Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga tersangka terduga teroris dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) berhasil ditangkap Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri di wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar mengungkap, ketiga tersangka teroris tersebut yaitu RR, AS, dan MW.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Densus 88 Antiteror melaksanakan penegakan hukum terhadap penegakan hukum terhadap 3 tersangka kelompok teror di Sulawesi Tengah,” kata Aswin dalam keterangannya, Jumat, 20 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RR dan AS ditangkap Densus 88 Antiteror Polri bekerja sama dengan Tim dari Korps Brimob Kepolisian Daerah atau Polda Sulteng di Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una pada Kamis, 19 Desember 2024. Sementara tersangka MW telah diamankan lebih dulu pada awal September di Bima, NTB.
Berdasarkan keterangan Aswin, RR yang merupakan anggota kelompok MIT pimpinan Sabar Daeng Koro dan Santoso, bertugas sebagai fasilitator rekrutmen anggota baru yang akan bergabung dengan kelompok teroris tersebut dalam rangka pelaksanaan Tadrib Asykari atau pelatihan militer.
“Selain itu, RR juga pernah melaksanakan Tadrib Asykari bersama kelompok MIT dengan materi bongkar pasang senjata api, latihan menembak menggunakan senjata api, teknik tempur, kamuflase, penguatan fisik, dan pembuatan bahan peledak,” katanya, dikutip dari Antara.
Serupa dengan RR, tersangka MW juga merupakan anggota kelompok MIT pimpinan Sabar Daeng Koro dan Santoso. Aswin mengatakan, MW bertugas mengantar logistik dan pembuatan bahan-bahan peledak atau bom di kamp Daeng Koro di tempat pelaksanaan Tadrib Asykari di Pegunungan Poso.
“Tersangka MW pernah melakukan penembakan dengan senjata api jenis FN di Desa Sepe, Kecamatan Lege, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, yang mengakibatkan korban meninggal dunia,” kata dia.
Terakhir, tersangka berinisial AS, Aswin mengungkapkan terduga teroris jaringan MIT itu pernah melaksanakan Tadrib Asykari di daerah Mamuju Utara dengan materi penguatan fisik, teori, membuat bom, taktik perang, membaca peta, dan latihan bongkar pasang senjata api. Selain itu, kata dia, tersangka AS tergabung dalam grup media sosial kelompok radikal.
“Pada akhir tahun 2013, (tersangka AS) berencana melakukan aksi amaliyah fa’i dengan sasaran bank-bank di wilayah Poso dan Parigi,” ujarnya.
Profil Mujahidin Indonesia Timur
Mujahidin Indonesia Timur atau MIT, adalah sebuah kelompok militan Islam afiliasi Islamic State of Iraq and Syiria atau ISIS yang beroperasi di Poso, Sulteng, Indonesia. Sejak September 2015, Dewan Keamanan PBB telah melarang MIT dan ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Departemen Luar Negeri AS.
Kelompok ini awalnya didirikan dan dipimpin oleh Abu Wardah alias Santoso pada 2010. Kelompok ini juga berafiliasi erat dengan Mujahidin Indonesia Barat yang dipimpin Abu Roban. Kala Santoso tewas oleh Polisi Indonesia pada 18 Juli 2016 kelompok ini dipimpin oleh Ali Kalora. Namun Kalora juga terbunuh pada 18 September 2021.
MIT sebagian besar melakukan operasinya di Sulawesi namun mengancam akan menyerang sasaran di seluruh Indonesia. Operasi kelompok ini biasanya menghindari operasi yang dapat menyebabkan korban sipil, tapi dilaporkan terlibat dalam bentrokan antara Muslim dan Kristen di Provinsi Maluku antara 1999 dan 2002.
Pada 2022, kepolisian menyatakan, kelompok MIT sudah habis dengan tewasnya Al Ikhwarisman alias Jaid yang dijuluki Pak Guru dalam sebuah kontak tembak dengan Densus 88 Antiteror d Poso. Dengan tewasnya Jaid, tidak ada lagi daftar pencarian orang dari kelompok MIT. Namun, tertangkapnya tiga tersangka akhir-akhir menjadi pertanyaan apakah MIT masih beroperasi.
Menurut Ketua Program Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) M Syauqillah, penangkapan RR, AS, MW tersebut memperlihatkan masih adanya sisa kelompok MIT di Sulteng dan NTB. Sebagaimana diketahui, Bima merupakan daerah asal simpatisan MIT.
Selain itu, penangkapan tersebut menunjukkan masih adanya ancaman dari kelompok MIT, khususnya terkait penyebaran ideologi. Hal itu ditunjukkan dengan keterlibatan pelaku dalam pelatihan militer yang merupakan tahap selanjutnya setelah penyebaran ideologi.
”Menurut saya, perlu kajian mendalam tentang berbagai faktor pemicu penyebaran ideologi radikal terorisme di Sulteng,” katanya.
Sejarah MIT
Sejarah terbentuknya TIM pernah disampaikan Kombes Aswin pada 2021 lalu. Mantan Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri menceritakan perihal ini menyusul tewasnya pimpinannya Ali Kalora dalam baku tembak pada September tahun itu. Kata dia, terbentuknya MIT tidak terlepas dengan kelompok teroris lain hingga konflik yang ada di Poso.
“Terbentuknya Mujahidin Indonesia Timur (MIT) tidak bisa dilepaskan dari Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), Konflik Poso, dan tentunya tidak bisa terlepas dari sosok paling penting dari gerakan organisasi teror di Indonesia, Abu Bakar Ba’asyir,” kata Aswin dalam keterangannya, Sabtu, 25 September 2021.
Menurut Aswin, kelahiran MIT didasari oleh JAT yang merupakan jaringan organisasi teror yang didirikan oleh Abu Bakar Ba’asyir (ABB) pada 2008. ABB sendiri merupakan pendiri Jamaah Islamiyah (JI) bersama Abdullah sungkar di Malaysia pada 1993. Santoso adalah anggota JAT yang diangkat menjadi pimpinan JAT di Poso.
“Abu Bakar Ba’asyir mendirikan JAT bersama Abu Tholut. Salah satu anggota JAT adalah Santoso alias Abu Wardah, yang kemudian diangkat menjadi pemimpin Komando JAT di Poso atau yang lebih dikenal dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT),” katanya.
Menurut Kombes Aswin, salah satu anggota JAT yang lain bernama Bahrumsyah ditunjuk menjadi pemimpin Komando Mujahidin Indonesia Barat (MIB). Berdasarkan hasil pendalaman saat itu pada 2009, Aceh ditetapkan sebagai episentrum aliansi kelompok jihad Lintas Tanzim Aceh sekaligus daerah basis pelatihan militer.
Namun kepolisian berhasil mengendus kegiatan latihan militer mereka di daerah Jantho Aceh dan memburu semua peserta pelatihan itu termasuk Abu Bakar Ba’asyir. Bahrumsyah tewas dalam kontak tembak dengan Densus 88 di daerah Ciputat setahun berikutnya.
“Salah satu anggota, Santoso alias Abu Wardah, lari ke Poso dan ditahbiskan sebagai Amir Asykari sayap militer JAT cabang Poso,” katanya.
Pada 2010, Santoso dalam pelariannya melaksanakan Qoidah Aminah Tanzim jihad Negara Islam melakukan perekrutan anggota, mengumpulkan senjata dan melakukan pelatihan militer di Gunung Mauro, Gunung Biru dan Tamanjeka di wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
“Berkat kegigihannya tersebut, Santoso diangkat menjadi pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pada tahun 2012,” katanya.