Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panglima Militer Jamaah Islamiyah atau JI, Khoirul Anam alias Bravo, menjelaskan deklarasi pembubaran JI pada 30 Juni 2024 lalu. Menurutnya, ada konsekuensi yang harus dibayar setelah organisasi dibubarkan, yakni tanzim siri (organisasi rahasia) dan tanzim askary (organisasi kemiliteran) harus ikut dibubarkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bravo menjelaskan tanzim siri dan tanzim askary merupakan bagian dari bidang tajhiz dalam organiasai JI. Salah satunya fokus mengurusi moral dan skill tempur anggota JI. Termasuk juga berkaitan dengan persenjataan dan pengamanan personal dari anggota JI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tanzim siri dan tanzim askary ini mejadi ruh utama, jika JI bubar konsekuensinya dua itu juga harus dibubarkan,” ujar Bravo kepada Tempo di sebuah hotel di Jakarta Selatan pada Senin, 23 September 2024. Wawancara itu difasilitasi pihak Densus 88 Antiteror Polri.
Bravo adalah salah satu tokoh yang diajak bertemu Amir atau pimpinan tertinggi JI periode 2007-2019, Para Wijayanto, sekitar April 2024, sebelum deklarasi pembubaran dilakukan. Pertemuan itu dilakukan bersama dua tokoh JI lainnya yakni Bambang Sukirno dan Amir JI periode 2002-2003, Abu Rusydan, di ruang tahanan Polda Metro Jaya. Yang dibahas adalah “Pemikiran 642” yang bermakna 6 poin orientasi jihad, 4 evaluasi, dan 2 tentang tanzim siri serta tanzim askary.
Keempatnya bersepakat “Pemikiran 642” itu harus disebarkanluaskan ke seluruh anggota JI dan didokumentasikan dalam bentu video. Dalam video Bravo, Para Wijayanto, Abu Rusydan, menyampaikan pemikiran itu. Menurut Bravo, soal pembubaran tanzim siri dan tanzim askary juga disampaikan dalam video.
Oleh karena itu, Bravo mengulang seruan dalam video tersebut, kepada seluruh anggota JI yang masih menyimpan dan mengetahui soal alat, bahan, dan senjara agar diserahkan. “Itu saya sampaikan, tokoh JI yang di luar dan Densus 88 Antiteror akan memfasilitasi,” tutur Bravo. Ia melanjutnya beberapa pusuk senjata juga sudah diserahkan, termasuk bahan peledak TNT, di Nusa Tenggara Barat, sebanyak 4 kilogram. Selain itu senjata yang dibuang di Sungai Bengawan Solo juga sudah diambil dan dikembalikan.
Abu Fatih, yang pernah menjadi Kepala Mantiqi (wilayah gerak) II JI di Indonesia, menjelaskan bukti bahwa JI serius membubarkan diri. Ia yang juga hadir dalam acara deklarasi pembubaran diri itu menuturkan JI telah menyerahkan senjata dan alat berbahaya ke Densus 88 sebelum 30 Juni 2024. Menurutnya, itu menbjadi bukti konkret bahwa deklarasi pembubaran JI tidak main-main. “Ini bukan gimik, bukan pura-pura,” kata Abu Fatih di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Juru Bicara Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, Komisaris Besar Aswin Siregar, membenarkan kelompok JI telah menyerahkan senjatanya sebagai bentuk komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Senjata dan bahan peledak yang mereka simpan, termasuk bahan-bahan lain yang masih mencerminkan kekuatan JI, itu diserahkan,” kata Aswin.
Kendati demikian, ia mengungkapkan penyerahan senjata itu masih dalam proses. Ia bergurau mungkin senjata dan alat berbahaya itu dikubur entah di mana. Bahkan, kata Aswin, anggota JI sendiri bisa jadi lupa di mana menyimpan peralatan tersebut. "Nanti kami cari lagi," ujar Aswin.