Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Permintaan Si Tua Ui

Ui suan heng, mendatangi kantor redaksi surat kabar di medan, mengadukan perkara kematian lie hong sun yang dianiaya. tersangka telah diperiksa & berkas perkaranya sudah dikirim ke kejaksaan. (krim)

16 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UI Suan Eng, selain seorang ibu berusia 53 tahun, ia tergolong wanita yang masih gigih. Sampai akhir bulan lalu wanita ini masih belum jemu mendatangi kantor redaksi surat-surat kabar di Medan. Mengadukan persoalan kematian anaknya yang dicurigainya meninggal karena dianiaya orang. Sedang yang dituduhnya sebagai penganiaya yang bernama TCK, tinggal di jalan Asia Medan, pada 3 September kemarin telah melangsungkan pesta perkawinannya. "Kenapa ia bisa berada diluar tahanan dengan bebas, sedang perkaranya belum pernah diajukan ke Pengadilan?", tanya nyonya Ui. "Anak saya sudah mati sejak delapan bulan yang lalu", tambahnya kepada TEM- PO. "Setelah ia dikebumikan 42 hari kuburannya dibongkar kembali untuk kepentingan pemeriksaan polisi", tukasnya lagi. "Anak saya, A Sun mati seperti ayam. Saya ingin mencari keadilan karena orang yang telah membunuh anak saya itu sampai hari ini belum dihukum". Lie Hong Sun alias A Sun, 14 tahun dan beragama Budha, ketika masih hayat bekerja di bengkel mobil merk CV "Karya" di jalan Rahmatsyah Medan. Sampai ia meninggal sudah setahun bekerja di sana. Pemilik bengkel itu bernama TGK, ayah kandung dari TCK. Pada 18 Desember 1975 A Sun disuruh TCK (21 tahun) untuk mengambil paku. Karena paku-paku itu dalam keadaan bengkok (bekas pakai), A Sun terpaksa meluruskannya dengan sebuah martil kecil. Ketika paku-paku itu selesai diluruskannya dan diberikan pada TCK, malah A Sun dimaki-maki oleh anak majikannya itu. "Mengapa begitu lambat kerjamu?", bentak TCK pada anak itu. Ternyata penjelasan A Sun tidak diterima TCK, malah ia meninju anak itu di rusuk sebelah kanan. Kemudian lehernya dicekik dan tubuh anak itu dibantingnya ke atas tumpukan battery mobil yang ada di sekitar mereka. Salah seorang abang A Sun yang bekerja di bengkel itu melihat adiknya dipukuli, segera ingin memberi pertolongan pada adiknya. Tetapi nadi A Sun sudah berhenti berdenyut. A Sun yang sudah tak sadarkan diri itu segera dibawa ke Rumah Sakit Deli di jalan Merbabu 18 - 20 Medan. Tapi pada Kamis 18 Desember 1975, jam 14.30 ia meninggal dunia. Kemudian pada malam itu juga keluarga TCK mengambil inisiatif untuk membuat surat perjanjian. Surat itu disodorkan kepada ibu mendiang sehabis dia pingsan. Anehnya, di dalam surat pernyataan yang diantarkan oleh seorang Hansip ada disebutkan: "Tidak bersedia menyerahkan mayat tersebut di-visum et repertum ke RSUPP Medan". Malah dalam itu surat ada kalimat yang menyebutkan begini: "kematiannya akibat kena aliran listrik". Lie Hong Seng, 22 tahun, abang mendiang yang datang dari Padang merasa curiga pada bunyi surat perjanjian tersebut. Lalu mengusut persoalan ini dan bersama ibunya mengadukan TCK kepada polisi. "Saya sendiri buta huruf", begitu Ui Suan Seng yang sudah kematian suami dua tahun lalu mengakui pada koresponden TEMPO "Saya disuruh teken surat yang sudah diketik oleh majikan A Sun. Saya kira itu adalah surat keterangan mengenai anak saya yang mayatnya boleh dikebumikan besok harinya. Rupanya bunyi surat itu menyatakan bahwa kematian anak saya kena listrik. Anehnya mayat anak saya tidak ada tanda-tanda biru di tubuhnya". Ketika mayat Sun disemayamkan di Lembaga Sosial Desa, "saya minta supaya mayat itu dibedah di RSUPP. Tapi TCK mengatakan, kalau mayat ilu mau dibedah juga, maka mereka tidak mau menanggung biaya pemakamannya. Kami sekeluarga terpaksa diam dan menerima saja. Kami orang miskin . . .". Karena keluarga A Sun mengadukan persoalan ini kepada polisi, pada 31 Desember 1975 CK yang sehari-hari dipanggil A Kiat ditangkap dan ditahan di Komdak II/Sumatera Utara. Dalam pemeriksaan -- dan disiarkan surat kabar -- ia mengaku ada mencekik leher A Sun dan memukul bagian rusuknya, kemudian dibantingnya ke setumpuk battery. Menurut nyonya Ui Suan Eng, TCK setelah keluar dari tahanan polisi mengatakan padanya, bahwa perkara anaknya itu sudah selesai. "Saya sudah bebas dari segala tuntutan. Apa kalian mau mengadu pada Jaksa, ah, saya bisa belikan itu Jaksa satu rumah. Ke mana mau mengadu, mengadulah", ucap TCK kepada ibu yang sedang malang itu. "Saya sendiri sampai sekarang belum pernah dipanggil ke Pengadilan Negeri Medan. Malah anak majikan A Sun itu pernah maumenabrak saya dengan Hondanya, juga salah seorang abang iparnya. Karena mereka menganggap saya hanya mengganggu mereka", ucap nyonya yang menetap di jalan Besi Gang Damai 443 Medan, tidak jauh dari rumah keluarga TCK. Ibu A Sun mengatakan, ia sudah menanyakan persoalan tersebut ke Komdak II. Dan di sana ia mendapat keterangan, perkara kematian anaknya itu sudah diproses. Karena si ibu ini sudah tak sabar, kemudian buka suara lewat beberapa surat kabar Medan. Reaksinya bukan tidak ada atas keterangan janda ini. Pada 20 September lalu harian Aalisa menyiarkan keterangan Kadispendak II/Sumatera Utara, Mayor Amir Hamzah Nasution. "Polisi telah memeriksa kasus itu", katanya. "Mayat itu juga dibongkar dari kuburnya atas permintaan polisi untuk kepentingan pengusutan. Dan si tersangka juga telah diperiksa". Mayor Amir mengatakan, berkas perkaranya telah dikirim ke Kejaksaan Negeri Medan pada 11 Pebruari 1976 bernomor: 746/II/76. Tetapi kenapa TCK bisa bebas dan seenaknya ngoceh di luar? "Jika perkaranya belum selesai, itu bukan lagi urusan kami". kata Kadispendak II itu. Sedang nyonya Ui Suan Eng ada menyebut-nyebut, bahwa perkara ini sudah ditangani di Kejaksaan Negeri Medan, "dan pak Jaksa WaHad bilang supaya saya sabar saja". Sabar itu sampai kapan, sih? "Apakah karena saya orang miskin, lalu saya harus sabar sampai saya tak bisa lagi menangis. Dan mati?".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus