Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mojokerto - Jaksa penuntut umum Angga Rizky Baskoro dan Ismiranda Dwi Putri menuntut hukuman 4 tahun penjara kepada anggota polisi wanita (polwan) Kepolisian Resor Kota Mojokerto Brigadir Polisi Satu Fadhilatun Nikmah atau Briptu Dila, 28 tahun. Nota tuntutan itu dibacakan dalam sidang yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri Mojokerto, Jawa Timur, Selasa, 17 Desember 2024.
Jaksa menilai Briptu Dhila telah memenuhi unsur bersalah melanggar Pasal 44 ayat 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sebab perbuatan terdakwa mengakibatkan suaminya, Briptu Rian Dwi Wicaksono, 27 tahun, anggota Polres Jombang, meninggal dunia dalam keadaan terbakar.
Menurut jaksa berdasarkan fakta persidangan terungkap bahwa peristiwa kematian yang terjadi pada Sabtu, 8 Juni 2024, di Asrama Polisi Jalan Pahlawan J1, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto itu berawal ketika terdakwa mendatangi anjungan tunai mandiri BRI untuk melakukan transfer uang sekitar pukul 09.00.
Briptu Dhila juga mengecek saldo ATM milik suaminya yang ternyata isinya tinggal Rp 800.000. Padahal menurut hitungan Dhila, saldo Briptu Rian mestinya sebesar Rp 2.800.000 yang merupakan hasil pembayaran gaji ke-13.
“Terdakwa menanyakan kepada korban (melalui telepon genggam) gaji ke-13 itu digunakan untuk apa saja. Dijawab oleh korban bahwa uangnya memang telah diambil, tapi tidak jadi dipakai dan akan dikembalikan,” kata Angga Rizky Baskoro.
Briptu Dhila langsung menyuruh korban pulang saat itu juga ke asrama. Briptu Dhila pun juga terus meninggalkan bilik ATM. Dalam perjalanan pulang, Dhila sempat membeli Pertalite eceran untuk dibawa pulang. Sesampainya di rumah Pertalite itu ditarus di atas rak almari di teras.
Terdakwa lalu memotret Peralite itu dan mengirimkannya pada korban. Disertai ancaman bahwa bila Briptu Rian tidak segera pulang seisi rumah termasuk anak-anaknya akan dibakar semua. “Nek gak mulih tak pateni, takobong kabeh,” kata jaksa menirukan ancaman tersebut.
Sekitar pukul 10.15 korban pulang. Briptu Dhila menyuruh asisten rumah tangganya membawa keluar rumah anak-anaknya yang masih balita. Terdakwa dan korban lalu masuk ke rumah. Pintu dikunci dari dalam oleh terdakwa.
Korban yang sudah berganti pakaian dengan kaos lengan pendek dan celana pendek kemudian mendatang terdakwa. Terdakwa menyuruh suaminya ke garasi. Di dalam kandang mobil itu terdakwa memborgol tangan suaminya dengan tangga alumunium lipat.
Terdakwa menyalakan korek api sambil menyiramkan habis satu liter Pertalite ke sekujur tubuh korban. Tangan kiri terdakwa meraih tissue dan tangan kanannya tetap memegang korek api yang masih menyala.
Selanjutnya terdakwa membakar tissue itu dan membiarkan api di tangannya membesar. Tiba-tiba nyala api menyambar ceceran Pertalite di lantai dan langsung menyambar tubuh korban. “Korban panik, mau berlari keluar tidak bisa karena tangan masih terborgol dengan tangga lipat,” kata jaksa.
Pada saat korban berteriak minta tolong ada seorang tetangganya yang masuk garasi dan berupaya memadamkan api dengan baju basah warna putih. Setelah api di tubuh suaminya padam, terdakwa melepaskan borgol dan membawa korban ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Wahidin Sudirohusono Mojokerto. "Namun keesokan harinya korban meninggal dunia karena berdasarkan hasil visum luka bakarnya mencapai 96 persen," kata jaksa.
Jaksa penuntut menuturkan emosi tak terkendali terdakwa disebabkan prilaku korban yang bermain judi online. Terdakwa, kata jaksa, telah berulang kali mengingatkan agar suaminya berhenti berjudi namun tetap saja tidak jera. “Korban menggunakan uang Rp 2.000.000 untuk judi online, padahal terdakwa minta gaji ke-13 dipakai korban untuk biaya pengobatan anaknya,” kata dia.
Hal-hal yang memberatkan tuntutan terdakwa, menurut jaksa, perbuatannya berakibat korban kehilangan nyawa dan meresahkan masyarakat. Adapun hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa berperilaku sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, punya tiga orang anak, dan ibu korban telah memberikan maaf.
Selama pembacaan tuntutan, wajah Briptu Dhila yang dihadirkan jarak jauh di Polda Jawa Timur, Surabaya, itu terlihat sendu. Ia juga beberapa kali terlihat menyeka air matanya dengan telapak tangan dan punggung tangan karena tak kuasa menguasai perasaanya.
Ketika ketua majelis hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi bertanya apakan ia telah mendengar dan mengerti tuntutan jaksa, Briptu Dhila hanya menjawab dengan suara serak, “Mengerti, Yang Mulia.”
Penasihat hukum terdakwa dari Bidang Hukum Polda Jawa Timur Inspektur Satu Tatik enggan mengomentari tuntutan jaksa. Menurut dia terdakwa dan penasihat hukum akan menyusun pleidoi dan dibacakan pada sidang berikutnya. “Jadi nanti pleidoinya ada dua, dari terdakwa dan dari tim hukum,” kata Tatik.
Pilihan Editor: Kasus Polwan Bakar Suami Gara-gara Terjerat Judi Online, Berapa Banyak yang Kecanduan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini