Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Permainan Wajib Pajak Boneka Dhana

Kejaksaan mulai menelisik kejahatan lain yang dilakukan Dhana Widyatmika. Pola kejahatannya sebagian besar diduga dilakukan dengan memanipulasi transaksi pada sistem teknologi informasi pajak.

21 Mei 2012 | 00.00 WIB

Permainan Wajib Pajak Boneka Dhana
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

DATA transaksi online semua wajib pajak yang ditangani Dhana Widyatmika sudah dipegang tim jaksa pidana khusus Kejaksaan Agung. Dikloning dari sistem teknologi informasi pajak kantor pajak pusat, data online yang diambil dua pekan lalu itu merekam ratusan kasus pemeriksaan klien Dhana di Direktorat Jenderal Pajak. ”Ini bahan mengungkap jaringan Dhana secara menyeluruh,” kata Wakil Jaksa Agung Darmono kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Pekan-pekan ini Kejaksaan memang tengah mendalami pola kejahatan pajak Dhana dan komplotannya. Di samping pola konvensional, yaitu dugaan memeras atau menerima suap dari wajib pajak, jejaring Dhana diduga menggelapkan pajak dengan memainkan transaksi fiktif melalui sistem teknologi informasi pajak. ”Termasuk kalau ada indikasi tindak pidana lain,” kata Darmono.

Dhana, yang terakhir menjadi anggota staf tata usaha Dinas Pelayanan Pajak Jakarta, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung medio Februari lalu. Ia dijerat tuduhan korupsi dan pencucian uang.

Awalnya, sepanjang 2005-2010, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan Rp 19,9 miliar pada 13 rekening Dhana di tujuh bank. Padahal gajinya tak sampai Rp 15 juta. Awal Maret lalu, Dhana dijebloskan ke Rumah Tahanan Salemba Kejaksaan Agung. Untuk kedua kalinya, akhir April lalu, masa penahanannya diperpanjang.

Setelah medio April lalu mengurai aliran rekening Dhana dan memeriksa 50 saksi, Kejaksaan menetapkan sejumlah tersangka baru kasus. Misalnya Firman, Kepala Seksi Pengawasan Kantor Pelayanan Pajak Gambir I, yang juga bekas atasan Dhana di KPP Pratama Pancoran. Bekas sejawat Dhana di KPP Pancoran, Salman Maghfiron, juga dijadikan tersangka. Ketika bersama-sama bertugas di Pancoran pada 2005, keduanya diduga membantu Dhana memeras PT Kornet Trans Utama.

Kejaksaan juga menetapkan Herly Isdiharsono, bekas rekan Dhana di KPP Kebon Jeruk, Jakarta, sebagai tersangka. Herly diduga berkomplot dengan Dhana mengurus kelebihan pajak PT Mutiara Virgo. Pemilik PT Mutiara Virgo, Johnny Basuki, juga menjadi tersangka dengan tuduhan menyuap Dhana dan Herly.

Sumber Tempo mengatakan kejahatan pajak Dhana dan komplotannya tak sebatas pemerasan atau penyuapan. Sumber yang paham soal pajak ini mengatakan pola kejahatan Dhana dan komplotannya sebagian besar berbasis manipulasi transaksi di sistem teknologi informasi pajak. ”Ini pola inkonvensional,” katanya.

Caranya, kata sumber ini, komplotan Dhana menciptakan wajib pajak boneka, yakni perusahaan yang mau diajak berkongkalikong atau menciptakan perusahaan fiktif. Ia menunjuk PT Mutiara Virgo sebagai contoh. Perusahaan ini, kata dia, berkomplot mengeruk uang negara melalui restitusi pajak dengan cara memanipulasi transaksi pajak di sistem teknologi informasi pajak.

Karena yang memeriksa Dhana dan Herly, kata dia, sepanjang 2004-2006, permohonan restitusi itu selalu dikabulkan dan negara harus membayar puluhan miliar rupiah. Kejaksaan mencatat, selama 2004-2006, perusahaan itu mentransfer Rp 30 miliar ke rekening kelompok Dhana. Duit diduga masuk dulu ke PT Mutiara Virgo, lalu dikirim ke Dhana dan Herly. ”Kalau suap tak mungkin sebesar itu,” katanya.

Menurut data Direktorat Jenderal Pajak, PT Mutiara Virgo pada 2003 tercatat di KPP Penjaringan, Jakarta Utara, dengan status wajib pajak nonefektif alias sudah mati. Namun, pada tahun pajak 2004, perusahaan itu tercatat aktif kembali di KPP Pratama Kebon Jeruk Satu, Jakarta Barat, dengan posisi surat pemberitahuan tahunan (SPT) meminta restitusi Rp 15,2 miliar. Pada tahun pajak 2005-2006, perusahaan ini mengajukan restitusi di atas Rp 5 miliar.

Dari penelusuran Tempo, alamat perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan itu berpindah-pindah. Pernah tercatat di Ruko Kedoya, Jakarta Barat, dan terakhir di Jalan Nilam Sari 97, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Perusahaan Johnny Basuki yang lain, PT Nugraha Giri, juga berlokasi di Jalan Nilam Sari 97. Tempo sempat mencari Jalan Nilam Sari 97 itu. Namun nomor yang dimaksud itu ternyata permukiman penduduk. ”Di sini tak pernah ada kantor perusahaan,” kata Ucep, sekretaris rukun tetangga di kawasan itu.

Untuk mengungkap misteri PT Mutiara Virgo ini, Jumat pekan lalu, sedikitnya lima penyidik Kejaksaan Agung menggeledah KPP Pratama Satu Kebon Jeruk. Selain menyita dokumen, mereka mengambil server teknologi informasi di sana. Soal penggeledahan ini tidak dibantah Darmono.

Pengacara Dhana, Daniel Alfredo, mengatakan kliennya tidak pernah mengambil keuntungan dari sistem teknologi informasi pajak. Tuduhan Dhana bersekongkol dengan Herly memainkan restitusi PT Mutiara Virgo juga dibantah Daniel. ”Dhana juga sudah keluar dari KPP Kebon Jeruk ketika Herly masuk ke sana,” katanya.

Beberapa kali ditanya Tempo seusai pemeriksaan, Herly tak pernah mau membuka mulut. Kepada penyidik, Johnny Basuki mengaku duit yang ditransfer ke Dhana dan Herly untuk bisnis mobil.

n n n

DIKEJAR tenggat penahanan Dhana yang berakhir 30 Mei nanti, Kejaksaan akan menyeret Dhana ke pengadilan dengan jerat memeras, menyuap, dan melakukan pencucian uang. Ini pun baru diurai dari aliran duit di satu rekening Dhana dan hanya menyangkut dua wajib pajak, PT Kornet dan PT Mutiara Virgo. ”Bulan ini diharapkan bisa ke penuntutan,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andi Nirwanto.

Memakai strategi follow the money, Kejaksaan mengusut kasus ini dengan mengurai aliran duit di rekening Dhana. Sejumlah nama penerima sudah diperiksa. Rama Pratama, misalnya. Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera itu pada 2009-2010 diketahui tiga kali menerima duit dari Dhana melalui rekening perusahaannya, PT Bumi Resik Plastindo. Total nilainya Rp 170 juta.

Setelah diperiksa awal Mei lalu, Rama tidak membantah aliran duit itu. Aktivis mahasiswa 1998 ini mengatakan aliran itu merupakan transaksi antar-rekan bisnis. ”Tidak ada kaitannya dengan korupsi atau pencucian uang,” katanya.

Kendati belasan penerima duit Dhana sudah diperiksa, Kejaksaan belum menemukan satu pun transaksi yang indikasi pidananya kuat (lihat ”Baru dari Satu Rekening”). Baru setelah menelisik aliran duit dari wajib pajak yang masuk ke rekening Dhana, Kejaksaan menemukan titik terang. Ini pun, kata seorang penyidik, tidak gampang. Wajib pajak yang menyetor ke Dhana ternyata memakai jasa perantara. ”Jadi harus menelusuri perantaranya dulu, baru ke wajib pajak,” katanya. PT Kornet dan PT Mutiara, ujar sumber Tempo, dipilih karena transaksinya mudah diurai.

Dalam kasus penanganan PT Kornet, jaksa menjerat Dhana dengan tuduhan pemerasan. Awalnya, tim Dhana menilai perusahaan logistik Korea itu kurang bayar pajak Rp 1,8 miliar. Menurut laporan eksternal yang mereka terima, laba PT Kornet lebih tinggi daripada laba yang dilaporkan di SPT. Saat mediasi, kata dia, tim Dhana diduga meminta uang kepada PT Kornet jika nilai pajaknya ingin kembali normal.

PT Kornet memilih keberatan dan mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak. Di sinilah Dhana juga memainkan pajak PT Kornet. Di tingkat banding, negara kalah dan harus membayar kelebihan bayar pajak plus denda Rp 2 miliar kepada PT Kornet. Duit itu diduga mengalir ke kelompok Dhana. Kekalahan ini, kata dia, karena di pengadilan, tim Dhana, yang menjadi saksi, tidak bisa menunjukkan laporan eksternal, dasar tuduhan ke PT Kornet. ”Namun modus pemberian uang ini belum kuat,” kata Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arnold Angkouw.

Di Pengadilan Pajak, perkara PT Kornet ditangani Gayus H. Tambunan, yang bertugas di Direktorat Keberatan Pajak. Akhir April lalu, tim kasus Dhana sudah memeriksa Gayus, yang tengah dihukum karena sejumlah kasus korupsi pajak, di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Hanya, sumber Kejaksaan menyebutkan peran Gayus dalam kasus ini masih samar dan masih terus ditelisik Kejaksaan.

Sedangkan dalam penanganan PT Virgo, Dhana dan Herly diduga menerima suap senilai Rp 30 miliar. Selain sama-sama pegawai pajak, Herly dan Dhana pemilik dua showroom mobil di Kelapa Gading dan perusahaan ekspedisi PT Mitra Modern Mobilindo.

Dhana, misalnya, tercatat menerima aliran dana dari Johnny Basuki sebesar Rp 2,9 miliar. Istri muda Herly, Novie Ramdani, tercatat menerima duit Rp 2,7 miliar dari Johnny. Diperiksa awal Mei lalu, kepada penyidik, Novie mengaku ia hanya disuruh Herly menampung duit dari PT Mutiara Virgo itu.

Dua tuduhan ini dipakai jaksa sebagai predicate crime pencucian uang terhadap Dhana. Sejumlah aset Dhana yang diduga hasil pencucian uang sudah disita Kejaksaan. Misalnya 17 truk ekspedisi, minimarket, uang tunai berbagai mata uang asing, emas batangan, dan tanah di perumahan Woodhills Residence, Bekasi.

Menurut Daniel Alfredo, dalam kasus PT Kornet, Dhana justru yang ngotot agar perusahaan itu membayar kekurangan pajaknya. Dia juga menyangkal Dhana pernah menerima suap dari Johnny. Kliennya, ujar Daniel, tidak pernah mengenal Johnny.

Anton Aprianto, Indra Wijaya, Akbar Tri Kurniawan


Baru dari Satu Rekening

SETELAH tiga bulan bekerja, tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung mulai menemukan titik terang pola kejahatan pajak yang dilakukan Dhana Widyatmika dan komplotannya. Pola ini baru diurai dari satu rekening milik Dhana. Empat rekening lainnya yang sudah diblokir Kejaksaan belum disentuh.

1. Pola Konvensional

Pemerasan
Nilai pajak yang harus dibayar wajib pajak terlebih dahulu dinaikkan. Setelah itu, komplotan Dhana meminta uang jika si wajib pajak menginginkan besaran pajaknya seperti yang tercantum dalam surat pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan.

Firman

  • Diduga ikut memeras PT Kornet Trans Utama. Saat itu ia Kepala Seksi PPH Badan KPP Pancoran yang memeriksa pajak PT Kornet.
  • Sedikitnya 30 kali satu tim dengan Dhana.

    Salman Magfiron

  • Diduga ikut memeras PT Kornet Trans Utama saat bertugas di KPP Pancoran. Saat itu ia satu tim de­ngan Dhana memeriksa pajak PT Kornet.
  • Sedikitnya 20 kali satu tim dengan Dhana.

    Penyuapan
    Bersekongkol dengan wajib pajak untuk menurunkan nilai pajak yang harus dibayar ke negara. Komplotan Dhana mendapat imbalan dari wajib pajak.

    Herly Isdiharsono

  • Diduga ikut menerima suap saat mengurus restitusi pajak PT Mutiara Virgo.
  • Saat menjadi account representative di sejumlah KPP di Jakarta, ia kerap memasok “pasien” untuk Dhana.

    Johnny Basuki

  • Pemilik PT Mutiara Virgo.
  • Diduga menyuap Dhana dan komplotannya.

    Penyalahgunaan Wewenang
    Berkomplot dengan wajib pajak untuk mendapatkan restitusi pajak dari negara melalui pengadilan pajak. Di pengadilan, komplotan Dhana biasanya tidak menyertakan bukti pendukung sehingga negara kalah.

    ---> Terjadi pada PT Kornet Trans Utama

    ---> Diduga melibatkan Gayus H. Tambunan

    2. Pola Inkonvensional
    Diduga Dhana dan komplotannya menciptakan wajib pajak boneka atau wajib pajak fiktif untuk mendapatkan restitusi. Pola ini dilakukan dengan memanipulasi transaksi pajak (faktur pajak fiktif) di sistem teknologi informasi kantor pajak.

    ---> Masih ditelisik Kejaksaan Agung

    Tak Ngendon di Rekening Puluhan miliar rupiah duit Dhana di rekeningnya diputar ke mana-mana agar beranak pinak. Inilah dugaan model pencucian uangnya.

    1. Dipinjamkan dengan bunga tinggi

  • Rp 500 juta ke Haji Abdul Somad
  • Rp 2 miliar ke pengusaha Palembang Jourda Ugroseno

    2. Diinvestasikan ke bisnis properti

  • Rp 4,5 miliar ke Perumahan Woodhills Residence, Bekasi

    3. Diinvestasikan ke peternakan

  • Rp 200 juta ke peternakan Haji Abdul Karim, Tangerang

    4. Diinvestasikan ke reksadana

  • Sedikitnya Rp 5 miliar ke lima perusahaan nasional
  • Rp 7 miliar ke perusahaan sekuritas Hong Kong dan US$ 50 ribu ke perusahaan sekuritas Amerika

    5. Diinvestasikan ke emas batangan

  • 1,1 kilogram di safe deposit box Bank Mandiri

    6. Membeli saham perusahaan

  • Dua showroom di Kelapa Gading dan perusahaan ekspedisi PT Mitra Modern Mobilindo

    7. Membeli rumah dan puluhan hektare tanah

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x600
    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    close

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus