Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Bidang Yudisial Mahkamah Agung (MA), Sunarto, terpilih menjadi Ketua MA menggantikan Syarifuddin dalam sidang paripurna di Gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Oktober 2024. Sunarto menang voting dalam satu putaran dengan perolehan 30 dari 44 suara, mengalahkan tiga kandidat lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usai pemilihan, Sunarto menyampaikan sejumlah pernyataan, di antaranya soal kampanye hitam hingga program 100 hari kerjanya. Seiring pencalonan dirinya, ia memang dikepung sejumlah isu. Salah satunya soal pungutan honorarium penanganan perkara (HPP) hakim agung periode 2022-2024 sebesar Rp 97 miliar yang diduga melibatkan namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut beberapa pernyataan Sunarto setelah terpilih jadi Ketua MA:
1. Terisak dan sampaikan terima kasih kepada Allah SWT
Sunarto sempat terisak saat memberikan pidato setelah ia mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan Ketua MA. Sunarto mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah menyelenggarakan sidang paripurna tersebut dengan lancar. Ia juga bersyukur bahwa Tuhan telah mengabulkan doanya.
“Doa saya adalah ‘ya Allah, kalau jabatan ini akan membawa kepada kemaslahatan, berikan ke saya’,” ujarnya sembari terisak di Gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Oktober 2024. “Tapi seandainya jabatan ini akan membawa kemudharatan bagi diri saya, keluarga saya, masyarakat, bangsa dan negara saya, berikan lah kepada yang lain.”
Selain itu, pihaknya juga berterima kasih atas kepercayaan para hakim agung yang telah memilihnya maupun tiga kandidat lainnya. Ketiga calon Ketua MA lainnya adalah Yulius selaku Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA, serta Haswandi dan Soesilo selaku Hakim Agung Kamar Perdata.
“Semuanya adalah dalam rangka mewujudkan demokrasi di lingkungan Mahkamah Agung,” tutur Sunarto.
2. Singgung soal kampanye hitam
Saat menyampaikan pidatonya, Sunarto menyinggung soal black campaign atau kampanye hitam di pemilihan Ketua MA. Dalam pidatonya, Sunarto mengatakan demokrasi untuk memilih pimpinan MA itu sepi dari banner, spanduk, baliho, maupun caci maki. Hal ini, kata dia, merupakan karakteristik demokrasi yang dibangun senior mereka di MA.
“Demokrasi Mahkamah Agung tidak familiar dengan black campaign, demokrasi di Mahkamah Agung familiar dengan lifelong campaign,” kata Sunarto.
Menurut dia, penekanan terhadap independensi-independensi para hakim agung, dengan melihat hasil pemilihan yang tidak terpengaruh simpang siurnya berita di MA. Para hakim agung tidak akan terpengaruh karena sudah mengenal satu sama lain dengan sangat baik.
Dilansir dari Majalah Tempo edisi Ahad, 6 Oktober 2024, nama Sunarto disebut-sebut dalam sejumlah isu. Salah satunya pungutan HPP hakim agung periode 2022-2024 sebesar Rp 97 miliar. Kasus ini kabarnya sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Juru bicara MA sekaligus Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, Suharto, menyatakan pemotongan honorarium adalah tindakan resmi dan sudah tertuang dalam Keputusan Panitera MA Nomor 2349/ΡΑΝ/ΗΚ.00/XII/2023. Anggaran tersebut semula dialokasikan sebagai insentif bagi para hakim agung di luar gaji dan tunjangan.
“Belakangan, anggaran tersebut juga didistribusikan untuk unsur pendukung dalam penanganan perkara. Besaran persentasenya juga sudah diatur,” ucapnya.
Suharto menyebut HPP dipotong 40 persen atas persetujuan hakim agung. Potongan tersebut diberikan kepada supporting unit yang ikut membantu agar perkara dapat selesai sebelum 90 hari. Pihaknya menengarai isu pemotongan honor hakim itu merupakan black campaign untuk menjatuhkan Sunarto.
“Saya pastikan informasi tersebut tidak benar,” kata juru bicara MA, Suharto, kepada Tempo pada Senin, 12 Agustus 2024.
3. Program 100 hari kerja
Sunarto mengungkapkan program yang akan ia wujudkan dalam 100 hari kerja. “Insya Allah dalam 100 hari kedepan, saya akan mewujudkan program-program,” ujarnya dalam pidatonya di Gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Oktober 2024.
Pertama, Sunarto menyatakan akan memberikan kewenangan kepada hakim agung menjadi pengawas daerah. Para hakim agung, kata dia, akan memiliki kewenangan untuk ikut mensosialisasikan kebijakan maupun regulasi MA, atau temuan-temuan teknis.
Hakim agung juga akan diberi kewenangan memberi bimbingan kepada hakim atau aparatur peradilan di pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding, sekaligus menjembatani aspirasi, serta mengawasi dan menindaklanjuti permasalahan yang ditemukan di daerah kepada pimpinan MA.
“Yang kedua, memberikan kewenangan otoritas kepada setiap hakim agung untuk memilih, membina, dan mengawasi aparatur yang ada di ruangannya,” ucap Sunarto. “Ketiga, akan memberikan kewenangan data sharing kepada pengadilan tingkat banding terhadap aparatur pengadilan yang ada di wilayahnya sesuai dengan kondisi."
Keempat, Sunarto berencana mengaktifkan berbagai forum untuk menyerap aspirasi seluruh pemangku kepentingan atas badan peradilan. Ini termasuk pemangku kepentingan eksekutif dan legislatif.
AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Terpilih Jadi Ketua MA, Ini Jejak Karier Hakim Agung Sunarto