Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rekam Jejak Kelam Para Pimpinan KPK yang Baru

Rekam jejak pimpinan KPK periode 2024-2029 kelam. Ada yang pernah dilaporkan dalam kasus gratifikasi.

22 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sebagian pimpinan baru KPK masih menjadi pegawai aktif di instansi asal mereka.

  • Ada pemimpin baru KPK yang pernah dilaporkan dalam kasus gratifikasi.

  • Pimpinan lama KPK mengakui adanya intervensi pihak luar.

SAAT libur akhir pekan pada Ahad, 15 Desember 2024, Komisaris Jenderal Setyo Budiyanto mendadak mendapat kabar dari Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi Cahya Hardianto Harefa. Ia diminta mempersiapkan diri karena akan dilantik keesokan hari sebagai Ketua KPK periode 2024-2029 oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta Pusat. Setyo langsung menyanggupi permintaan itu meski dengan sejumlah tanda tanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mulanya ia mengira akan dilantik pada Jumat, 20 Desember 2024. Sebab, pada tanggal itu jabatan pimpinan lama KPK akan berakhir. Rupanya, pelantikan itu dipercepat lantaran Prabowo akan pergi untuk melakukan serangkaian kunjungan kenegaraan ke luar negeri pada Selasa, 17 Desember 2024, sehari setelah pelantikan. “Jadi agak kaget karena tidak ada persiapan dari awal,” kata Setyo kepada Tempo di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK di Jakarta Selatan, Rabu, 18 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untungnya Setyo sedang berada di Jakarta. Ia pun langsung menghubungi Fitroh Rohcahyanto, seorang jaksa di Kejaksaan Agung yang turut terpilih sebagai pemimpin KPK. Setyo ingin memastikan kehadiran kolega lawasnya itu. Beberapa hari sebelumnya, Fitroh dikabarkan masih berada di Pati, Jawa Tengah, karena ibundanya meninggal di sana. Fitroh memastikan berangkat ke Jakarta pada Ahad itu.

Setyo menjadi Direktur Penyidik KPK pada 2020-2021. Sementara itu, Fitroh menjabat Direktur Penuntutan KPK periode 2019-2023. Kedua direktorat ini berada di dalam lingkup Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Pemimpin KPK sebelumnya, Nawawi Pomolango, dan tiga wakilnya adalah atasan Setyo dan Fitroh saat menjabat di KPK.

Kelima pemimpin baru KPK akhirnya menjalani pelantikan dengan lancar pada Senin, 16 Desember 2024. Selain Setyo dan Fitroh, pemimpin KPK yan baru adalah Johanis Tanak, Wakil Ketua KPK 2022-2024 yang kembali terpilih; Ibnu Basuki Widodo, hakim tinggi di Mahkamah Agung; dan Agus Joko Pramono, mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. Mereka terpilih setelah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, yang antara lain membidangi hukum, dan mengalahkan lima kandidat lain pada 21 November 2024.

Pada hari yang sama, tiga pemimpin lama KPK meriung di Gedung Juang Lantai 3, Kuningan, Jakarta Selatan, bersama para pegawai untuk menggelar acara perpisahan. Ketiganya bergantian menyampaikan pidato perpisahan, termasuk Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Ia turut menyampaikan pesan kepada para pegawai. “Tolong perkuat pengawasan kepada pimpinan yang baru,” tutur Alex dalam pertemuan itu.

Alexander menjadi Wakil Ketua KPK selama dua periode sejak 2015. Setelah ini, ia akan langsung pulang ke kampung halamannya di Klaten, Jawa Tengah. Eks auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan itu mulanya adalah pemimpin KPK yang tak banyak berkomentar di depan publik. Namun belakangan ia rajin mengkritik lembaganya sendiri di berbagai acara.

Salah satunya dalam rapat bersama Komisi III DPR pada Juli 2024. Kala itu Alex mengungkit soal loyalitas ganda penyidik KPK terhadap institusi asalnya. Kini, menjelang akhir masa tugasnya, Alex kembali terbuka menyatakan adanya perbedaan signifikan pada pimpinan komisi antirasuah periode 2019-2024. “KPK menjadi lebih mudah diintervensi oleh pihak luar,” ujarnya kepada Tempo.

Wakil Ketua KPK lain, Nurul Ghufron, berencana kembali mengajar di Universitas Negeri Jember, Jawa Timur. Sedangkan ketua lama KPK, Nawawi Pomolango, kembali menjadi hakim di bawah Mahkamah Agung. Ia akan mengisi kursi Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin di Kalimantan Selatan yang ditinggalkan Gusrizal, Ketua Dewan Pengawas KPK terpilih.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2024-2029, Setyo Budiyanto (kiri), berbincang dengan Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango, sebelum dimulainya proses induksi pimpinan KPK di gedung C1 KPK, Jakarta, 17 Desember 2024. Tempo/Subekti.

Sama seperti Alexander, Nawawi merasa meninggalkan KPK dengan berbagai pekerjaan yang belum tuntas. Ia menganggap cita-cita menjadikan KPK sebagai penyidik tunggal korupsi sesuai dengan amanat Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (UNCAC) 2003 masih jauh panggang dari api. Perjuangannya masih terlalu berat karena ada campur tangan pihak lain. “Intervensi itu harus dikatakan luar biasa,” ucapnya.

Sebaliknya, Ketua KPK anyar, Setyo Budiyanto, justru tak yakin akan adanya loyalitas ganda di Kuningan. Bagi dia, penegak hukum yang masuk KPK justru mengorbankan karier karena pada saat yang sama rekan mereka di institusi asal sudah mendapat jabatan dan pangkat yang lebih tinggi. Meski begitu, ia tidak menutup mata soal potensi intervensi pihak luar terhadap penyidikan perkara. “Kami pasti belajar dari pengalaman pimpinan sebelumnya agar tidak terperosok,” tuturnya.

***

IKHTIAR penyidik untuk tetap memproses kasus korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan sebenarnya masih ada. Mereka sudah mengirimkan dua surat panggilan kepada pengusaha bernama Muhammad Suryo di kediamannya di Kota Yogyakarta. Tapi hasilnya nihil. Kedua surat itu balik ke Jakarta lantaran rumah yang dituju dalam keadaan kosong melompong.

Penyidik hendak menggali peran Suryo dalam kasus korupsi DJKA yang bergulir sejak 2023. Tujuh pejabat Kementerian Perhubungan, empat pengusaha swasta, dan dua petinggi PT Kereta Api Manajemen Properti, anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (Persero), telah menjadi tersangka dan divonis di pengadilan. Namun pembahasan status Suryo ditengarai berjalan alot.

Rapat ekspose di tingkat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi kabarnya juga sudah bersepakat menetapkan Suryo sebagai tersangka. Pada 23 November 2023, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membenarkan adanya keputusan tersebut. Kebetulan penetapan Suryo sebagai tersangka bersamaan dengan bergulirnya kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.

Sehari sebelumnya, Firli ditetapkan sebagai tersangka korupsi dugaan penerimaan suap di Kementerian Pertanian. Belakangan, terungkap KPK belum menerbitkan surat perintah penyidikan atau sprindik untuk Suryo. Surat itu penting karena biasanya penetapan seseorang menjadi tersangka beriringan dengan terbitnya sprindik. “Panggilan terhadap beliau kapasitasnya sebagai saksi saja,” kata Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu.

Pengusaha Muhammad Suryo setelah memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 11 Juli 2023. Tempo/Imam Sukamto 

Suryo masih tercatat sebagai komisaris PT Surya Karya Setiabudi di bawah Surya Group, sebuah perusahaan tambang dan penjualan pasir di Yogyakarta. Sosoknya mencuat saat terungkap gesekan antara Firli Bahuri dan Deputi Penindakan dan Eksekusi kala itu, Inspektur Jenderal Karyoto. Secara kebetulan pula Firli menjadi tersangka saat Karyoto menjabat Kepala Polda Metro Jaya.

Tempo berupaya meminta konfirmasi soal panggilan pemeriksaan sebagai saksi ini kepada Suryo lewat surat elektronik dan panggilan ke nomor telepon yang tercatat di Surya Group. Namun tak ada yang direspons hingga Jumat, 20 Desember 2024. Sejumlah orang dekat Suryo juga tak merespons ketika dihubungi. Tapi, saat bersaksi di persidangan pada Agustus 2023, Suryo membantah tuduhan terlibat korupsi di DJKA. “Saya tidak pernah ikut proyek,” ucapnya.

Mandeknya pengusutan kasus korupsi DJKA itu diungkit pimpinan lama KPK dalam rapat evaluasi terakhir di ruangan ekspose lantai 15 Gedung Merah Putih KPK, awal Desember 2024. Pimpinan mempertanyakan mengapa yang dijerat baru sebatas pejabat rendah Kementerian Perhubungan. Itu pun hanya level direktur dan pejabat pembuat komitmen. Saat itu penyidik terlihat ogah-ogahan merespons pertanyaan pimpinan KPK. “Hanya dijawab ‘siap’,” tutur Alexander Marwata. Selain membahas korupsi di DJKA, pertemuan itu mengungkit kasus buronnya tersangka Harun Masiku. Harun adalah politikus yang diduga terlibat suap pergantian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2019-2024.

Korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan buronnya Harun hanya sebagian kecil dari banyaknya kasus yang mandek di KPK. Masalahnya, kalaupun pengusutan berjalan, sejumlah kasus justru mentah lewat gugatan praperadilan. Fenomena ini yang paling menonjol di KPK beberapa tahun belakangan. Dua contohnya adalah lolosnya mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, dan mantan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, dari jerat status tersangka setelah memenangi gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sampai sekarang penyelidikan lanjutan terhadap Eddy Hiariej masih mengambang. Seseorang yang mengetahui kasus ini mengatakan penyelidikannya terhambat perkara pidana dengan obyek yang sama di Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Begitu pula penyelidikan ulang Sahbirin Noor. Seorang pegawai di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK menyebutkan penanganan kasus pria yang akrab disapa Paman Birin itu terhambat karena keterbatasan alat bukti.

Beragam kasus yang mandek dan fenomena yang selama ini terjadi di lingkungan internal kemudian dirangkum pimpinan KPK dalam satu laporan tebal untuk pimpinan baru. Ketua KPK Setyo Budiyanto belum mau berbicara banyak soal kasus besar yang akan dituntaskan karena menunggu laporan lengkap tersebut. Selama ini kasus besar kerap dikaitkan dengan kerugian negara dan aktor di baliknya. Tapi Setyo lebih sepakat bila kasus besar disandingkan dengan perkara yang menyangkut hajat hidup masyarakat luas. “Itu yang semestinya dilihat sebagai parameter paling penting,” katanya.

Setyo termasuk orang lama di KPK. Jebolan Akademi Kepolisian 1989 itu menjadi Direktur Penyidikan saat KPK masih dipimpin Firli Bahuri. Fitroh Rohcahyanto memiliki karier lebih panjang di KPK. Ia tercatat menjadi jaksa fungsional di KPK sejak 2013 sebelum dilantik menjadi Direktur Penuntutan pada September 2019. 

Fitroh dikabarkan tak akur dengan Firli Bahuri. Keduanya bergesekan pada awal 2021. Saat itu KPK sedang mengungkap kasus suap pajak yang melibatkan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak periode 2016-2019, Angin Prayitno Aji. Tiga korporasi terseret, yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Gunung Madu Plantations, dan PT Bank Pan Indonesia atau Bank Panin.

Penyelidik sudah mengusulkan ketiga korporasi itu turut dijerat, tapi terpental. Empat pemimpin dan empat pejabat struktural disebut-sebut menolak melanjutkan perkara pajak itu. Akibatnya, penanganan kasus itu hanya berhenti pada Angin Prayitno Aji.

Fitroh tak memungkiri bila pengusutan perkara di KPK disebut kerap tak sampai ke aktor utama. Ia punya beragam alasan. “Ini karena norma hukum kita belum mengatur trading influence,” ujarnya.

Setyo meninggalkan KPK pada 2021 karena diangkat menjadi Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur. Fitroh baru angkat kaki dari KPK pada Februari 2023. Saat itu tengah bergulir kasus korupsi Formula E yang menyeret nama mantan Gubernur Jakarta, Anies Rasyid Baswedan. Pimpinan KPK dikabarkan menaikkan penanganan kasus itu ke tingkat penyidikan. Namun perintah ini ditentang sejumlah petinggi di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi.

Di tengah tarik-menarik itulah Fitroh mengundurkan diri dan memilih kembali ke Kejaksaan Agung. Fitroh mengambil sikap tersebut ditengarai karena tak mau mengikuti skenario pimpinan KPK dalam pengusutan kasus Formula E ini. Kini ia enggan mengungkit cerita lama itu. Saat ditemui Tempo di Jakarta pada Rabu, 18 Desember 2024, Fitroh sekadar melempar senyum sewaktu disinggung soal peristiwa tersebut.

Pemimpin inkumben KPK, Johanis Tanak, juga tak lepas dari kontroversi. Sikapnya kerap dianggap bertentangan dengan misi KPK. Dalam uji kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat pada 21 November 2024, misalnya, Tanak secara gamblang menyatakan ingin menghapus operasi tangkap tangan jika terpilih sebagai Ketua KPK. “Tidak tepat karena tak sesuai dengan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana),” ucapnya. Ia juga pernah dua kali dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik ke Dewan Pengawas KPK.

Sedari awal, proses pemilihan pimpinan baru KPK memang janggal. Laporan Tempo edisi 14-20 Oktober 2024 berjudul “Kiat para Pejabat Menitipkan Calon Pilihan Pimpinan KPK” memuat cerita seputar dugaan cawe-cawe Istana dan politikus di Senayan dalam proses seleksi. Sementara itu, pimpinan KPK yang terpilih saat ini kerap mengutarakan pernyataan kontroversial ketika mengikuti uji kelayakan di DPR.

Di depan anggota Komisi III DPR, pemimpin KPK terpilih lain, Ibnu Basuki Widodo, menyebutkan penyadapan oleh penyidik KPK harus dilakukan seizin Dewan Pengawas. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Ibnu asal bicara karena kewenangan Dewan Pengawas memberikan izin penyadapan sudah dibatalkan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019 sejak 2021. Ibnu tak kunjung bersedia menerima permohonan wawancara dari Tempo. “Jangan dulu,” katanya melalui pesan pendek.

Pemimpin KPK terpilih lain, Agus Joko Pramono, juga ditengarai punya rekam jejak kontroversial. Petunjuk soal itu terlihat saat Agus meninggalkan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam acara serah-terima jabatan kepada penggantinya, Slamet Edy Purnomo, sebuah karangan bunga terpajang di gedung BPK, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, yang bertulisan “Bapak AJP & Madame Koruptor 115 M & Perusak BPK”.

Peristiwa itu muncul kembali saat Agus menjalani uji kelayakan di DPR. Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Muhammad Nasir Djamil, yang mengungkit cerita itu. Agus buru-buru membantah. “Saya tidak pernah bertransaksi Rp 115 miliar. Saya berharap pengiriman bunga itu tidak mempengaruhi kredibilitas saya,” ujarnya di Komisi III.

Seorang penegak hukum di KPK mengatakan bagian Pengaduan Masyarakat di lembaganya juga pernah menerima laporan gratifikasi terhadap Agus Joko Pramono. Laporan itu muncul setelah Agus meletakkan jabatan Wakil Ketua BPK. Gratifikasi ini diduga berkaitan dengan pemeriksaan sebuah kantor perwakilan Indonesia di New York, Amerika Serikat. Mendapat laporan itu, Agus ditengarai menghubungi salah seorang anggota Dewan Pengawas untuk menanyakannya. Belakangan, penanganan laporan ini tak berlanjut di KPK. 

Ditemui selepas serah-terima jabatan pimpinan KPK pada Jumat, 20 Desember 2024, Agus enggan menjelaskan perihal laporan dugaan gratifikasi itu. Ia pun membantah tuduhan pernah main mata selama menjabat di BPK. “Enggak ada itu,” ucapnya.

Kontroversi rekam jejak pimpinan baru KPK itu membuat sejumlah kelompok masyarakat sipil yang aktif mengkampanyekan gerakan antikorupsi sangsi terhadap perbaikan KPK. Apalagi semua pemimpin KPK saat ini berasal dari lembaga hukum yang juga kerap bermasalah dalam kasus korupsi. Tak ada satu pun perwakilan masyarakat sipil di kursi pimpinan KPK.

Itu sebabnya ICW mendesak pemimpin baru KPK yang masih tercatat sebagai pegawai agar mengundurkan diri dari institusi asalnya. Langkah ini bertujuan menghindari konflik kepentingan saat mereka menangani kasus korupsi di lembaga asal. “Ketika konfigurasi pimpinan diisi oleh aparat penegak hukum, ada potensi mereka tidak bisa obyektif ketika menghadapi kasus yang menyangkut institusi asal,” tutur peneliti ICW, Diky Anandya.

Lani Diana, Riky Ferdianto, Mohammad Khory Alfarizi, Mutia Yuantisya, Amelia Rahima Sari, dan Shinta Maharani dari Yogyakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Pejabat Lawas di Gedung Kuningan

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus