Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sesuaikah Dng Qur'an Dan Hadith?

Hukum cambuk dan hukuman penjara yang diterima oleh Asmara & Asmari ternyata tidak terdapat di dalam Alquran dan hadith.(hk)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JUMLAH cambukan yang dialami Asmara dan Asmari, menurut pengakuan mereka, 50 kali. Yang diterima tiga orang rekan mereka masing-masing 170 kali. Mereka juga dipenjara: Asmara-Asmari 4 bulan, yang lain 1 tahun. Jumlah cambuk yang 50 maupun 170 itu tidak tercantum di Qur'an. Yang ada: 40 kali untuk peminum arak (dengan syarat disaksikan 2 orang dengan mata kepala, dan kesaksian mereka diterima hakim), 100 kali untuk pezina laki maupun wanita (dengan saksi 4 orang dan dengan ketentuan seperti di atas), dan 80 kali untuk orang yang. menuduh orang berzina tanpa saksi termaksud. Bagi yang berzina memang ada hukum pancung seperti dilaksanakan di Saudi -- yang agaknya penterjemahan dari hukum rajam (lempar batu sampai mati), khusus bagi pezina yang sudah atau pernah kawin. Tapi hukum rajam itu sendiri tak ada dalam Qur'an, melainkan dalam hadis. Itu pun ada ahli tafsir yang menganggap rajam ini sebenarnya tak dimaksud. Hukuman penjara, seperti yang dialami Asmara-Asmari dkk, juga tak dimuat di Qur'an. Sebab seperti dikatakan setengah sarjana hukum Islam seperti dipraktekkan dulu itu justru dimaksud untuk tidak membebani pemerintah dengan membikin penjara segala. Tetapi ada penafsiran Imam Abu Hanifah terhadap ayat yang mencantumkan salah-satu sanksi hukum bagi orang yang "memerangi Allah dan rasulNya dan membuat bencana/teror di muka bumi (di dalam negeri)." Orang itu, menurut bunyi ayat, harus "dibuang dari bumi/negeri." Menurut Abu Hanifah, penegak Mazhab Hanafi dalam Hukum, itu berarti 'dipenjara'. Bukan Fasal KUHP Bahwa Saudi mempraktekkan bentuk-bentuk hukum yang tidak tepat benar dengan bunyi Qur'an, bahkan dengan hadis (sebab Nabi tak pernah memenjara orang), menunjukkan bahwa yang tertulis di Qur'an sebenarnya bukanlah fasal-fasal yang harus dihargai sama dengan fasal-fasal KUHP misalnya -- yang bisa dicopot dan langsung dipakai. Adapun fasal-fasal "model KUHP" itu terdapat dalam kitab fiqh. Dan kitab fiqh, kumpulan dari hasil-hasil penyimpulan hukum, selain berbeda-beda menurut ijtihad berbagai ulama, juga dipengaruhi oleh keadaan, negerl, maupun zaman di mana sang ulama berada. Dalam Qur'an misalnya disebut hukuman potong tangan bagi pencuri. Banyak sekali ulama klasik berselisih tentang berapa batas nilai barang yang dicuri untuk bisa dikenai hukum tersebut. Sebab seorang pencuri ayam atau seorang Wasdri tentulah tak layak dipotong apa-apanya. Dan perbedaan pendapat itu menunjukkan terbukanya penafsiran. Soalnya Nabi sendiri menyatakan hukum potong tangan tidak dikenakan atas pencurian buah-buahan di pohonnya, atau bila pencurian dilakukan karena terpaksa di perjalanan, atau pencurian yang jumlahnya kurang sesuai. Khalifah Umar bin Khattab bahkan tak memakai hukum potong tangan buat pencuri di masa paceklik. Ia juga pernah didatangi seorang majikan, yang mengadukan buruhnya yang mencuri sekeranjang korma. Si buruh menerangkan ia mencuri oleh tekanan ekonomi di bawah majikan yang sewenang-wenang. Maka Umar justru menghukum si majikan, bukan si buruh. Cara Nabi sendiri memperlakukan hukum itu sangat menarik. Seorang mengaku kepadanya: ia telah berzina. Nabi menyahut: ah, barangkali kau main-main saja. Tapi ia mendesak, supaya dihukum, sampai tiga kali. Akhirnya ia disuruh ikut sembahyang dulu. Dan setelah sembahyang, dan ia mendesak lagi, Nabi lalu memukulkan 100 kali dua bilah pelepah korma, yang agaknya kurang menyakitkan dibanding dengan rotan atau cemeti kulit. Sebab rasa sakit kelihatan memang bukan yang dituju benar. Seperti yang disebut dalam ayat Qur'an sendiri, yang juga penting adalah hadirnya sekelompok orang yang menyaksikan hukuman itu. Dus hukuman lebih merupakan contoh bagi orang banyak, dan pemberian rasa malu alias tekanan batin -- dengan catatan bahwa setelah proses hukuman, orang yang berdosa itu dalam agama dianggap "bersih dari dosa". Memang kelihatan bahwa bentuk-bentuk hukum yang disebut sebagai jenis hudud (batas) itu, lebih banyak merupakan contoh hukuman maksimal yang terutama mempunyai arti sebagai peringatan keras terhadap dosa yang dalam agama memang dianggap serius. Tentu saja bentuk-bentuk hukum itu bisa dilaksanakan persis. Khalifah Hisyam misalnya, pernah mencoba mempraktekan hukum potong tangan selama setahun. Di tahun berikutnya, hukum itu digantinya dengan hukuman penjara. Hasilnya: di tahun kedua, pencurian meningkat drastis. Nah. Tak jelas apakah pertimbangan kepada 'efek' itu juga yang menyebabkan Singapura, seperti juga Malaysia sekarang, tetap memberlakukan hukum cambuk. Itu juga sebabnya mengapa Prof. Rasjidi, Mahaguru Hukum Islam di UI menyatakan: "Coba saja para koruptor itu dipotong tangannya -- tak usah dihukum mati. Lalu lihat efeknya di masyarakat." Gadhafi Sebaliknya Mu'ammar Gadhafi, yang di tahun 1973 melaksanakan hukum potong tangan di negerinya, dikabarkan sudah mengendorkan hukuman itu. Alasannya menurut koran Barat: "Tangan itu mereka perlukan bua bekerja. " Toh kelihatan bahwa hukum-hu kum hudud dengan demikian merupakan produk masyarakat pedalaman Arabia abad ke-7. Padahal baik Qur'ar maupun Nabi menyatakan bahwa seluruh kandungan isi Kitab Suci mau pun Sunnah (perilaku Nabi, termasu contoh-contoh Nabi menafsirkar Qur'an) berlaku abadi. Maka barangkali ialah: ayat-ayat tentang hukum, dalam pandangan par penafsir modern, mesti difahami bersama dengan kondisi masyarakat yang menjadi tempat turunnya wahyu-wahyu itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus