Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman membenarkan pernyataannya yang terekam pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) soal kunjungan Harun Masiku. Arief menyebut dirinya memang pernah bertemu dengan Harun di ruang kerjanya. Namun, dia mengaku lupa kapan kunjungan itu terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada pertemuan itu, kata Arief, Harun Masiku menunjukan beberapa foto dirinya bersama dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kalau Pak Harun Masiku menunjukkan foto-foto itu, saya tidak tahu maksudnya apa, tetapi bagi saya kan biasa saja," kata Arief Budiman pada saat memberikan kesaksian di sidang suap Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.
Adapun isi BAP milik Arief yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Wawan Yunarwanto, yakni memuat soal kronologi pertemuan Arief dengan Harun Masiku di kantor KPU RI dengan tujuan menyerahkan surat putusan Mahkamah Agung dan surat DPP PDIP. Surat tersebut berhubungan dengan permintaan Harun Masiku untuk ditetapkan sebagai calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat terpilih menggantikan Nazarudin Kiemas karena meninggal.
Kasus Harun Masiku menjadi salah satu episode panjang dalam sejarah hukum Indonesia. Mantan calon legislatif dari PDIP ini menjadi buronan sejak awal 2020 dalam kasus dugaan suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Kasus Harun Masiku ini bermula dari operasi tangkap tangan atau OTT KPK terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada 8 Januari 2020. Wahyu ditangkap karena diduga menerima suap dari Harun untuk memuluskan langkahnya menggantikan Nazarudin Kiemas, anggota DPR RI dari PDIP yang meninggal dunia.
Dalam operasi ini, delapan orang ditangkap dan empat di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Harun Masiku. Namun, Harun berhasil menghilang sebelum tertangkap. Jejak terakhirnya terpantau di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), tetapi upaya penangkapan diduga terhalang.
Sebelum OTT dilakukan, Harun diketahui terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020. Namun, ia kembali ke Indonesia sehari kemudian menggunakan penerbangan Batik Air. Rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta menunjukkan ia mengenakan kaus biru tua, membawa tas, dan meninggalkan bandara dengan taksi. Setelah itu, keberadaannya menjadi misteri.
Pada 29 Januari 2020, KPK memasukkan Harun ke dalam daftar buronan. Kementerian Hukum dan HAM sempat menyangkal bahwa Harun telah kembali ke Indonesia, tetapi akhirnya mengakui keberadaannya di tanah air setelah mendapatkan bukti kuat.