Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pengantin-Pengantin Semu

Perkawinan semu ternyata banyak dilakukan untuk mendapatkan paspor r.i kejaksaan mulai mengungkapkan liku-likunya. terbongkarnya 2 orang cina, yang memperoleh paspor r.i dengan jalan pemalsuan. (hk)

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Pengantin-Pengantin Semu
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DENGAN langkah ringan "Lydia" memasuki bagian pemeriksaan paspor. Petugas di situ, Armili, dari shift . Satpamim (Satuan Pengamanan Imigrasi) Lapangan Udara Internasional Halim PK, mencocokkan foto yang tertera di buku paspor dengan wajah pemiliknya. Kesan pertama Armili pada wajah bll.lt telur, putih, berpotongan rambut pendek dan mengenakan celana jeandan blus krem itu: "Dia betul-betul cantik -- seperti batu giok!" Terbaca di paspornya: wanita tersebut "lahir di Jakarta, 17 November 1947," pekerjaan "ibu rumah tangga". Namun menurut pengamatan Armili, kulit wanita tersebut terlalu putih bagi seorang Cina kelahiran sini. Armili, seperti ceritanya kemudian, merasa dapat membedakan keturunan Cina dari bermacam-macam negara hanya melalui pandangan sepintas lalu saja. Ia dapat membedakan mana Cina Hongkong, Taiwan, RRC maupun dari Tanggerang. Maka sesuai dengan tugasnya, ia mengetes wanita itu. Pertama, ia menanyakan nama si pembawa paspor. Yang ditanya cuma senyum-senyum. Dan yallg menjawab, anehnya, seseorang yang kemudian diketahui bernama A Sui. Tentu saja Armili membentak A Sui agar tak ikut campur. Tiga kali Armili bertanya, lucu juga, tiga kali pula "Lydia" tak bisa mengatakan namanya sendiri. Armili lalu meminta pengawas bagiannya, Arwin, mengurus wanita Indonesia yang tak bisa diajak ngomong dengan bahasa Indonesia tersebut. Mulamula Arwin bertanya dalam bahasa Inggris. Si " Lydia" masih senyum-senyum melulu. Barulah, ketika petugas keimigrasian bertanya dengan bahasa Cina, wanita cantik yang mengaku hendak ke Singapura tersebut bisa menyebutkan namanya. Ketika ditanya di mana rumahnya, seperti dikisahkan Armili kemudian, wanita itu mengeluarkan secarik kertas -- rupanya contekan dan membacanya terpatah-patah: "Peto-jo... " Pokoknya Beres Tak salah lagi, begitu pendapat Armili maupun Arwin, ada sesuatu yang tak beres. Mereka lalu meminta kepala regu, Anton Silitonga, mengurus wanita itu. Imigrasi lalu menghambat kepergian "Lydia". Seorang wanita tua, ternyata ibu "Lydia" dan berpaspor Taiwan, bermaksud hendak membatalkan perjalanannya bila anaknya tak diperkenankan berangkat. Tapi berhubung pada hari itu visanya habis, maka Imigrasi mengharuskan dia terbang hari itu juga ke Singapura. "Lydia" harus menghadapi pemeriksaan. Selama itu, A Sui mondar-mandir di luar ruangan, mencari kesempatan bertemu dengan wanita yang diantarnya atau dengan salah seorang petugas. Baik Armili, Arwin maupun Anton, kata mereka, "digoda" A Sui dengan kata-kata seperti: "Bisa diatur 'kan, pak . . . pokoknya beres . . . !" Peristiwa di atas terjadi belum lama ini. Seminggu kemudian setelah peristiwa tersebut, 21 April, Regu C Satpamim yang dipimpin Anton juga menjumpai urusan yang sama. Sore itu, seorang wanita mengenakan baju dan celana bermotif kulit macan -- tak kalah cantiknya dengan si "Lydia" tempo hari - melenggang di bagian pemeriksaan paspor. Pengantarnya seorang laki-laki perlente, yang sempat dicatat identitasnya oleh Anton bernama Agus Sunardi Nugraha, 42 tahun direktur PT Nugindo dan beralamat di Jalan Batu Ceper 50 A (Jakarta Pusat) -- keterangan ini tengah diselidiki. Sama dengan si Lydia, wanita yang bernama Chou Yu Show, 31 tahun, kelahiran Fai Chung, meski berpaspor Indonesia, ternyata tak bisa berbahasa sini. Kecurigaan petugas, apalagi setelah peristiwa seminggu sebelumnya, segera saja timbul. Kepergian Yu Show dihambat. Djoni Dan ternyata, tak ada bedanya dengan "Lydia", paspor aslinya diperoleh dengan cara tak beres. April lalu Kejaksaan Agung menerima perkara kedua orang Taiwan tersebut. Dan pertengahan Juni ini kasus tersebut diungkapkan. Lydia, menurut Santosa Wiwoho, pejabat di Kejaksaan Agung, sesungguhnya bernama Yen Chu Chu, berpaspor Taiwan, penari disko di beberapa klub malam. Entah sudah berapa kali ia mondar-mandir ke Jakarta dengan visa "kunjungan sosial budaya". Sampai pada suatu ketika, ia bertemu dengan A Sui di Sky Room, klub malam di Jalan Gajahmada. A Sui menjanjikan kewarganegaraan dan paspor RI. Chu Chu menyetujui US$ 2000 sebagai imbalannya. Melalui A Liong, begitu cerita pejabat Kejaksaan Agung tadi, urusan Chu Chu sampai ke tangan ahlinya: Djoni. Beberapa dokumen penting bisa diperoleh Djoni bagi kliennya tersebut. Ia menyabet akta kelahiran seseorang bernama Tan Lin Nio. Di pengadilan, Chu Chu mengaku pemilik akta tersebut, kemudian minta agar boleh berganti nama menjadi Lydia. Untuk memperoleh kewaranegaraan, begitu jalan terpendek menurut peraturan, Chu Chu harus menikah dengan seorang WNI. Mudah saja bagi Djoni memperoleh akta perkawinan yang menyebutkan Lydia menikah dengan Atang Hendarman alias Theng Tjong Pon di Kantor Catatan Sipil pada 24 November 1980. Menurut kejaksaan, akta tersebut tak pernah tercatat di Kantor Catatan Sipil. Tapi bagaimanapun akta tersebut toh dapat dipergunakan Djoni mengurus proses berikutnya. Mula-mula memang agak seret. Setelah Chu Chu menambah imbalan, Rp 300 ribu, Djoni berhasil juga mendapatkan surat kewarganegaraan. Dari dokumen itu jalan untuk memperoleh paspor sudah licin. Chu Chu memperoleh paspor RI bernomor F 082936. Tentu saja setelah melalui liku-liku untuk memenuhi berbagai dokumen lain yang di perlukan. Yu Show juga berhubungan dengan Djoni. Ia harus mengeluarkan biaya Rp 1 Juta. Untuk memperoleh paspor, ia juga harus terlebih dulu menjadi warganegara RI, melalui perkawinan dengan warga negara sini. Menurut kejaksaan, akta perkawinannya dengan Thio Bun Tjong tercatat di Kantor Catatan Sipil, 6 Agustus 1980. Namun menurut cerita jaksa, yang hadir di kantor tentu bukan Bhun Tjong sendiri. Baik Bun Tjong maupun Tjon, Pon, "suami" Chu Chu, menurut Santosa Wiwoho, memang tak tahu menahu urusan kedua wanita Taiwan tersebut. Beberapa dokumen perkawinan mereka rupanya secara diam-diam dimanfaatkan Djoni untuk mengurus keperluan Chu Chu dan Yu Show. Kedua wanita tersebut berikut Djoni, A Sui dan A Liong, kini ditahan yang berwajib. Namun, menurut Santosa Wiwoho, kejaksaan tak akan menuntut mereka melalui perkara "perkawinan semu". Sebab, bagaimanapun. menurut Wiwoho "secara yuridis perkawinan semu seperti yang mereka lakukan adalah sah menurut hukum -- itu celah-celah hukum yang sulit menutupnya." (lihat box). Yang akan digarap menurut Wiwoho lagi, adalah pemalsuan dan keterangan palsu para tersangka untuk memperoleh berbagai dokumen. "Di situ jelas terdapat unsur pidana," kata Wiwoho, tanpa menyebutkan keterlibatan berbagai instansi yang begitu mudah menerbitkan dokumen penting dengan imbalan ala kadarnya. Tapi, untuk apa kedua wanita Taiwan berpayah-payah untuk semuanya itu? "Eh, paspor RI itu bonafide, laku di mana-mana Iho!" ujar Wiwoho. Paspor Taiwan memang hanya berlaku di negara-negara yang ada hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Mengapa tidak berusaha di negara lain? Mungkin karena di Indonesia ada Djoni yang mengurusnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus