KANTOR Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jalan Diponegoro, Jakarta,
mendadak ramai Kamis minggu lalu. Puluhan orang, sebagian
berseragam biru dengan mobil yang juga berwarna biru, berkumpul
di halaman kantor itu. Poster-poster protes tertempel di kaca
mobil raksi Blue Bird, beberapa lagi dijunjung tinggi-tinggi
dengan huruf-huruf menyolok. Seorang pria yang memimpin delegasi
itu, lewat megaphone meneriakkan kata-kata yang mengecam LBH.
Aksi itu sempat membuat T. Mulya Lubis, salah seorang direktur
LBH tercengang. Tapi kemudian dengan tenang ia menghampiri
rombongan tersebut. Seorang dari rombongan itu segera
menyodorkan sehuah poster yang bertulisan: LBH, Tak Usah, yaaa
. . . !
Rupanya yang diinginkan orang-orang itu adalah agar LBH tak
mencampuri urusan pemecatan Jafar, salah seorang pengemudi
perusahaan taksi PT BB (Blue Bird), karena dianggap mereka
membuat kekacauan di perusahaan itu. "Kami sebagai wakil 99,5%
dari seluruh karyawan BB, tak menghendaki LBH campur tangan
dalam persoalan Jafar. Sopir itu, hanya mewakili 0,5 % saja dari
pengemudi," kata Robby Parengkuan, Ketua I Korp Karyawan (Kokar)
PT BB tegas.
Selesai membacakan pernyataan itu, rombongan karyawan BB tadi
pergi, tanpa memberi kesempatan Mulya menjelaskan pendapat LBH.
Dipaksa
Dengan aksi tersebut, para demonstran agaknya bermaksud
mengatakan bahwa persoalan yang pernah timbul sekitar dua bulan
lalu, ketika puluhan pengemudi BB dipimpin Jafar mendatangi LBH,
menuntut perbaikan komisi dan kesejahteraan mereka, sudah
selesai. Jika toh sekarang masih ada aksi, itu hanya dilakukan
kelompok kecil yang dipimpin Jafar buat mengacau perusahaan itu.
Tetapi hal ini cepat dibantah LBH. Iwan Setiawan SH, salah
seorang pembela umum yang ditunjuk LBH menangani kasus itu
mengatakan, "baru beberapa menit setelah aksi itu bubar, datang
utusan dari para demonstran tadi yang menyatakan mereka dipaksa
untuk datang ke LBH." Mereka mengatakan tetap mendukung tuntutan
Jafar.
Apa sebenarnya yang terjadi di PT BB? "Banyak persoalan yang
menyangkut hak buruh yang tak beres di PT BB," kata Iwan tegas.
Ia menunjuk a.l. masalah jam kerja yang lebih 16 jam sehari,
sistem pemberian upah, dan pelaksanaan ketentuan pengusahaan
taksi (SK Gubernur No D/4/14/1971) yang tak dijalankan
sebagaimana mestinya, katanya menduga. Tapi, seperti juga Mulya,
pengacara muda ini mengatakan takkan mundur barang setapak pun.
Ia bahkan menyesalkan PT BB yang memecat Jafar, wakil para
pengemudi yang memperjuangkan hak mereka, tanpa izin Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D). "Ini saja
sudah pelanggaran semena-mena," ujarnya serius.
Namun, Direktur Utama PT BB Nyonya Djoko Sutono, menyangkal.
"Kami memandang, Jafar sudah keterlaluan dan kurang ajar, karena
itu, hukuman buat dia memang harus dipecat," katanya. Dosen
Kriminologi, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) -- biasa
dipanggil Ny. Liem itu, menganggap kekurangajaran Jafar antara
lain: menggebrak-gebrak meja pimpinan dan menunjukkan
punggungnya, seraya meninggalkan ruangan ketika diberi brifing.
Menurut wanita yang hampir sembilan tahun memimpin PT BB
tersebut, di perusahaannya soal pelanggaran disiplin tak bisa
berdamai. "Saya benar-benar bingung dibuat LBH. Saya sudah
bilang, menyerah, saya tak bisa memenuhi tuntutan itu. Kok, saya
diguncang-guncang terus. Saya memang punya banyak mobil tapi,
kondisi sekarang berat," ujarnya mengeluh.
PT BB yang kini memiliki sekitar 500 mobil, menurut Ny. Djoko
Sutono, belakangan ini menghadapi masa seret, karena ketentuan
kenaikan argometer dari pemerintah dan tingginya ongkos
perawatan. Tapi itu tak dibenarkan Jafar dan beberapa pengemudi
lain. "Saya sudah minta mereka tunjukkan neraca, saya dianggap
tak berhak tahu -- itu urusan pimpinan. Lantas, kalau kami
menuntut perbaikan nasib, apa itu salah," ujarnya.
Ia mengatakan akan berjuang terus sampai ada perubahan nasib
teman-temannya. Sabtu lalu, ia mengatakan mau melapor ke Kodak.
"Saya bawa saksi, ada usaha untuk membunuh saya oleh pihak
perusahaan BB," ucapnya pendek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini