Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Saya Has. Siapakah Saya?

Mayat wanita diketemukan tanpa kepala di Kab. Bone. Beberapa tersangka ditangkap & diperiksa polisi. Identitas korban belum diketahui. Bupati Bone membantah tuduhan mendalangi kekejaman tersebut. (krim)

9 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR yang dibawa gembala La Upe, 6 tahun, 26 Maret lalu, menggemparkan penduduk Kampung Pinra di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan: Sesosok mayat wanita, hanya tertutup selembar kutang dan celana dalam, diketemukan tanpa kepala di tengah sawah. Penduduk Pinra dan masyarakat desa Macanang tak ada yang dapat mengenali siapa gerangan mayat yang malang itu. Kepala desa Macanang mengerahkan penduduk mengubak sawah dan semak untuk mencari kepala korban. Hari keenam barulah La Padde, pencari jejak berusia 50 tahun itu menemukan kepala korban terbenam di lumpur sawah. Masyarakat berduyun-duyun ke rumah sakit. Namun tetap saja tak seorang pun pernah melihat wajah korban di kala hidupnya. Dokter rumahsakit Watampone, setelah mentautkan kembali kepala dan tubuh korban, menyebutkan hasil pemeriksaannya. Wanita muda itu, berbadan montok dan berkulit kuning, diduga berumur 23 tahun dan sedang hamil 4 bulan. Sebuah jimat melekat di pinggangnya. Di situ tertera tulisan Latin dan Arab. Sebuah kata dari bahasa Makasar dapat terbaca sedikit: inakke Has, artinya, Saya adalah Has. Dari keadaan mayat saja polisi tak memperoleh petunjuk yang cukup. Baik keterangan tentang korban, apalagi tentang siapa yang memperlakukannya sekejam itu. "Andaikata asal usul korban diketahui pengusutan tentu lebih gampang," kata Letkol Pol. Sukardjono dari bagian penerangan kepolisian Sulawesi Selatan dan Tenggara. Setiap pengaduan kehilangan gadis selalu dicoba dihubungkan dengan mayat yang diketemukan di Bone. Tapi sia-sia. Petunjuk baru datang dari kalangan penduduk Kampung Pinra sendiri. Mereka mencurigai tingkah laku salah seorang warga desa, Tahir, bekas apa yang disebut di sana sebagai Tenaga Bantuan Operasi Bn 710. Pembunuh Bayaran Suatu hari Tahir ribut-ribut dan menampar pipi seorang wanita tetangganya. Rupanya Tahir tak senang hati namanya dikaitkan oleh wanita itu dengan pembunuhan Has. Melalui kepala kampung penduduk minta agar yang berwajib menahan dan memeriksa Tahir. Sebab, menurut mereka, penduduk memang sudah sejak lama menaruh curiga terhadap warga desa yang satu ini. Tahir memang pernah berurusan dengan polisi dalam perkara pembunuhan wanita sekitar empat tahun lalu. Hanya saja ia dibebaskan karena tak cukup bukti untuk mengadilinya. Kali ini penduduk Pinra tak mau tahu. Kalau yang berwajib tak mau mengurus Tahir, penduduk yang merasa tak aman itu mengancam akan meninggalkan kampung halaman saja. Tahir ditangkap. Perhatian dan kecurigaan terhadap Tahir ternyata beralasan. Mula-mula Tahir menyangkal tuduhan membunuh Has. Dia hanya mengaku membunuh wanita I Ompo sekitar 1975. Tapi belakangan ia terdesak juga untuk mengakui tuduhan membunuh Has. Hanya, katanya, dia adalah pembunuh bayaran. Panjar Rp 50 ribu telah diterimanya dari Rp 500 ribu yang dijanjikan penyewa tenaganya. Siapa si penyewa itu? Belum jelas. Beberapa nama yang disebut Tahir seperti Abidin, Darwis, Mappiare, Jakfar, La Wali, Siri dan Rasyid memang tak sulit dicari di Bone. Sebab beberapa di antara mereka cukup terpandang di sana. Mappiare, misalnya, adalah kepala bagian pasar di Watampone Jakfar tak lain staf rumah tangga bupati. Semuanya telah berada dalam tahanan polisi. Tapi dari para tersangka itu polisi belum memperoleh jawaban -- bahkan siapa Has yang sebenarnya masih diselimuti rahasia. Mengingat para tersangka tergolong beken di Ujungpandang, seperti Jakfar atau Mappiare, beberapa orang lalu menduga-duga: Ada orang lain yang punya kedudukan lebih tinggi di balik peristiwa mengerikan itu, tentunya. Tapi siapa? "Hampir semua pemberitaan memang mengarah kepada saya," ujar Bupati Bone, H.P.B. Harahap. Korban, yang kabarnya seorang hostes kelab malam itu, konon sebelumnya ada hubungan dengan Harahap. "Tapi saya tak mau pusing. Tanyakan saja kepada yang lebih berkompeten, bagaimana sebenarnya hasil pemeriksaan kasus itu," kata Harahap kalem. Dan pemeriksaan memang masih terus, sekalipun diharapkan tak akan menemui jalan buntu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus