Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Pelaku pemerkosaan 12 santriwati di Bandung, Heri Wirawan telah melakoni sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Pelaku dijatuhi hukuman selama 20 tahun penjara.
Namun beredar kabar beberapa pihak meminta pelaku Heri mendapat tambahan hukuman kebiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hukum kebiri secara kimia di Indonesia baru disahkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia.
Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Beleid PP ini disahkan pada Desember 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mengacu pada PP No. 70 tahun 2020 dalam pasal 1 dijelaskan kebiri kimia merupakan tindakan pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Berdasarkan PP tersebut dalam Lbhpengayoman.unpar.ac.id disebutkan beberapa syarat seseorang dapat menerima hukuman kebiri kimia, yaitu
- Pelaku pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
- Korban lebih dari satu orang
- Mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia
Tujuan dari dijatuhkannya hukuman kebiri kimia pada pelaku kekerasan seksual ini untuk menekan hasrat seksual berlebih seseorang. Setelah dikebiri pelaku diberikan alat pendeteksi dan direhabilitasi.
Selanjutnya: Hukuman kebiri ini efektif jika diberikan pada pelaku yang menderita gangguan...
Dikutip dari Law.ui.ac.id, hukuman kebiri ini efektif jika diberikan pada pelaku yang menderita gangguan pedhopilia. Pengidap pedhopilia secara kesehatan terganggu dapat disembuhkan dengn mengurangi hormon pelaku.
Kebiri kimia secara medis dapat menekan dorongan seksual dan menghentikannya agar tidak muncul kembali.
Dengan diberikan tindakan kebiri kimia dan dibarengi rehabilitasi secara psikis akan berangsur menghilangkan dorongan seksual menyimpang.
Ditegaskan oleh Nathalina Naibaho, dosen Studi Hukum Pidana FHUI dalam Law.ui.ac.id, kebiri kimia bukan hanya sanksi untuk rehabilitasi namun juga bentuk tanggung jawab dan pembalasan pada tindakan yang telah dilakukan. Selain itu bisa menjadi tindakan pencegahan.
Meski beberapa pihak mendukung hukuman tambahan ini, Komnas HAM tidak berpandangan serupa.
Menurut penjelasan Sandrayati Moniaga, Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Komnas HAM RI dalam komnasham.go.id menyebut, tindakan tersebut tidak manusiawi atau merndahkan martabat manusia.
Ia berpendapat bahwa kebiri kimia merupakan prosedur medis yang harus mendapatkan persetujuan. Selain itu, penambahan pidana kebiri kimia tidak akan secara substantif mengatasi persoalan akses keadilan yang dihadapi oleh korban.
Tak hanya Sandra, Komisioner KPAI Putu Elvina mengatakan bahwa Undang-Undang yang mengatur hukum kebiri kimia tersebut tidak memiliki sumbangsih terhadap penurunan kekerasan seksual terhadap anak.
TATA FERLIANA