JAWA Barat punya pabrik senjata api? Ini bukan berita kemajuan pembangunan. Sebab, semua produsen "pabrik senjata" di Desa Cikeruh, sekitar 25 km dari Bandung, itu terpaksa digulung Polda Jawa Barat. Tak kurang dari sembilan tersangka pembuat dan pengedar senjata api gelap itu kini mendekam di tahanan polisi. Selain itu, polisi menyita 12 pucuk pistol, sebuah senjata laras panjang kaliber 9 mm, serta 161 peluru kaliber 22. "Ini penangkapan pertama, dan yang terbanyak di tahun 1990," kata Kapolda Jawa Barat Mayjen. (Pol.) Drs. Sidarto D., S.H. Rabu pekan lalu. Senjata gelap itu, setelah ditelusuri, ternyata, buatan home industry warga Cikeruh, Kabupaten Sumedang. "Tapi kalau ditembakkan ke tubuh Anda, ya dood," kata Sidarto sembari menimang pistol made in Cikeruh tersebut. Awal Januari lalu, petugas dari Polres Indramayu memergoki seorang oknum Perhutani setempat yang membawa pistol FN. Saat ditanya surat-suratnya, oknum ini tak berkutik. "Untuk menjaga diri dari tindak kejahatan, Pak," alasannya. Tak ada kompromi, karyawan Perhutani itu diproses. Kepada polisi, ia "bernyanyi" bahwa beberapa oknum Perhutani juga menyimpan senjata gelap. Dari sini terungkap bahwa mereka membeli pistol itu dari Mustari, warga Indramayu, seharga Rp 200 ribu per buah. Pembelian dilengkapi faktur itu atas nama perajin Idih Sunaedi dari Desa Cikeruh, masih tetangga Desa Cipacing (juga di Kabupaten Sumedang), yang sejak dulu memang dikenal sebagai produsen senapan angin. Polisi segera menanyai Idih, 47 tahun. Tapi perajin satu-satunya yang punya faktur itu -- terbengong-bengong. Sebab, ia merasa tak pernah memperdagangkan senjata pistol itu. "Saya kan pedagang resmi, nggak mungkin saya membuat senjata model beginian," sangkalnya. Ternyata, berdasarkan pemeriksaan, ketahuan bahwa faktur pembelian tanpa tanggal itu palsu. Tanda tangan, yang tertera di faktur, tak sama dengan tanda tangan Idih. Selama ini, Idih rupanya memang sering menjual faktur kosong dengan harga Rp 500-Rp 1.000 per lembar kepada sesama perajin. Rupanya, faktur itu disalahgunakan. "Itulah kelemahan Idih," kata Sesdit Serse Polda Ja-Bar, Letkol. Yun Mulyana. Idih memang tak ditahan. Sebab, komplotan ini telah terbongkar tuntas. Polisi dengan gampang menciduk produsen sebenarnya, Dadung, Rosadi, Odjat, Didin, dan Masno. Selain Mustari, polisi juga menangkap dua pengedar lain, Dedi dan Sukri. Seorang lagi yang dikategorikan pengedar sekaligus penyuplai peluru adalah Nang Sukardi. Oknum Perhutani itu kini ditangani instansinya. Peluru untuk senjata itu ternyata dicuri Nanang, dari tempat kerjanya di gudang proyek tol Padalarang-Cileunyi (Panci). Pelor buatan Australia itu selama ini digunakan untuk menembus beton, sebelum dibor. Jadi, bukan buat menembak manusia. Tak hanya menyusahkan, senjata-senjata gelap tentu saja menggelisahkan masyarakat. Sebab, penggunaannya, ke mana lagi, kalau tak di dunia kejahatan. Pada pertengahan Februari lalu terjadi perampokan nekat di Nagreg, Kabupaten Bandung, di rumah Khodidjah, janda kaya yang masih famili Kapolri itu. Walau rumah itu dijaga tiga petugas keamanan, toh, empat garong berpistol membobolnya. Khodidjah sempat bersembunyi bersama cucunya di kamarnya. Maka, apa boleh buat, uang Rp 150 ribu plus perhiasan, TV, video, dan pakaian senilai Rp 20 juta dijarah rampok itu. Tapi, berkat kesigapan polisi, "Sehari kemudian seorang anggota rampok itu tertangkap di Bogor," kata Kapolwil Priangan, Kolonel Agusman Djumadi. Tiga hari kemudian, tiga orang lainnya ditangkap di Sukabumi. Dan pekan lalu, Mat Melon dan Uw, yang memasok pistol perampok itu, juga tertangkap. Melon mengaku pistol buatan Cipacing itu dibelinya dari Uw Rp 45 ribu, sebelum dijualnya kepada komplotan garong itu Rp 50 ribu. Perampokan dengan kekerasan di wilayah Polda Ja-Bar belakangan ini memang naik, seiring dengan naiknya peredaran senjata api lokal. Sebab itu, polisi bertekad menggulung semua senjata gelap itu. "Kita tak ingin negara ini jadi negara koboi," komentar Yun Mulyana. WY dan Ahmad Taufik (Biro Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini