Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sore itu, jarum jam baru beringsut dari angka 3. Semua narapidana di kebun digiring masuk ke ruang tahanan. Para penjaga menghitung kembali penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Giri Purbandi, Kepala Pengamanan, terkejut setelah mengetahui jumlah penghuni di Blok C berkurang tujuh orang.
Jumlah seluruh tahanan di LP Porong sebanyak 490 orang. Tahanan lain yang ditanya soal keberadaan tujuh narapidana itu hanya menggelengkan kepala. Kamis, 17 November, itu, Giri bertambah panik karena upaya pencarian gagal. Dua belas anak buahnya telah diperintahkan menyisir penjara seluas 12 hektare itu, tapi nihil.
Ketika senja turun, barulah Giri menemukan lubang berdiameter 52 sentimeter dan panjang 10 meter di kebun jagung di belakang ruang tahanan Blok C. Lubang tikus ini tembus ke luar penjara. ”Gawat, mereka kabur lewat sini. Ayo cari di belakang!” perintahnya.
Anak buahnya menyisir ladang tebu, areal persawahan seluas 1.500 meter persegi, Sungai Porong, dan perumahan karyawan LP yang terletak di sebelah utara penjara itu, tapi jejak mereka tak ditemukan.
Kaburnya tujuh narapidana itu segera dilaporkan kepada Kepala LP Asdjuddin Rana. Setelah melihat lokasi, ia menyatakan kejadian itu di luar kemampuan anggotanya. Seharusnya napi sebanyak itu dijaga oleh 35 orang. ”Selama ini yang jaga hanya 12 orang,” katanya. Itu pun kadang-kadang ada yang minta izin tak masuk atau sakit. Menurut Asdjuddin, kegiatan berkebun sengaja digelar supaya napi tidak stres. ”Kalau dikurung terus, napi bisa beringas,” ujarnya.
Umumnya narapidana yang kabur sedang menjalani hukuman berat. Mereka antara lain Kuwat Suwarno, 30 tahun, warga Susukan, Banjarnegara, pelaku pembunuhan berencana dan divonis 17 tahun penjara. Ada juga narapidana yang dihukum seumur hidup, yakni Ilyas Priadi, 23 tahun, warga Jalan Simojawar III Surabaya. Dia dipenjara karena membunuh tiga anak polisi, Brigadir Kepala Daud, di Sidoarjo tahun lalu.
Tiga napi lainnya yang kabur juga terjerat kasus pembunuhan. Mereka adalah Sutomo, 23 tahun, yang divonis 11 tahun, Yudi Santosa yang dihukum 10 tahun, dan Fauzi yang divonis 5 tahun. Sisanya terlibat dalam kasus perampokan, yakni Nanang Sulaksono, 24 tahun, warga Malang, yang dihukum 18 tahun, dan A. Zainudin, penduduk Sambeng, Lamongan, yang divonis 5 tahun penjara.
Tidak semua narapidana selamat dalam pelarian. Esoknya, dua penggembala sapi, Efendi dan Sutadi, menemukan mayat Yudi Santosa mengapung di Sungai Porong. Mayat yang sudah kembung itu bermata bengkak dan bibirnya pecah. Tak ada bekas-bekas penganiayaan di tubuhnya. Dipastikan Yudi tenggelam saat berenang menyeberangi Sungai Porong yang lebarnya lebih dari 20 meter dan arusnya cukup deras.
Lima hari kemudian, Kuwat yang telah menjalani masa hukuman delapan tahun ditangkap di sebuah kebun di Desa Bocek, Karangploso, Malang. Polisi menembak kakinya karena dia melawan dengan golok .
Kuwat bercerita, petualangan itu adalah ide Nanang, Fauzi, dan Yudi. Pada awal Oktober, tak sengaja Kuwat Suwarno memergoki mereka tengah menggali lubang di kebun jagung. Temannya, Ilyas, Sutomo, dan Zainudin terlihat berjaga-jaga sambil mengawasi penjaga penjara. Nanang lalu menghampirinya, ”Kami buat lubang untuk lari,” ujarnya sambil mengajak Kuwat bergabung. Kuwat tak kuasa menolak. ”Kalau tak ikut, saya akan dibunuh,” katanya.
Sejak itulah, sambil menjalani kegiatan berkebun yang berlangsung dari pukul 09.00 sampai 15.30, mereka selalu menggarap proyek tambahan: menggali lubang tikus. Supaya tidak ketahuan petugas, Nanang membagi tim yang terdiri dari tujuh orang menjadi dua. Satu tim bertugas menggali lubang, tim lainnya mengawasi gerak-gerik sipir.
Kerja mereka terbilang rapi. Ceceran tanah merah bekas galian segera dirapikan seusai jam berkebun. Lubang yang dibuat persis di belakang ruang tahanan Blok C, tempat Kuwat cs ditahan, ditutup kembali dengan cetakan semen bekas tangki kakus, sehingga tidak terlihat. Tanah bekas gangsiran itu dimasukkan ke dalam karung plastik, lalu disebar di sekitar kebun.
Setelah lebih dari satu bulan, terowongan itu pun diselesaikan. Maka, pada pukul 12.00, saat para napi istirahat, Kuwat dan kawan-kawan pun kabur. Mereka merayap melalui lubang sepanjang 10 meter itu, yang menembus fondasi tembok penjara. Setelah melewati selokan dan bawah jalan aspal, lubang bermuara di ladang tebu di luar tembok belakang penjara.
Penjara itu menghadap ke barat. Di sebelah utara dan barat (belakang penjara) terdapat perumahan karyawan LP. Lubang tikus itu ditemukan hanya 10 meter dari perumahan itu.
Setelah lolos dari lubang, para napi mesti melewati ladang tebu, sawah, dan Sungai Porong selebar 20 meter. ”Nanang dan Yudi berenang menyeberangi sungai itu,” kata Kuwat. Adapun Kuwat dan empat kawannya berpencar lewat tepi sungai. Dengan telanjang kaki, Kuwat berjalan menuju Stasiun Kereta Api Porong. Di sana dia menumpang kereta api ekonomi tujuan Malang, lalu menumpang truk menuju rumah temannya, seorang bekas napi.
”Napi yang kabur pasti minta bantuan orang lain,” kata Kepala Polwil Kota Besar Surabaya, Komisaris Besar Sutarman. Mereka itu bisa keluarga, teman, atau pacarnya. Dengan asumsi inilah Kuwat bisa dibekuk lagi. Kini polisi masih terus mengejar napi lainnya yang kabur.
Eni Saeni, Kukuh S. Wibowo (Sidoarjo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo