Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sayembara tersangka berhadiah

Kejaksaan Agung mengeluarkan sayembara untuk mencari Bustomi tersangka kasus korupsi reboisasi lampung. beberapa pengamat hukum gusar. Harjono menuding menyalahi hukum. (hk)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DICARI seorang laki-laki bernama Bustomi alias Unik. Buronan itu berbadan sedang, muka lonjong, kult sawo matang, dan rambut hitam lurus. Semua pihak diminta bantuannya untuk segera melapor ke kantor kejaksaan atau kepolisian bila menemukan orang itu. Begitu isi pengumuman resmi Kejaksaan Agung yang ditandatangai A.A. Ngurah, pekan lalu. Selain mengumumkan ciri-ciri unik, Kepala Hubungan Masyarakat itu juga membagi-bagikan foto buronannya, bekas Bendaharawan Proyek Reboisasi Lampun, kepada koran-koran. Memang tidak disebutkan apa imbalan bagi yang berhasil melacak buronan itu. Sebelum Kejaksaan Agung membuat pengumuman itu, Pengacara Rusdi Nurima telah lebih dulu membuat siaran serupa di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Malah, Rusdi menjanjikan imbalan Rp 1,5 juta bagi siapa saja yang bisa menemukan Unik dalam keadaan hidup. Sebab orang itu, menurut Rusdi, diperlukan sebagai saksi dalam kasus yang tengah dibelanya: perkara korupsi reboisasi dengan tertuduh Kepala Dinas Kesatuan Pemangkuan Hutan Lampung, Ir. Fachruddin Lufti. Orang yang dicari itu sekitar Maret lalu, menurut Rusdi, menghiiang bersama Fachruddin ketika diperiksa kejaksaan. Model sayembara untuk mencari buronan seperti itu, dimulai oleh perusahaan penerbangan Singapore Airlines (SIA) perwakilan Medan. Melalui iklan koran-koran di Medan dan Jakarta, perusahaan itu mengumumkan hadiah sebesar Rp 100 juta bagi siapa saja yang bisa menemuan bekas bendaharawan SIA, Dewi, alias Nyonya Susana Limijati, alias Lim Lie Tjin, alias Ah Hoon. Bendahari berwajah cantik itu dituduh telah melarikan uang perusahaan sebanyak Rp 5,4 milyar. Buronan yang fotonya ikut dipampangkan, menurut iklan itu, menghilang sejak 26 Maret lalu. (TEMPO, Kriminalitas, 6 Agustus). Hadiah menggiurkan itu, ternyata merangsang berbagai kelompok "pemburu amatir" untuk melacak Dewi. Sekelompok pemburu, beranggotakan 7 orang, bulan ini mengaduk-aduk Brastagi, karena menduga bahwa Dewi bersembunyi di kota sejuk itu. Sementara para pemburu sibuk, beberapa pengamat hukum gusar. Ketua DPP Peradin (organisasi advokat), Harjono Tjitrosoebono, mengimbau pemerintah untuk menyetop sayembara semacam itu. "Mencari tertuduh seperti itu tanggung jawab aparat penegak hukum. Tidak perlu dibagi-bagi kepada masyarakat," ujar Harjono. Pengumuman semacam itu, menurut Harjono, sama saja dengan pengakuan bahwa aparat penegak hukum tidak mampu bekerja sendiri. "Kasarnya, mencari orang saja tidak bisa, apalagi memberantas kejahatan," tambahnya. Harjono menuding sayembara semacam itu menyalahi prinsip hukum yang berkenaan dengan azas praduga tidak bersalah dan hukum acara pidana kita. Advokat senior itu cemas, sayembara mencari buronan itu akan melahirkan pemburu-pemburu bayaran. Kekhawatiran pengacara itu tidak dapat diterima pihak yang memasang pengumuman dan aparat penegak hukum. "Tidak ada peraturan yang melarang memasang iklan mencari buronan," sanggah Kadapol II Sumatera Utara, Brigjen Pol.Drs. Sunaryo. Ia juga tidak dapat menerima tuduhan bahwa dengan iklan semacam itu hukum kembali ke zaman koboi. "Kami selalu memerlukan bantuan masyarakat," ujar Sunaryo. Sebaliknya, Kadapol Sunaryo juga tidak menghendaki anggota masyarakat melakukan tindakan main hakim sendiri dalam mencari buronan itu. "Kalau ada yang berani, misalnya menyekap buronan itu, akan kami tindak," tambahnya. Pengacara Rusdi Nurima juga berpendapat bahwa tidak ada aturan yang melarang mencari orang melalui pengumuman di surat kabar. "Bahkan, dalam berbagai perkara perdata dan pidana merupakan kewajiban membuat pengumuman untuk memanggil pihak yang tidak hadir," ujar Rusdi. Bahkan, Rusdi menuduh rekannya, Harjono, terlalu gegabah dengan menyamaratakan antara iklan SIA dengan pengumumannya mencari Bustomi. "Bustomi bagi saya bukan buron, ia saya perlukan untuk saksi utama dalam kasus klien saya, Fachruddin," ujar Rusdi lagi. Menurut pengacara itu, dalam persidangan terungkap, sebagian uang yang dituduhkan dikorupsikan kliennya itu disetorkan ke pimpinan proyek melalui Bendaharawan Bustomi. "Jelas ia saksi kunci. Sebagai pembela, saya menggunakan segala upaya untuk mencari kebenaran material bagi klien saya," tutur Rusdi yan menitipkan sebagian uang hadiah itu kepada majelis hakim di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Jaksa Agung Ismail Saleh menganggap pemanggilan melalui koran tidak bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah. "Pangilan itu 'kan macam-macam. Ada panggilan langsung, lewat lurah, dan kali ini melalui koran," ujar Ismail Saleh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus