ANGKA keramat "17" agaknya bukan kebetulan sama dengan nomor
plat mobil jabatan (B-17) Ketua Mahkamah Agung, Mudjono. Sebab
lembaga tinggi negara itu kini ternyata juga masih membutuhkan 9
majelis hakim agung untuk menggenapi 17 majelis agar sesuai
dengan kebutuhan.
Mahkamah Agung (MA) sampai sekarang memang masih menyimpan
tunggakan sebanyak 10.800 perkara. Dengan 8 majelis yang
beranggotakan 24 hakim sekarang, setiap majelis hanya mampu
menyelesaikan 600 perkara setiap tahun. Dengan penambahan 9
majelis (27 hakim agung seperti yang direncanakan sekarang,
diharapkan semua tunggakan tadi dapat diselesaikan sampai akhir
Pelita III ini. Untuk tambahan itulah akhir Juli lalu DPR
mengajukan 66 orang calon hakim agung kepada Presiden.
Tapi nama calon-calon yang diajukan, khususnya fraksi PDI,
ternyata mengejutkan berbagai kalangan hukum, baik hakim-hakim
maupun advokat. Organisasi advokat Peradin misalnya,
mengeluarkan pernyataan yang isinya menyatakan tidak tahu menahu
adanya beberapa orang pengacara yang dicalonkan untuk menduduki
jabatan itu. Selain itu, pernyataan Peradin 29 Juli lalu,
mengharapkan, untuk lembaga peradilan tertinggi dan benteng
terakhir hukum itu diisi dengan orang-orang yang punya
integritas dan kredibilitas, serta pengetahuan hukum yang
mendalam. Hanya saja pernyataan yang ditandatangani oleh Haryono
Tjitrosubono dan Maruli Simorangkir itu, tidak tegas-tegas
menyebutkan siapa calon yang tidak disukainya. "Banyak di antara
calon-calon itu yang tidak memenuhi syarat," kata Haryono. Tidak
pula dijelaskan secara tuntas syarat-syarat itu.
Lebih jelas lagi Direktur Litigasi LBH, Abdurahman Saleh. "Saya
secara pribadi senang bila teman seangkatan dicalonkan jadi
hakim agung. Tapi yang namanya Amin Arjoso atau Nurbani Yusuf
itu baru tamat kursus advokat Peradin tahun 1977 -- hebat
benar," ujar Abdurahman Saleh.
Keluhan mendasar keluar dari Haryono. "Kalau orang semacam itu
masuk Mahkamah Agung, mau dibawa ke mana negara hukum ini?"
Alasannya, Mahkamah Agung itulah yang menentukan landasan dan
pedoman negara hukum.
Ketua Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi), Albert
Hasibuan, sependapat dengan Peradin. "Yang lebih penting lagi
bagaimana karir hakim kalau orang sembarangan bisa masuk ke
Mahkamah Agung," katanya. Ia menganggap karir hakim untuk
menjadi hakim agung merupakan prioritas utama. Sebab, dedikasi
hakim, baru bisa diharapkan bila ada jenjang karir yang
kongkrit. Sebab itu Fraksi Karya Pembangunan di DPR mencalonkan
31 orang hakim tinggi untuk jabatan itu selain 1 orang jaksa dan
1 orang pengacara.
Pengacara senior lainnya Yap Thiam Hien menyesalkan, Fraksi PDI
yang mengajukan calon-calon yang diributkan itu. "Partai itu
tidak mengerti fungsi Mahkamah Agung," katanya. Ia lebih risau
lagi kalau pencalonan itu merupakan usaha agar lembaga yudikatif
itu menjadi arena politik. "Kalau Mahkamah Agung
dipolitisasikan, habislah negara dan demokrasi kita ini,"
tambahnya.
PARA calon hakim agung yang diributkan, ternyata tenang-tenang
saja. "Adanya calon dari advokat itu langkah positif, karena
kedua profesi itu sering bertemu di pengadilan," ujar Soenarto
Soerodibroto, salah seoran calon.
H. Nurbani Yusuf Kusumanegara juga merasa pencalonan itu sebagai
penghormatan atas dirinya. Berusia 42 tahun (termuda dari 66
orang calon), bekas bintang film ini menganggap usia bukan
masalah. "Orang yang lebih muda tidak berarti kalah pintar dari
yang lebih tua," kata Nurbani.
V.B. Da Costa anggota Fraksi PDI yang juga dicalonkan untuk
hakim agung, menjelaskan, pencalonan dari fraksinya itu
berdasarkan usul setiap unsur yang berfusi di PDI. Menurut Da
Costa, PDI memang diberi waktu terbatas, hanya 2 minggu untuk
pencalonan itu. "Untuk memperoleh nama-nama itu kami hanya
mencari asal sarjana hukum. Karena PDI tidak punya calon-calon
hakim, kami --kecuali Sugiarti Salman -- mencalonkan advokat,"
katanya. Mengenai mutu dan pengalaman, ia mengelak, "itu
terserah penilaian masing-masing.
Baik Ketua Mahkamah Agung Mudjono maupun Menteri Kehakiman Ali
Said yang akan dimintai pertimbangan oleh Presiden untuk
menyeleksi calon-calon itu, tidak bersedia memberikan komentar
atas mutu dan pengalaman beberapa orang yang dicalonkan.
Mudjono juga mengharapkan, agar kita tidak bermimpi hakim-hakim
agung itu seperti hakim agung di Amerika. "Inilah faktanya di
negara kita, dan itulah faku yang diajukan DPR kita," ujar
Mudjono. Kedua pejabat tinggi itu akan menyeleksi semua calon
itu, Rabu pekan ini sebeium diangkat Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini