Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Perawan untuk tarsan

Lisa, 13, mengaku dinodai tarsan, 24, di desa simpangketenong, bengkulu utara. keperawanannya dijadikan tumbal oleh misra, istri tarsan. namun polisi sulit mencari bukti, karena terjadi 3 bulan lalu.

14 Maret 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MISRA menjadikan saya sebagai tumbal keperawanannya," kata Lisa bukan nama sebenarnya. Gadis montok dan berkulit kuning langsat yang berusia 13 tahun itu terisak-isak menceritakan pengalamannya dinodai Tarsan, 24 tahun. Peristiwa yang menimpa Lisa di Desa Simpangketenong, Bengkulu Utara, itu terjadi pada 6 Desember tahun silam, tetapi baru dilaporkan ke polisi akhir Februari lalu. Malam itu Misra mengajak Lisa menemaninya tidur di dangaunya, yang berdiri di sawahnya yang tak sampai satu hektare itu. "Tarsan ke Bengkulu," kata Misra, 24 tahun. Lisa sudah akrab dengan keluarga Tarsan. Ia tak curiga. Apalagi dua temannya, Cui dan Nurlela, kata Misra, diajak juga menginap di dangaunya itu, yang bersebelahan dengan sawah milik Darwis, ayah Lisa. Pukul lima sore Lisa muncul. Namun, Cui dan Nurlela tak hadir. "Tunggulah, sebentar lagi mereka datang," kata Misra, membujuk Lisa. Sekitar pukul delapan malam, pintu dangau diketuk Tarsan. Katanya ia gagal ke Bengkulu karena tak ada lagi kendaraan. Lisa minta diantar pulang ke rumahnya. "Sudah malam, lebih baik tidur saja di sini," ujar Tarsan. Lisa menolak. Tiba-tiba Tarsan bangkit, sambil menggenggam golok. "Malam ini, kau akan kujadikan istri kedua," bentaknya. Lalu Misra menjambak rambut Lisa dari belakang. Gadis itu jatuh tertelentang. Di bawah ancaman golok, menurut Lisa, upacara kurban perawan itu berlangsung. Lisa tidak berdaya. "Saya tak ingat apa-apa lagi. Saya pingsan," ujar Lisa. Paginya ia pulang sendirian. Ia tidak memberitahukan peristiwa itu kepada siapa pun. "Saya diancam. Tarsan akan membunuh kedua orangtua saya bila perbuatannya itu dibocorkan," katanya. Tapi belakangan merebak juga kabar terenggutnya keperawanan Lisa itu, dan berlanjut ke telinga keluarga Darwis. Menurut Darwis, 60 tahun, anaknya itu mengaku keperawanannya dikurbankan Misra untuk suaminya. Alasannya, Tarsan kecewa menikahi Misra pada tahun 1989, yang ketika itu sudah tidak perawan. Tarsan mengancam menceraikan Misra, walau mereka sudah mempunyai seorang anak. Kemudian Tarsan mengajukan syarat: cerai tak terjadi asal Misra mencari gadis yang perawan sebagai tumbalnya. Tapi, sebelum rencana itu terlaksana, Tarsan ditangkap polisi. Pemuda tamatan SMP ini terlibat perkelahian yang menyebabkan lawannya luka parah. Dua tahun ia mendekam di bui. April tahun lalu, ia keluar dari penjara. Rupanya, Tarsan masih ingat pada janji istrinya. Ia mendesak. Akhirnya, pilihan Misra jatuh kepada Lisa, anak kelima dari delapan bersaudara. Setelah ketahuan, Tarsan dilaporkan Darwis kepada polisi. Ia ditangkap. Tapi upaya penyidikan mati angin. Tarsan membantah cerita Lisa. Polisi sulit mencari bukti, apalagi laporan disampaikan setelah tiga bulan peristiwa berlangsung. Sementara itu, visum yang dibuat Dokter Ibnu Mutasir, kepala puskesmas Lubukdurian, menyimpulkan, selaput kelamin Lisa memang sudah rusak. "Benar malam itu saya menyetubuhi Lisa, tapi atas dasar suka sama suka," ucap Tarsan pada TEMPO. Katanya, bukan sekali itu ia bersebadan dengan Lisa. Sebelum peristiwa di dangau, ia sudah dua kali menyebadani Lisa, kemudian dibayar Rp 5.000. "Saya tahu Lisa disetubuhi suami saya ketika anak ini minta dibelikan pil KB. Tidak benar saya membantu Tarsan untuk memperkosa Lisa," ujarnya kepada polisi. Kapolwil Bengkulu, Kolonel Djauzi Sikumbang, menyangsikan keterangan Misra. "Tak masuk akal, masa di ruang sesempit itu perbuatan suaminya tidak diketahui istrinya yang juga tidur di situ," katanya kepada Aina R. Aziz dari TEMPO. Namun, Tarsan dibebaskan dari tahanan Polsek Kerkap. "Saya heran kenapa ia bebas berkeliaran, padahal kesalahannya sudah jelas," kata Darwis. Keinginan petani ini, "Saya minta polisi menahannya lagi dan mengajukannya ke pengadilan." Polisi merasa tidak berwenang menahan Tarsan terus-menerus. "Yang penting kini tiap hari ia dikenai wajib apel untuk memudahkan pemeriksaan," ujar petugas di Polsek Kerkap.z Hasan Syukur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus