Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pekerjaan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), sebuah lembaga independen yang bertanggung jawab pada Presiden, tampaknya bertambah akhir-akhir ini karena banyaknya kasus pelanggaran etik dan menjurus kriminal para dokter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Setelah kasus dokter Priguna Anugerah Pratama, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Padjadjaran (PPDS Unpad) menjadi tersangka pemerkosaan keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, bermunculan laporan lain terkait dugaan pelanggaran oleh dokter di tempat lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pekan lalu, muncul laporan dugaan kekerasan seksual dilakukan seorang dokter spesialis kandungan terhadap pasiennya di Garut, Jawa Barat. Setelah itu, muncul lagi kasus seorang dokter peserta PPDS di Universitas Indonesia, merekam seorang mahasiswa yang sedang mandi.
Konsil Kesehatan Indonesia menyatakan telah mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) milik dua dokter yang diduga melakukan pelanggaran berat, tindak pidana kekerasan seksual di Jawa Barat. Salah satu kasus telah masuk ke ranah hukum dan menetapkan dokter Priguna Anugerah Pratama (PAP) sebagai tersangka.
“Kami sudah mencabut STR dari yang bersangkutan. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan di provinsi, kabupaten, dan kota untuk mencabut semua SIP (surat izin praktik) dari dokter tersebut,” kata Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Arianti Anaya di Jakarta, Kamis, 17 April 2025.
Kasus pertama melibatkan PAP, dokter yang bertugas di RS Hasan Sadikin, Bandung. Menurut KKI, kasus ini murni tindak pidana dan sudah ditangani kepolisian. “Kami sudah mendapatkan surat resmi dari fasilitas kesehatan dan pihak kepolisian terkait status tersangka ini. Maka tentu kami harus bergerak cepat,” ujar Arianti.
Ia menjelaskan, tanpa STR, secara otomatis seluruh Surat Izin Praktik dokter tersebut gugur.
Kasus kedua terjadi di Kabupaten Garut dan melibatkan dokter berinisial WSF. Awalnya, laporan terkait pelanggaran etika profesi diselidiki oleh Majelis Disiplin Profesi (MDP). Namun hasil investigasi menunjukkan adanya indikasi tindak pidana.
“Kemarin malam mereka sudah melaporkan ternyata hasil investigasinya ada tindak pidana yang dilakukan,” ujarnya. Laporan ini kemudian diteruskan ke aparat penegak hukum.
Saat ini, STR milik WSF telah dinonaktifkan sementara. KKI menunggu proses hukum berjalan untuk menentukan apakah pencabutan permanen akan dilakukan. “Kalau nanti statusnya sudah jelas, maka kita pun akan menaikkan status pencabutan STR-nya,” kata Arianti.
Menurut KKI, perbedaan penanganan dua kasus ini terletak pada status hukum. Dalam kasus PAP, karena tersangka sudah ditetapkan, pencabutan STR dilakukan segera. Sementara WSF masih menunggu proses lanjutan.
“Mudah-mudahan ini adalah kasus yang terakhir. Tetapi intinya pengawasan itu memang harus terus kita lakukan,” ujarnya.
KKI menyatakan, selain sanksi etik, sanksi pidana terhadap tenaga medis berada di aparat penegak hukum. “Kalau memang itu ada pidana yang dilakukan, tentu itu menjadi ranah pihak berwajib,” katanya.
Pada saat Ketua KKI mengeluarkan pernyataan tersebut, Polres Garut telah menetapkan WSF sebagai tersangka. Artinya, KKI juga akan mencabut surat tanda registrasi dokter WSF.
Belum selesai urusan di Jawa Barat, terjadi dugaan pelecehan yang dilakukan dokter di Malang, Jawa Timur.
Pencabulan di Ruang Rawat Inap di Malang
Seorang dokter berinisial AYP diberhentikan sementara oleh manajemen Persada Hospital Malang akibat dugaan pelanggaran etika terhadap pasien perempuan asal Kabupaten Serang, Provinsi Banten, pada akhir September 2022.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, dugaan pencabulan oleh dokter AYP terjadi pada seorang selebgram ketika sakit saat berlibur di Kota Malang sehingga menjalani rawat inap di Persada Hospital pada 27 September 2022.
Pada 28 September, dokter AYP memasuki ruang inap tanpa didampingi perawat atau suster. AYP lalu meminta korban membuka pakaian atas dan penutup organ intim bagian dada. Korban sempat keberatan, tapi AYP membujuk hingga akhirnya korban mau diperiksa.
Lalu AYP melakukan pemeriksaan menggunakan stetoskop pada bagian atas dada dari kiri ke kanan, masing-masing berdurasi sekitar 5 menit. Saat pemeriksaan berlangsung, jemari AYP meraba area sensitif.
Bahkan, kata sang sumber, dokter AYP juga memotret pasien setelah pemeriksaan selesai. Korban menjadi sangat marah.
“Korban makin curiga karena saat pemeriksaan berlangsung, dokter itu menutup seluruh kain tirai ruangan pasien tanpa didamping suster,” kata sumber Tempo.
Setelah dokter AYP keluar ruangan, korban juga melihat keluar dan sempat berjumpa dengan seorang suster. Keduanya terlibat obrolan singkat. Korban memastikan suster tersebut melihat langsung dokter AYP memasuki ruang pasien tempat korban dirawat.
Kata sumber, korban mengalami mental block—hambatan psikologis yang menyebabkan korban sulit berpikir jernih, mengambil keputusan maupun menyelesaikan tugas—dalam waktu cukup lama.
Korban baru berani bersuara setelah kasus perkosaan yang dilakukan dokter Priguna Anugerah Pratama, terhadap keluarga pasien dan pasien di RSHS Bandung, menjadi sorotan publik.
Korban mengunggah dugaan tindak pencabulan yang dia alami melalui akun Instagram pribadinya, sekitar 4 jam setelah akun media sosial dokter AYP tidak aktif dan juga tiadanya identitas dokter AYP pada website Persada Hospital.
Supervisor Humas Persada Hospital Sylvia Kitty Simanungkalit menyatakan prihatin dan menyayangkan adanya tuduhan tentang pencabulan sebagaimana ramai diinformasikan melalui media sosial dan pemberitaan pers.
“Kami sangat prihatin dan menyayangkan adanya tuduhan tersebut serta menegaskan bahwa pelanggaran etika dalam bentuk apa pun tidak akan ditolerir di lingkungan Persada Hospital,” kata Kitty dalam jumpa pers pada Jumat, 18 April 2025.
Kasus Dokter Merekam Mahasiswi Mandi
KKI tampaknya harus kembali menangani pelanggaran anggotanya setelah seorang dokter yang tengah mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Indonesia (PPDS UI) dilaporkan ke polisi atas dugaan pelecehan seksual.
Pelapor adalah seorang mahasiswa perempuan yang sedang mengikuti praktik kerja lapangan. "UI sangat prihatin dan menyesalkan adanya laporan dugaan pelecehan seksual yang melibatkan salah satu mahasiswa kami," kata Direktur Humas, Media, Pemerintah dan Internasional UI, Arie Afriansyah pada, Jumat, 18 April 2025. "Ini persoalan serius dan harus segera ditindaklanjuti."
Menurut Arie, karena kasus ini masih dalam proses penanganan, kampus UI belum dapat memberikan tanggapan lebih lanjut. "Ini untuk menjaga privasi semua pihak yang terlibat," katanya.
Dugaan pelecehan seksual tersebut dilaporkan ke Polres Jakarta Pusat. Dokter PPDS disebut mengintip dan merekam mahasiswa perempuan yang sedang mandi melalui ventilasi udara.
Arie mendukung dan menghargai proses hukum yang tengah berjalan. Ia berharap persoalan ini bisa segera diselesaikan oleh pihak berwenang. "Semoga tidak ada lagi kejadian serupa di masa yang akan datang," kata Arie.
Kampus pasti akan memberikan sanksi kepada dokter PPDS itu jika memang terbukti bersalah. Sanksi itu sesuai dengan aturan yang berlaku di UI. "Nanti akan ada tim penanganan kasus ini secara khusus," ucap Arie.
Polres Metro Jakarta Pusat menetapkan dokter PPDS itu sebagai tersangka kasus pornografi.
"Kami sudah melaksanakan gelar perkara dan terhadap terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, tersangka berinisial UF berdasarkan hasil gelar perkara terbukti merekam korbannya yang merupakan seorang mahasiswi saat mandi di dalam indekos di Jakarta Pusat, pada Selasa, 15 April 2025. Korban pun langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Metro Jakarta Pusat.
Susatyo mengatakan bahwa dalam perkara itu, pihaknya telah memeriksa empat orang saksi dan seorang ahli pidana serta telah mengamankan tersangka berikut telepon genggam yang digunakan untuk merekam.
Tersangka telah memenuhi unsur untuk dikenakan Pasal 29 junto Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 junto Pasal 9 UU RI No 44 tahun 2008 Tentang Pornografi. Akibat perbuatannya, kata dia, tersangka diancam pidana penjara paling lama 12 tahun.
Intan Setiawanty, Abdi Purmono, Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini