Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Riwayat Sang Besan

Dikenal keukeuh dalam mempertahankan pendapatnya. Pencalonan dirinya menjadi deputi sempat diprotes karyawan Bank Indonesia.

3 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEROMBONGAN wartawan dengan cepat memburu seorang pria di samping gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Pria yang diburu itu, bertopi dan menggendong sebuah tas, terkejut. Aha, itulah Aulia Pohan, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Aulia tak bisa mengelak, penyamarannya terbongkar.

Aulia memang tengah mengecoh wartawan. Kala itu ia dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa. Nah, demi menghindari serbuan para juru warta, ia berupaya masuk dan keluar gedung Komisi lewat pintu samping, plus melakukan penyamaran. Akibat peristiwa pada April lalu itu, Komisi pun mengeluarkan kebijakan baru: melarang tamunya lewat pintu belakang. Semua diperlakukan adil: datang dan pergi melalui pintu depan.

Tak hanya menyamar, pria kelahiran Palembang, 11 September 1945, ini saat itu mati-matian menutupi wajahnya dari serbuan juru foto. Aulia, yang jadi besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 9 Juli 2005, memang menjadi salah satu incaran para wartawan sejak kasus dana Bank Indonesia meledak. Fotonya yang meringkuk di mobil bak orang bersembunyi sempat menjadi pembicaraan banyak orang. Tapi, kepada Tempo, Aulia mengelak jika ia dituding sengaja ngumpet dari kejaran para kuli tinta itu. "Waktu itu ada yang mendorong saya hingga saya terpeleset dan terjerembap di jok mobil," ujarnya.

Sejak Aulia ditetapkan sebagai tersangka pekan lalu, puluhan wartawan langsung memburu pria ini ke rumahnya di Jalan Cibeber III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kepada para wartawan yang menongkrongi rumah itu, para penjaga rumah menyatakan tuannya, yang menjabat deputi gubernur selama dua periode, tak ada di rumah. Entah pergi ke mana. Sejumlah tempat yang biasa disinggahi Aulia, seperti Yayasan Raudhatul Mutaallimin di Jalan Kuningan Barat II, tempat Aulia biasa "berkantor", juga kosong.

Sebelum mencapai posisi Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia memulai karier di bagian urusan pengawasan dan pembinaan bank-bank pada 1971. Kariernya melejit setelah ia diangkat sebagai anggota staf Gubernur Bank Indonesia untuk urusan ekonomi statistik pada 1979. Ia, misalnya, pernah menjadi associate representative kantor perwakilan Bank Indonesia di Tokyo.

Dari sini, ia lalu ditunjuk menjadi kepala urusan penelitian dan pengembangan internal. Pada Desember 1997, ia diangkat sebagai direktur bidang kredit. Sebagai direktur kredit, Aulia memiliki wewenang untuk menentukan penyaluran kredit, termasuk penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Kewenangan inilah yang mengarahkannya pada dugaan keterlibatan dalam kasus dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Audit Badan Pemeriksa Keuangan malah memperjelas peran Aulia di sana. Hasilnya, Badan Pemeriksa merekomendasikan nama Deputi Gubernur Bidang Pengedaran Uang, Accounting, Sistem Pembayaran, dan Audit Internal Bank Indonesia ini untuk diperiksa. Selain menjadi pejabat Bank Indonesia, sehari-hari Aulia aktif mengajar di berbagai lembaga pendidikan. Ia juga aktif di Yayasan Pendidikan Islam Raudhatul Mutaallimin.

Namanya sempat menjadi perbincangan kala ia dicalonkan sebagai deputi gubernur periode kedua. Saat itu keikutsertaan pria yang mendapat gelar master dari Universitas Boston, Amerika Serikat, ini dalam uji kelayakan dan kepatutan di depan Dewan Perwakilan Rakyat diprotes karyawan Bank Indonesia. Aulia dituding pro-status quo dan terlalu dekat dengan kalangan Orde Baru. Saat itu muncul pula isu keterlibatannya dalam proyek pembangunan pabrik uang kertas. Banyak yang meramal ia bakal "habis" dengan isu itu.

Ternyata tidak. Ia terpilih sebagai Deputi Gubernur Urusan Luar Negeri. Adapun penentangnya belakangan justru masuk "kotak". "Aulia orang temperamental. Ia keukeuh dengan apa yang ia yakini," ujar Didi Supriyanto, mantan anggota Komisi Perbankan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang menguji Aulia saat menuju kursi Deputi Gubernur Bank Indonesia. Aulia kala itu didukung Golkar.

Setelah banyak sejawatnya terkagum-kagum dengan lolosnya ia menjadi deputi gubernur, Aulia membuat "kekaguman" baru: berbesan dengan Presiden Yudhoyono. Putrinya, Annisa, disunting putra Yudhoyono, Agus Harimurti. Pasangan ini, beberapa waktu silam, dikaruniai seorang putri cantik. Lengkap sudah kebahagiaan Opung Aulia ini andai ia tak terantuk kasus dana Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia.

Ramidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus