Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum DPR RI, Arsul Sani, mengatakan mereka tidak akan menganulir keputusan pencopotan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Aswanto meskipun dianggap inkonstitusional oleh berbagai pihak. Mereka pun tetap menunjuk Sekretaris Jenderal MK, Guntur Hamzah, sebagai pengganti Aswanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arsul menjelaskan, pencopotan Hakim MK bukanlah soal prosedural. Ia menyebut ada persoalan lain yang dipertimbangkan DPR sehingga memutuskan untuk mengganti Hakim MK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“DPR rasanya tak akan menganulir putusan itu. Karena bagi DPR persoalannya bukan prosedural. Ada persoalan besar lainnya terkait dengan putusan itu sebagai perilaku MK yang kita pandang inkonstitusional,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 4 Oktober 2022.
Menurut Arsul, Mahkamah Konstitusi kerap berbuat inkonstitusional. Bahkan, kata dia, MK mulai menjelma seperti DPR yang merupakan lembaga politik. Sebab, ada beberapa keputusan MK yang sangat sektoral dan dilakukan untuk kepentingan diri sendiri.
Arsul mencontohkan keputusan MK dalam uji materiil Undang-Undang MK yang membatalkan pasal 87a. Pasal ini menyebutkan Ketua atau Wakil Ketua tetap menjabat sampai masa jabatannya berakhir. Aturan ini, kata Arsul, dianggap merugikan hak konstitusional 7 hakim konstitusi yang lain.
Adapun pasal 87b Undang-Undang MK disebut Arsul tetap berlaku. Pasal ini menyebutkan hakim konstitusi mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak lebih dari 15 tahun.
“Itu sangat sektoral sekali. Kami di DPR melihat MK ini seperti DPR juga, lembaga politik. Kalau ada kepentingan diri sendiri maka uji itu ditolak,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR RI, Bambang Wuryanto, memberikan alasan pencopotan Aswanto. Ia menyebut kinerja Aswanto mengecewakan karena kerap menganulir undang-undang yang dibuat oleh DPR.
Anggota Fraksi PDIP itu pun menyebut Aswanto tak memiliki komitmen dengan DPR. Sehingga, surat konfirmasi dari MK dijawab oleh DPR dengan mengganti Hakim MK.
“Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh,” kata dia.
Sementara itu, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan penggantian Aswanto dengan Guntur Hamzah oleh DPR RI semestinya tidak dilakukan. Apalagi, pemberhentian itu karena masalah putusan.
Bivitri menilai putusan yang diambil DPR untuk memberhentikan hakim di tengah masa jabatannya tidak termuat dalam Undang-Undang MK. Dia menilai hal itu dapat membahayakan independensi MK.
"Independensi peradilan itu prinsip penting secara global, hakim tidak boleh 'dievaluasi' di tengah masa jabatannya secara politik oleh lembaga politik berdasarkan putusannya", kata Bivitri Susanti saat dihubungi oleh Tempo, Jumat, 30 September 2022.
Bivitri menegaskan evaluasi terhadap Hakim MK yang dilakukan DPR bukan berarti bisa seenaknya melakukan pemecatan di tengah masa jabatan. Ia juga menjelaskan, surat yang diterima DPR dari MK sebenarnya hanya untuk mengkonfirmasi soal Putusan MK dan bukan meminta pergantian hakim.
Penggantian Aswanto dengan Guntur Hamzah itu pun telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis lalu, 29 September 2022. Kini nasib keduanya berada di tangan Presiden Jokowi untuk disahkan. Menteri Politik Hukum dan HAM Mahfud Md sempat menyatakan bahwa presiden tak bisa menolak usulan pergantian dari DPR itu.
IMA DINI SHAFIRA | FAJAR PEBRIANTO