KABAR yang dibawa gembala La Upe, 6 tahun, 26 Maret lalu,
menggemparkan penduduk Kampung Pinra di Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan: Sesosok mayat wanita, hanya tertutup selembar kutang
dan celana dalam, diketemukan tanpa kepala di tengah sawah.
Penduduk Pinra dan masyarakat desa Macanang tak ada yang dapat
mengenali siapa gerangan mayat yang malang itu.
Kepala desa Macanang mengerahkan penduduk mengubak sawah dan
semak untuk mencari kepala korban. Hari keenam barulah La Padde,
pencari jejak berusia 50 tahun itu menemukan kepala korban
terbenam di lumpur sawah. Masyarakat berduyun-duyun ke rumah
sakit. Namun tetap saja tak seorang pun pernah melihat wajah
korban di kala hidupnya.
Dokter rumahsakit Watampone, setelah mentautkan kembali kepala
dan tubuh korban, menyebutkan hasil pemeriksaannya. Wanita muda
itu, berbadan montok dan berkulit kuning, diduga berumur 23
tahun dan sedang hamil 4 bulan. Sebuah jimat melekat di
pinggangnya. Di situ tertera tulisan Latin dan Arab. Sebuah kata
dari bahasa Makasar dapat terbaca sedikit: inakke Has, artinya,
Saya adalah Has.
Dari keadaan mayat saja polisi tak memperoleh petunjuk yang
cukup. Baik keterangan tentang korban, apalagi tentang siapa
yang memperlakukannya sekejam itu. "Andaikata asal usul korban
diketahui pengusutan tentu lebih gampang," kata Letkol Pol.
Sukardjono dari bagian penerangan kepolisian Sulawesi Selatan
dan Tenggara. Setiap pengaduan kehilangan gadis selalu dicoba
dihubungkan dengan mayat yang diketemukan di Bone. Tapi sia-sia.
Petunjuk baru datang dari kalangan penduduk Kampung Pinra
sendiri. Mereka mencurigai tingkah laku salah seorang warga
desa, Tahir, bekas apa yang disebut di sana sebagai Tenaga
Bantuan Operasi Bn 710.
Pembunuh Bayaran
Suatu hari Tahir ribut-ribut dan menampar pipi seorang wanita
tetangganya. Rupanya Tahir tak senang hati namanya dikaitkan
oleh wanita itu dengan pembunuhan Has. Melalui kepala kampung
penduduk minta agar yang berwajib menahan dan memeriksa Tahir.
Sebab, menurut mereka, penduduk memang sudah sejak lama menaruh
curiga terhadap warga desa yang satu ini. Tahir memang pernah
berurusan dengan polisi dalam perkara pembunuhan wanita sekitar
empat tahun lalu. Hanya saja ia dibebaskan karena tak cukup
bukti untuk mengadilinya.
Kali ini penduduk Pinra tak mau tahu. Kalau yang berwajib tak
mau mengurus Tahir, penduduk yang merasa tak aman itu mengancam
akan meninggalkan kampung halaman saja. Tahir ditangkap.
Perhatian dan kecurigaan terhadap Tahir ternyata beralasan.
Mula-mula Tahir menyangkal tuduhan membunuh Has. Dia hanya
mengaku membunuh wanita I Ompo sekitar 1975. Tapi belakangan ia
terdesak juga untuk mengakui tuduhan membunuh Has. Hanya,
katanya, dia adalah pembunuh bayaran. Panjar Rp 50 ribu telah
diterimanya dari Rp 500 ribu yang dijanjikan penyewa tenaganya.
Siapa si penyewa itu? Belum jelas. Beberapa nama yang disebut
Tahir seperti Abidin, Darwis, Mappiare, Jakfar, La Wali, Siri
dan Rasyid memang tak sulit dicari di Bone. Sebab beberapa di
antara mereka cukup terpandang di sana. Mappiare, misalnya,
adalah kepala bagian pasar di Watampone Jakfar tak lain staf
rumah tangga bupati. Semuanya telah berada dalam tahanan polisi.
Tapi dari para tersangka itu polisi belum memperoleh jawaban --
bahkan siapa Has yang sebenarnya masih diselimuti rahasia.
Mengingat para tersangka tergolong beken di Ujungpandang,
seperti Jakfar atau Mappiare, beberapa orang lalu menduga-duga:
Ada orang lain yang punya kedudukan lebih tinggi di balik
peristiwa mengerikan itu, tentunya. Tapi siapa?
"Hampir semua pemberitaan memang mengarah kepada saya," ujar
Bupati Bone, H.P.B. Harahap. Korban, yang kabarnya seorang
hostes kelab malam itu, konon sebelumnya ada hubungan dengan
Harahap. "Tapi saya tak mau pusing. Tanyakan saja kepada yang
lebih berkompeten, bagaimana sebenarnya hasil pemeriksaan kasus
itu," kata Harahap kalem. Dan pemeriksaan memang masih terus,
sekalipun diharapkan tak akan menemui jalan buntu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini