BARANGKALI ini yang pertama kali dalam Zaman Orde Baru: sebuah
upacara penerimaan mahasiswa baru dan wisuda sarjana baru UI
berjalan singkat, rapi dan tertib. Tidak ada selebaran mahasiswa
yang beredar. Tidak pula kelihatan spanduk yang bertuliskan
komentar mahasiswa. "Yel-yel atau celetukan yang agak "panas"
pun tak terdengar.
Balai Sidang Senayan, Jakarta, pagi itu (6 Agustus) penuh.
Hadir 1.853 mahasiswa baru, dan 464 sarjana baru yang diwisuda
saat itu.
Agaknya ketertiban itu sudah dipersiapkan oleh UI sejak lama.
Mungkin malahan sejak Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dilantik
selaku rektor UI Februari lalu, ia menyatakan konsep
pengelolaan UI: institusionalisasi, profesionalisasi, dan
transpolitisasi. Mahasiswa benar-benar diarahkan untuk
menjadikan UI sebagai "lembaga ilmiah, tempat para sivitas
akademika bergiat sebagai masyarakat ilmiah."
Juga ketika pendaftaran mahasiswa baru, sesudah hasil tes masuk
Proyek Perintis I diumumkan, kehendak pengelola UI untuk
terciptanya suasana itu tercermin. Ada surat pernyataan yang
harus ditandatangani mahasiswa baru dan orang tua atau walinya.
Teks pernyataan itu, yang dicantumkan pada halaman 35 buku
Opspek (orientasi program studi dan pengenalan kampus), harus
diketik ulang, diberi materai Rp 25 dan ditandatangani
mahasiswa bersangkutan dan orang tua atau walinya.
Sedikit saja mahasiswa baru yang menyatakan kaget, karena aturan
baru itu. "Kok, aneh, ya. Memangnya kita dicurigai mau berbuat
yang bukan-bukan?" ujar seorang mahasiswa baru Fakultas Hukum.
Pengembalian pernyataan umumnya berjalan lancar. Agaknya
sebagian besar mahasiswa bersikap seperti seorang mahasiswa baru
Fak. Ekonomi: "Kita sih mau-mau saja, asal tak mengeluarkan
uang. Soalnya diterima di UI saja sudah syukur. Kita nggak akan
berbuat yang nggak-nggak."
Agaknya Keputusan Rektor UI tentang tata tertib kampus
tertanggal 8 Juli 198. (masih semasa Prof. Dr. Mahar Mardjono)
belum dianggap cukup. Padahal 11 pasal Keputusan itu dengan
jelas menyatakan hal yang boleh dan yang tak boleh dilakukan
mahasiswa UI, lengkap beserta sanksi-sanksinya. "Memang
peraturan itu ada," kata Nugroho Notosusanto sehabis mewisuda
sarjana baru, Jumat pagi itu. "Tapi selama ini 'kan disiplinnya
yang tak ada. Kami harapkan dengan pernyataan itu mahasiswa baru
akan disiplin. Jika disiplin sudah melembaga pernyataan
seperti itu tentulah tak perlu lagi."
Mahasiswa, dalam janji pernyataan yang harus diteken itu,
pokoknya "memegang teguh ketentuan bahwa UI lembaga pendidikan
tinggi negara, bukan lembaga sosial, ekonomi, politik, maupun
yang lain." Mahasiswa "bersedia mematuhi segala peraturan, dan
bersedia menerima sanksi bila melanggarnya."
Tapi komentar-komentar tak enak tetap juga terdengar. "Wah,
memang mahasiswa itu anak kecil?" kata seorang mahasiswa Fak.
Ilmu-ilmu Sosial tingkat akhir. "Kan mestinya cukup dengan
keputusan tata tertib UI itu."
Pun guru Besar Fakultas Psikologi UI, Prof. Slamet Iman
Santoso, tampaknya kaget mendengar soal pernyataan ini. "Lho,
kok menerapkan disiplin dengan cara begitu. Itu namanya kontrak
disiplin. Jelas tidak berdasar kesadaran," kata Prof. Slamet
yang kali ini, untuk pertama kalinya, tidak hadir dalam acara
penerimaan mahasiswa baru UI. Menurut ahli psikologi ini,
disiplin anak didik harus dimulai dari atas. Harus dicontohkan.
"Jika gurunya disiplin, muridnya otomatis akan disiplin,"
tambahnya.
Komentar Menteri P&K Daoed Joesoef? "Itu hanya untuk
mengingatkan mahasiswa bahwa dia memasuki suatu lembaga yang
juga ada aturan-aturan dan sanksi-sanksinya." Menteri baru saja
pulang menghadiri satu konperensi kebudayaan di Meksiko. Dan
terlibatnya orang tua di situ, katanya, "selaras dengan GBHN.
Bukankah pendidikan itu diselenggarakan oleh pemerintah, orang
tua, dan masyarakat?"
Itulah mengapa acara perkenalan mahasiswa yang dulu populer
disebut "perploncoan" kini ditiadakan di UI. Sebagai gantinya,
ada Opspek tadi. Hanya berlansung dua hari, 4 dan 5 Agustus,
Opspek sepenuhnya dikendalikan oleh panitia yang sebagian besar
terdiri dari para dosen. Dulu "perploncoan" sepenuhnya
diselenggarakan oleh mahasiswa. "Ini salah satu usaha ke arah
adanya keteraturan dan kedisiplinan," kata Nugroho pula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini