Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), menjelaskan bahwa pada Senin, 30 Oktober 2023, Tim JPU Jampidum Kejagung, Tim JPU Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dan Tim JPU Kejaksaan Negeri Indramayu menerima penyerahan tersangka ARPG alias Panji Gumilang beserta barang bukti (Tahap II) dari Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri di Kejaksaan Negeri Indramayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pimpinan Ponpes Al Zaytun dituntut melanggar beberapa pasal yaitu Pasal 14 Ayat (1) dan atau Pasal 14 Ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 156a huruf a KUHP dan atau pasal 45a Ayat (2) Jo. Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasal 14 Ayat (1) dan atau Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana menjadi dasar utama dalam tuntutan ini. Pasal 14 Ayat (1) menyebutkan bahwa "Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun."
Pasal 14 Ayat (2) mengatur tentang "Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun." Dalam konteks ini, tuntutan tersebut mungkin terkait dengan perbuatan yang merusak atau menodai fasilitas publik atau kepentingan umum yang ada di Ponpes Al Zaytun.
Selanjutnya, Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juga mencakup dalam tuntutan tersebut. Pasal 15 berbunyi, "Setiap orang yang membuat, menyimpan, mengirimkan, menerima atau memasukkan kepada orang lain surat kabar, gambar, tulisan, atau benda yang dapat menimbulkan perbuatan jahat, dapat dihukum dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun delapan bulan."
Pasal ini mungkin berhubungan dengan konten yang dianggap meresahkan atau berpotensi menimbulkan perbuatan jahat yang terkait dengan Ponpes Al Zaytun.
Pasal 156a huruf a KUHP adalah pasal lain yang disebut dalam tuntutan. Pasal ini terkait dengan penistaan agama dan berbunyi, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia." Tuntutan ini bisa berhubungan dengan kontroversi agama atau isu agama yang terjadi di Ponpes Al Zaytun.
Selain itu, Pasal 45a Ayat (2) Jo. Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga menjadi bagian dari tuntutan. Pasal 45a Ayat (2) berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau fitnah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Pasal 28 Ayat (2) mengatur tentang "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan," dan dapat dikenakan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda.
Dalam konteks tuntutan ini, pasal-pasal tersebut merujuk kepada penggunaan media elektronik atau media sosial dalam menyebarkan informasi yang dianggap mengandung penghinaan atau fitnah terhadap pihak lain.