Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

SETARA Institute Sesalkan Isu Krusial Reformasi TNI hingga Papua Tak Disinggung di Debat Capres

Salah satu isu krusial yang tak dibahas, perluasan penempatan TNI pada jabatan sipil, terutama jabatan sipil di luar ketentuan Pasal 47 ayat 2 UU TNI

8 Januari 2024 | 16.06 WIB

Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu 7 Januari 2024. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Perbesar
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu 7 Januari 2024. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Hak Asasi Manusia dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, memberikan sejumlah catatan penting seusai debat capres yang berlangsung di Istora Senayan, Gelora Bung Karno, Ahad malam, 7 Januari 2024 dengan tema Pertahanan. Ia menyoroti kurangnya penjelasan topik penting dan krusial. Selain itu, ada materi penting lainnya yang tidak disinggung, misalnya soal reformasi TNI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Isu-isu tersebut penting diketahui karena berkaitan dengan bagaimana negara menjalankan kewajibannya, menjamin rasa aman bagi warga negaranya dari berbagai ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin 8 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Berkaitan dengan alutsista bekas, kata Ikhsan, sudah semestinya pemerintah perlu memberikan penjelasan perihal kondisi dan kebijakan tersebut. Hal ini untuk memberikan rasa aman warga negara, serta keamanan para prajurit. 

Adapun perhatian capres terhadap beragam ancaman non-konvensional, seperti ancaman digital ke depan, kata dia, perlu diimbangi dengan kebijakan yang menopang modernisasi pertahanan tersebut.

Dia menjelaskan, dinamika ancaman yang terus berkembang telah membuktikan bahwa respons militeristik tidak selalu menjadi jawaban. Penguatan kapasitas warga negara sesuai keilmuannya perlu didorong untuk terlibat dalam mengantisipasi ancaman nonkonvensional tersebut.

"Perkembangan bentuk ancaman semakin menguatkan urgensi penguatan pertahanan semestinya dilakukan dengan pendekatan keamanan manusia," tutur Ikhsan.

Dinamika geopolitik yang rentan mengalami peningkatan eskalasi, seperti Laut Natuna Utara/Laut China Selatan dan konflik Rusia-Ukraina, memperlihatkan urgensi fokus pertahanan ke luar (outward looking defense).

"Dalam kerangka itu, penguatan kekuatan matra laut dan udara menjadi penting dalam rangka melindungi segenap wilayah terluar dan perbatasan Indonesia," ujarnya.

Ia menyebut isu-isu lain dalam reformasi TNI dan sektor keamanan justru diabaikan dalam pembahasan para capres dalam debat ketiga itu. Pertama, isu perluasan penempatan TNI pada jabatan sipil, terutama jabatan sipil di luar ketentuan Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang TNI.

Minimnya perhatian pada persoalan ini dikhawatirkan mengakibatkan pembiasaan terhadap kondisi perluasan tersebut, dan problem faktualnya terjadi di beberapa tempat. Misalnya, tindakan tanpa kewenangan yang dipertontonkan anggota TNI dalam menangani masalah knalpot 'brong' dengan represi dan kekerasan.

Kedua, pembahasan pelembagaan perbantuan militer melalui suatu regulasi agar terdapat batasan jelas dalam peran-peran perbantuan militer. Ketiga, revisi UU Peradilan Militer. Jamak diketahui bahwa UU itu berimplikasi terhadap pelanggengan impunitas, mengabaikan persamaan di depan hukum, serta mendapat sorotan pada aspek akuntabilitas dan transparansinya.

Keempat, rotasi antarmatra dalam posisi Panglima TNI. Pergiliran ini penting bukan hanya menghindari dominasi salah satu matra angkatan dalam kesatuan TNI, tetapi manifestasi ketentuan UU TNI yang mengatur tiap-tiap angkatan mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.

Sekanjutnya, isu Papua. Bukan hanya dalam konteks HAM. Namun masalah hak asasi itu mesti serius diurai dalam perdebatan untuk topik debat tadi malam. Sebab eskalasi konflik di Papua mengakibatkan zona tidak aman bagi kehidupan masyarakat di Papua.

Konflik Papua, kata Ikhsan, menciptakan ketakutan terhadap anak-anak, menimbulkan korban jiwa, dan luka-luka. Pendekatan keamanan dalam isu Papua sejauh ini seharusnya mendapat perhatian capres untuk dievaluasi. "Kemudian ditawarkan inisiatif dan pendekatan baru yang menciptakan kedamaian dan rasa aman di Papua," ujar dia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus