Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK akan menggelar sidang putusan atas dugaan pelanggaran etik Hakim Konstitusi Guntur Hamzah yang dilayangkan Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (FORMASI) dan Gerakan Aktivis Konstitusi (GAS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang putusan pelanggaran etik ini akan dilaksanakan di ruang sidang lantai IV, Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 7, Jakarta Pusat, pukul 16.30 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sehubungan dengan Sidang Pleno Pengucapan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, mohon kehadiran Saudara secara daring atau luring, pada Kamis, 25 April 2024, pukul 16.30 WIB sampai selesai," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam surat undangan kepada Guntur Hamzah tertanggal 23 April 2024.
Lantas, siapa sebenarnya Guntur Hamzah? Bagaimana pula perjalanan karier Guntur sebagai Hakim MK? Berikut profilnya.
Profil Guntur Hamzah
Menukil laman mkri.id, Guntur Hamzah lahir di Makassar, Sulawesi Selatan pada 8 Januari 1965. Ia meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Hasanuddin pada 1988. Selanjutnya, ia menyelesaikan gelar magister hukum di Universitas Padjadjaran pada 1995 dan gelar doktor di Universitas Airlangga pada 2002 dengan predikat cum laude.
Sejak Februari 2006, ia menjabat sebagai Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara di Universitas Hasanuddin.
Guntur memiliki pengalaman internasional, termasuk melakukan benchmarking di National University of Singapore, University Kebangsaan Malaysia, dan Chulalongkorn University di Thailand.
Pada 2007, ia menjajaki kerjasama akademik dengan Utrecht University di Belanda, dan mengikuti program pendek mengenai student centered learning di Maastricht University dan Utrecht University pada 2009. Pada 2010-2011, ia mengikuti Program Academic Recharging di Utrecht University.
Selama kariernya di Universitas Hasanuddin, Guntur menduduki berbagai posisi akademik seperti Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara, Sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum, Ketua Program Magister Ilmu Hukum, dan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum.
Di luar lingkungan universitas, ia pernah menjabat sebagai Legislative Drafter pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) pada tahun 2003 dan berbagai posisi lainnya seperti menjadi Tenaga Ahli pada Kementerian Dalam Negeri RI.
Guntur pernah menerima sejumlah penghargaan dari negara, termasuk Satyalancana Karya Satya untuk pengabdian 10 Tahun, 20 Tahun, dan 30 Tahun, serta anugerah Bintang Jasa Nararya dari Presiden RI pada 13 Agustus 2020. Pemerintah menempatkannya dalam Top 10 Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya/Eselon I Teladan se-Indonesia Tahun 2021.
Selain tugasnya sebagai Hakim Konstitusi, Guntur juga memimpin sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) masa bakti 2021-2025.
Ia juga memimpin sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) untuk masa bakti 2021-2025.
Guntur dilaporkan dua kelompok
Sebelumnya, Guntur dilaporkan dua kelompok. Pertama, Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (Formasi) yang mengadukan hakim MK itu karena menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN).
Guntur dinilai melanggar etik hakim konstitusi karena secara waktu bersamaan menjabat sebagai Ketua APHTN HAN. Formasi menuding jabatan itu memungkinkan adanya komunikasi antara APHTN HAN dengan Guntur yang berkaitan sebagai ahli di MK.
Kedua, Gerakan Aktivis Konstitusi (GAS) melaporkan Guntur karena terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XIX/2023 soal ambang batas pencalonan usia capres dan cawapres. GAS menduga Guntur melanggar kode etik hakim konstitusi karena berkeinginan mengabulkan permohonan para pemohon perkara tersebut.
Dalam sidang pemeriksaan saksi atas perkara APHTN HAN, MKMK memeriksa tiga saksi pelapor dari Formasi. Ahmad Siboy, Ibnu Samwidodo, dan Basuki Kurniawan. Ketiganya adalah pengurus Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Jawa Timur.
"Garis besarnya, ketiganya menerangkan bahwa Prof. Guntur memang masih tercatat sebagai ketua APHTN HTN, namun sudah non-aktif sejak jadi hakim," ucap Palguna dalam keterangannya pada Selasa, 23 Maret 2024.
Kendati demikian, salah satu saksi Ahmad Siboy mengatakan bahwa tidak ada istilah ketua non-aktif dalam AD/ART organisasi. Adanya adalah istilah pelaksana tugas.
EKA YUDHA SAPUTRA | AMELIA RAHIMA SARI | SUKA KANTHI NURANI