermaga Satrol Lantamal IV, Punggur, Selasa, 21 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Joko mengatakan hitungan sementara, mafia yang berkecimpung membawa para PMI ini mendapatkan untung yang menggiurkan. "Pernyataan sementara, pelaku dibayar Rp 10 juta lebih, kalau dikalikan 16 orang, Rp 160 juta, itu pun ada yang lebih. Keuntungan mereka tanpa memperhitungkan nyawa," katanya.

Menurut Joko, mengatasi masalah penyelundupan PMI ini harus diselesaikan dari hulu. "Maksudnya harus diberikan edukasi kepada para pekerja yang semuanya berasal dari luar Kepri agar masuk tidak secara ilegal lagi, stopnya harus dari hulu," katanya.

Sebanyak 16 PMI ini berasal dari Lombok Timur, satu orang dari Medan. "Pekerja ini dapat informasi lowongan kerja Malaysia dari Facebook dan Instagram," katanya.

Joko menegaskan kasus seperti ini juga menjadi atensi pihaknya, karena ada potensi para pekerja membawa barang-barang ilegal. Di kesempatan yang sama, Kepala BP3MI Kepri Kombes Imam Riyadi mengatakan akan menelusuri mafia di balik kasus ini. "Nanti kami akan koordinasi dengan penyidik Polri," kata Imam usai menerima 16 PMI tersebut.

Ia mengatakan kasus serupa menjadi perhatian BP2MI. "Pekerja migran adalah insan yang betul dilindungi, apapun situasi dan kondisi mereka, saudara kita ini belum beruntung hidup dan nasibnya," kata Imam.

Ia melanjutkan, pekerja migran sengaja dieksploitasi oleh sindikat mafia penyelundupan PMI, tanpa melihat sisi kemanusiaan. "Mana rasa kemanusiaan mereka? Ditelantarkan di pulau," ujarnya.

Imam mengaku belum mendata jumlah PMI yang ditemukan dipulangkan secara non prosedural dari Malaysia. Hanya saja beberapa bulan belakangan ini Lantamal sudah menyerahkan tiga kasus serupa. "Ini sudah kejadian yang kesekian kalinya, tetapi jumlah PMI-nya nanti kami laporkan lagi," kata Imam.

Ia menegaskan Kepri hanya dijadikan transit oleh para pelaku karena jika langsung diberangkatkan dari daerah asal maka aktivitas ilegal ini akan cepat terdeteksi. "Karena lokasi Kepri ini strategis karena menjanjikan, apalagi Batam pulaunya luas, para pelaku ingin pemberangkatan secara cepat," ujarnya.

BP2MI akan menfasilitasi pemulangan 16 PMI setelah semua keterangan diambil untuk melakukan investigasi lanjutan. "Kami kembalikan ke alamat masing-masing,” katanya.

Dansatrol Lantamal IV Letkol laut (P) Tony Priyo Utomo mengatakan, investigasi awal para PMI tidak mengenali mafia yang memberangkatkan mereka. "Tetapi nanti BP3MI akan melanjutkan pemeriksaan," ujarnya. 

Tony menjelaskan untuk biaya keberangkatan, masing-masing PMI mengeluarkan duit kisaran Rp 10-15 juta. "Tergantung mereka mau langsung ke Lombok atau ada yang ingin sampai Batam saja," katanya. Tony menjelaskan mafia yang membawa PMI ini adalah orang Indonesia, bukan dari Malaysia. Usai konferensi pers 16 PMI langsung dibawa BP3MI.

Salah seorang PMI, Dendi Herdiyansyah mengatakan, membayar sebesar 3.500 riggit Malaysia untuk mereka bisa menyeberang ke Batam secara non prosedural. "3.500 ringgit Malaysia itu sampai ke Lombok," kata Dendi.

Ia mengaku tidak akan ke Malaysia lagi jika harus menggunakan jalur ilegal. "Kalau legal saya mau, selama ini ilegal karena biar cepat, kalau legal bisa dua tahun baru bisa berangkat," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus