Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Ramai-ramai mencalonkan hakim agung

Berbagai pernyataan kalangan hukum tentang pencalonan hakim agung kepada presiden yang diajukan oleh DPR. tapi calon-alon yang diajukan dianggap tidak berbobot. (hk)

14 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Ramai-ramai mencalonkan hakim agung
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGKA keramat "17" agaknya bukan kebetulan sama dengan nomor plat mobil jabatan (B-17) Ketua Mahkamah Agung, Mudjono. Sebab lembaga tinggi negara itu kini ternyata juga masih membutuhkan 9 majelis hakim agung untuk menggenapi 17 majelis agar sesuai dengan kebutuhan. Mahkamah Agung (MA) sampai sekarang memang masih menyimpan tunggakan sebanyak 10.800 perkara. Dengan 8 majelis yang beranggotakan 24 hakim sekarang, setiap majelis hanya mampu menyelesaikan 600 perkara setiap tahun. Dengan penambahan 9 majelis (27 hakim agung seperti yang direncanakan sekarang, diharapkan semua tunggakan tadi dapat diselesaikan sampai akhir Pelita III ini. Untuk tambahan itulah akhir Juli lalu DPR mengajukan 66 orang calon hakim agung kepada Presiden. Tapi nama calon-calon yang diajukan, khususnya fraksi PDI, ternyata mengejutkan berbagai kalangan hukum, baik hakim-hakim maupun advokat. Organisasi advokat Peradin misalnya, mengeluarkan pernyataan yang isinya menyatakan tidak tahu menahu adanya beberapa orang pengacara yang dicalonkan untuk menduduki jabatan itu. Selain itu, pernyataan Peradin 29 Juli lalu, mengharapkan, untuk lembaga peradilan tertinggi dan benteng terakhir hukum itu diisi dengan orang-orang yang punya integritas dan kredibilitas, serta pengetahuan hukum yang mendalam. Hanya saja pernyataan yang ditandatangani oleh Haryono Tjitrosubono dan Maruli Simorangkir itu, tidak tegas-tegas menyebutkan siapa calon yang tidak disukainya. "Banyak di antara calon-calon itu yang tidak memenuhi syarat," kata Haryono. Tidak pula dijelaskan secara tuntas syarat-syarat itu. Lebih jelas lagi Direktur Litigasi LBH, Abdurahman Saleh. "Saya secara pribadi senang bila teman seangkatan dicalonkan jadi hakim agung. Tapi yang namanya Amin Arjoso atau Nurbani Yusuf itu baru tamat kursus advokat Peradin tahun 1977 -- hebat benar," ujar Abdurahman Saleh. Keluhan mendasar keluar dari Haryono. "Kalau orang semacam itu masuk Mahkamah Agung, mau dibawa ke mana negara hukum ini?" Alasannya, Mahkamah Agung itulah yang menentukan landasan dan pedoman negara hukum. Ketua Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi), Albert Hasibuan, sependapat dengan Peradin. "Yang lebih penting lagi bagaimana karir hakim kalau orang sembarangan bisa masuk ke Mahkamah Agung," katanya. Ia menganggap karir hakim untuk menjadi hakim agung merupakan prioritas utama. Sebab, dedikasi hakim, baru bisa diharapkan bila ada jenjang karir yang kongkrit. Sebab itu Fraksi Karya Pembangunan di DPR mencalonkan 31 orang hakim tinggi untuk jabatan itu selain 1 orang jaksa dan 1 orang pengacara. Pengacara senior lainnya Yap Thiam Hien menyesalkan, Fraksi PDI yang mengajukan calon-calon yang diributkan itu. "Partai itu tidak mengerti fungsi Mahkamah Agung," katanya. Ia lebih risau lagi kalau pencalonan itu merupakan usaha agar lembaga yudikatif itu menjadi arena politik. "Kalau Mahkamah Agung dipolitisasikan, habislah negara dan demokrasi kita ini," tambahnya. PARA calon hakim agung yang diributkan, ternyata tenang-tenang saja. "Adanya calon dari advokat itu langkah positif, karena kedua profesi itu sering bertemu di pengadilan," ujar Soenarto Soerodibroto, salah seoran calon. H. Nurbani Yusuf Kusumanegara juga merasa pencalonan itu sebagai penghormatan atas dirinya. Berusia 42 tahun (termuda dari 66 orang calon), bekas bintang film ini menganggap usia bukan masalah. "Orang yang lebih muda tidak berarti kalah pintar dari yang lebih tua," kata Nurbani. V.B. Da Costa anggota Fraksi PDI yang juga dicalonkan untuk hakim agung, menjelaskan, pencalonan dari fraksinya itu berdasarkan usul setiap unsur yang berfusi di PDI. Menurut Da Costa, PDI memang diberi waktu terbatas, hanya 2 minggu untuk pencalonan itu. "Untuk memperoleh nama-nama itu kami hanya mencari asal sarjana hukum. Karena PDI tidak punya calon-calon hakim, kami --kecuali Sugiarti Salman -- mencalonkan advokat," katanya. Mengenai mutu dan pengalaman, ia mengelak, "itu terserah penilaian masing-masing. Baik Ketua Mahkamah Agung Mudjono maupun Menteri Kehakiman Ali Said yang akan dimintai pertimbangan oleh Presiden untuk menyeleksi calon-calon itu, tidak bersedia memberikan komentar atas mutu dan pengalaman beberapa orang yang dicalonkan. Mudjono juga mengharapkan, agar kita tidak bermimpi hakim-hakim agung itu seperti hakim agung di Amerika. "Inilah faktanya di negara kita, dan itulah faku yang diajukan DPR kita," ujar Mudjono. Kedua pejabat tinggi itu akan menyeleksi semua calon itu, Rabu pekan ini sebeium diangkat Presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus