Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perkawinan Di Celah Hukum

Beberapa kasus perkawinan semu untuk mendapatkan surat kewarganegaraan ri secara mudah dan murah. di riau cara-cara demikian masih berlangsung. (hk)

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Perkawinan Di Celah Hukum
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEMULA A Bie merasa beruntung bukan kepalang. Hanya sebagai pedagang buah kebanyakan, tiba-tiba dipungut menantu oleh seorang kaya di Tanjungpinang (Riau) -- dikawinkan dengan gadis cantik pula. Terus-terang kata A Bie (32 tahun), ia jatuh cinta kepada istrinya setengah mati. Tapi buntutnya tak enak di perut: Begitu surat kawin selesai diurus di Kantor Catatan Sipil, istrinya tak mau dirayu, bahkan "maunya pergi ke Singapura saja" tutur A Bie. Sang suami keberatan memberi izin untuk pengurusan paspor. Terjadi percekcokan. Lalu meningkat ke perceraian. Belakangan A Bie menyadari: Perkawinannya sesungguhnya semu -meski dilakukan sah menurut hukum yang berlaku. Ia hanya diperalat oleh seorang wanita yang ingin memperoleh surat kewarganegaraan secara mudah dan murah. Menurut seorang makelar, yang biasa mengurus surat-surat kewarganegaraan di Tanjungpinang, banyak "suami" yang bernasib sama dengan A Bie. Ada yang memang bayaran dan ada pula yang diperbodoh seperti halnya A Bie. Dengan sebuah akta perkawinan, menurut calo tadi, Surat Bukti Kewarganegaraan RI (SBKRI) lebih mudah dan murah diurus. Sedangkan naturalisasi biasa, di samping makan waktu bertahun-tahun, harus pula memenuhi berbagai persyaratan, biayanya juga bukan main. Tujuannya macam-macam. "Istri" A Bie disiapkan oleh orang tuanya, WNA, sebagai ahli waris kekayaan yang berlimpah. Ada orang asing yang ingin punya paspor RI. Dan banyak imigran gelap dan WNA yang benar-benar ingin jadi warganegara -- tapi tak ingin repot dan merasa lebih murah "membeli suami" daripada mengurus naturalisasi. Beda Rumah Perkawinan di atas kertas secara hukum memang sulit dipersalahkan - "merupakan celah-celah hukum, " seperti kata seorang pejabat di Kejaksaan Agung. Sehingga pengadilan, seperti kata Humas Pengadilan Negeri Tanjungpinang Santun Napitupulu, tak pernah menemukan kasus perkawinan semu, meski banyak orang asing meminta SBKRI melalui perkawinan dengan WNI. Selama dokumen yang diperlukan dipenuhi pemohon, menurut Napitupulu, sulit bagi pengadilan untuk tidak mengabulkan permohonan tersebut. Namun Hakim Suwandono, yang pernah menangani banyak urusan kewarganegaraan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kadang-kadang mencurigai dokumen yang secara formal kelihatan sah. Pernah, seorang wanita minta diakui sebagai warganegara, mengikuti suaminya yang WNI. Coba-coba Suwandono mengecek keadaan "rumah tangga" pemohon. Yang disebut suami oleh wanita tadi memang pribumi asli. Tapi ia adalah pelayan toko milik istrinya". Apa salahnya? "Saya memang tidak menolak permohonannya," kata Suwandono. Tapi ketika diminta melengkapi surat-surat -- yang sebenarnya tak perlu, hanya sekedar meyakinkan -- ternyata pemohon tak muncul lagi. Kartu penduduk (KTP) "suami-istri" tersebut memang menunjukkan alamat rumah yang berbeda. "Kalau sepasang suami-istri tidak hidup serumah, 'kan patut saya curigai sebagai perkawinan semu?" kata Suwandono. Memang, beberapa kasus yang mencurigakan terpaksa diloloskan Suwandono. Sebab, apa boleh buat, segala dokumen yang diperlukan tersedia secara lengkap dan meyakinkan. Sulit mengusut dokumen aspal -- asli tapi diperoleh dengan keterangan atau cara-cara palsu lainnya. Kantor Catatan Sipil di Kabupaten Kepulauan Riau, yang menghadapi banyak keturunan Cina, imigran gelap dan terutama bekas Hoakiao, memang berusaha agar tak menerbitkan akta perkawinan yang mungkin disalahgunakan untuk sekedar mengurus surat kewarganegaraan. Misalnya, seperti dikatakan seorang pejabat kantor itu, Sutarman, pengantin yang meminta pengesahan - umumnya mereka mengaku telah menikah secara adat beberapa waktu sebelumnya -- dikenai peraturan ekstra. Mereka harus menunjukkan surat keterangan kepala desa, yang menerangkan bahwa mereka memang hidup sebagai suami-istri, tinggal serumah seperti disaksikan para tetangga. Bahwa bisa terjadi kasus seperti si A Bie, apa mau dikata, jual-beli dokumen toh berlaku di mana-mana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus