LAGI-LAGI urusan saham menjadi mainan. Belum terlalu reda kasus ricuh Bank Summa, giliran pasar saham dihoyak. Para pemain saham bagai jatuh tapai ketika dua hari menjelang Lebaran muncul berita adanya saham palsu. Semua yang terlibat di gedung bursa Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, itu sibuk. Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), Hasan Zein Machmud, terpaksa mengakhiri cuti Lebarannya sebelum waktunya. Kegiatan bursa pun disetop tiga hari. Tak kurang dari Presiden Soeharto yang langsung menginstruksikan Menteri Keuangan agar mengusut tuntas kasus pemalsuan saham ini. Hal ini bisa dimengerti mengingat, di lantai bursa ini beredar sekitar 1,8 milyar saham dengan nilai transaksinya per hari antara Rp 20 milyar sampai Rp 30 milyar. Total nilai saham yang masuk bursa sekitar Rp 26 trilyun. Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad lalu mengadakan pertemuan dengan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), PT Kliring Deposit dan Efek-Efek Indonesia. Jaksa Agung juga dikontak. Kemudian dilakukan pengusutan. Diketahui, dari 2.482.500 saham yang dilego pasangan Lukman Hartono dan Herlina Salim, ditaksir 1.692.400 saham adalah palsu belum sampai 2,8 juta lembar (bukan satuan) seperti diberitakan. Lukman dan Herlina masing-masing direktur utama dan komisaris PT Megawira Gunita (lihat Palsunya Berlapis-lapis). Kasus ini bermula ketika Lukman dan Herlina menawarkan saham likuid PT HM Sampoerna, PT Inco, PT Semen Gresik, PT Indo Rayon Utama, dan PT Indah Kiat kepada PT Mashill Jaya Sekuritas. Selain itu mereka juga menjual melalui beberapa pialang lokal seperti Srikandi Sekuritas, Aneka Reksa, dan Bhakti Investama. Sebagian besar transaksi dilakukan pada 11 Maret lalu. Pihak Mashill minta kepada PT Baring Sekuritas menjualkan saham-saham tersebut. Baring lalu melegonya ke PT W.I. Carr Indonesia. Pialang terakhir ini rupanya teliti sebelum membeli. Mereka membeli 300 ribu saham PT Semen Gresik @ Rp 5.400, pada 11 Maret. Begitu diterima pada 17 Maret, lalu dicek lewat komputer. Ternyata 500 saham merupakan saham hilang dan 4.000 saham memiliki nomor kembar. Sore itu juga W.I. Carr menelepon Baring Sekuritas untuk menolak saham tersebut. Baring lalu menelepon Mashill agar mengganti saham tersebut, seraya memblokir pembayaran. Bos Mashill, Makki Widjaja, segera mengontak Lukman Hartono dan Herlina Salim. Kabarnya, pelaku berjanji akan mengganti. Saat itu petugas dari Mashill sudah curiga. Namun Makki Widjaja sangat percaya dengan reputasi Lukman dan Herlina, mengingat sudah tujuh bulan menjadi nasabahnya tanpa cacat. Jadi, tak ada wasangka untuk membayar saham itu dalam bentuk giro bilyet Rp 5,9 miliar. Makki baru terkesiap ketika besok paginya Lukman dan Herlina sudah mencairkan uang hasil penjualan sahamnya itu senilai Rp 3 milyar di BHS Bank Gajah Mada, Jakarta Pusat. Pencairan dana tunai ini membuat Makki mulai curiga. Namun sudah terlambat. Walaupun begitu ia sempat memblokir Rp 2,9 milyar dana yang tersimpan di Lippo Bank yang belum diambil oleh Lukman dan Herlina. Sedangkan PT Srikandi Sekuritas, yang didatangi duet Lukman- Herlina di ruang galeri lantai IV Gedung Bursa, tergiur ditawari untuk menjualkan 200 ribu saham PT HM Sampoerna pada harga minimal Rp 4.500. Waktunya bersamaan dengan penawaran pada Mashill. Hari itu juga tawaran Lukman dipasang Srikandi di papan trading, eh, langsung disabet pialang PT Makindo. Empat hari kemudian tiba saatnya pembayaran dibarengi delivery saham. Pada 17 Maret sore Herlina menyerahkan segepok saham HM Sampoerna dalam sebuah tas hitam ke PT Srikandi. Saham itu tidak ada cacatnya. ''Beberapa disertai cap regristrasi dari lembaga yang menentukan keabsahan saham, yaitu Biro Administrasi Efek,'' tutur pihak Srikandi. Namun pihak Makindo lebih jeli. Sebanyak 200 ribu saham tersebut dikirim ke Biro Adminsitrasi Efek, untuk di tes keabsahannya. Di situ baru ketahuan, dari 200 ribu saham, yang palsu 199.500. Dan belakangan ternyata semua capnya juga palsu. Saham-saham palsu itu juga yang sampai ke PT Bhakti Investama dan PT Aneka Reksa. Namun dua pialang ini selamat, karena giro pembayarannya belum dicairkan. Jadi, selain dari Mashill, pasangan itu juga menggondol Rp 900 ribu dari Srikandi. Dalam data Ketua Bapepam, Sukanto Reksohadiprodjo, ketika isu saham palsu merebak, uang jarahan sebesar Rp 100 juta telah ditransfer pasangan itu ke rekening atas nama Tony Liao Development LTD di Hongkong Shanghai Bank. Menurut info, pemegang saham perusahaan itu adalah Chin T. Liao alias Lukman Hartono sendiri. Data terakhir BEJ, dari 2.482.500 saham itu, yang dipalsukan 1.692.400 saham. Sedangkan 121.600 saham Sampoerna dan 190.000 saham Semen Gresik belum sempat diserahkan penjual, karena mereka keburu kabur. Akan halnya saham yang sudah beredar, dari 800.000 saham Sampoerna, yang palsu 677.400 saham. Semen Gresik 582.500, palsunya 341.000 saham. Dari Inti Indo Rayon 400.000 saham, 314.500 palsu. Dan saham Inco sebanyak 250.000 semuanya palsu. Sedangkan dari 186.750 saham Indah Kiat yang sudah selesai diperiksa, 109.500 dinyatakan palsu. Menurut Hasan Zein Mahmud, total transaksi saham palsu ini Rp 10,7 miliar. Soal pasangan ini mampu memupuk kepercayaan diakui pihak Srikandi. Apalagi account PT Megawira dengan PT Srikandi berada dalam satu bank di BHS Bank Gajah Mada. Mereka tak pernah kesulitan melakukan pemindahan giro. Bahkan, jika PT Srikandi sedang kerepotan likuiditas, misalnya, Herlina tidak mempersoalkannya. Perangkat pengaman di BEJ, menurut Hasan Zein Machmud, sebenarnya sudah ketat. ''Tapi surat saham palsu itu mirip aslinya. Bahkan direksi dan komisaris emiten pun tak tahu tanda tangannya dipalsukan,'' katanya. Kemudian perusahaan Biro Administrasi Efek minta tolong ke percetakan yang mencetak saham aslinya. Hasan menduga, pemalsuan hanya bisa dilakukan setelah pemalsu melihat sendiri saham yang sebenarnya, lalu difotokopi, baru ditiru. ''Praktis sangat sulit mendeteksi saham itu palsu atau tidak,'' katanya. Perangkat penangkal sebenarnya bisa dilakukan dengan meneliti bonafiditas investor yang menjual saham itu. Dalam kasus ini, Hasan melihat pialang lengah meneliti identitas nasabah. Mungkin pialang telah melakukan penelitian administrasi terhadap Herlina dan Lukman, tapi mereka alpa meneliti materialnya. Misalnya, tidak mengecek keaslian KTP, rumah dan perusahaannya. Di luar negeri penelitian identitas nasabah dilakukan lebih hati- hati. Misalnya, perlu referensi kantornya serta data rekening bank. ''Sebagian pialang kita masih seperti tukang loak. Siapa saja yang nawarin barang, asal menguntungkan, dicaplok,'' kata bekas kepala Biro Transaksi dan Lembaga Efek Bapepam ini. Itu sebabnya ada aturan Bapepam yang mengharuskan pialang bertanggung jawab atas identitas penjual dan keabsahan saham. Sejak Jumat pekan lalu empat pialang Mashill Jaya Sekuritas, Srikandi, Aneka Reksa, dan Bhakti Investama diskors sampai mereka menyelesaikan kewajibannya. ''Para pialang mendapat posisi sulit, karena tidak bermaksud menipu tapi harus menerima getahnya,'' kata Dandossi Matram, juru bicara Ikatan Pialang Efek Jakarta. Para pialang itu harus mengganti semua saham palsu yang sudah telanjur beredar. Paling lama sepuluh hari. Bagaimana mereka bisa mendapatkan saham pengganti sementara mereka diskors? ''Ya, bisa bertindak sebagai investor dan membeli dari pialang. Kalau mereka membeli lebih mahal, itu risiko,'' kata Hasan Zein. Jika sepuluh hari mereka belum mampu melunasi, katanya, izin operasinya dicabut. Sudah tertipu diskors pula, menurut Mikki Widjaja, sungguh beban berat. Ditambah lagi denda 0,25% dari nilai transaksi per hari keterlambatan terhitung sejak 29 Maret lalu. Dan sebelum skorsing jatuh, direktur utama Mashill itu berusaha mencari saham asli sebagai ganti yang palsu. Kini sudah 80% terpenuhi. ''Kami ingin minta keringanan. Kami bukan pemalsu, malah yang kena tipu,'' kata lelaki yang mengaku berat badannya turun enam kilo lantaran kasus saham ini. ''Kasus saham palsu ini dapat merusak suasana bursa yang mulai membaik awal tahun ini. Jangan sampai kepercayaan masyarakat luntur,'' kata Christianto Wibisono direktur Pusat Data Bisnis Indonesia, kepada wartawati TEMPO Bina Bektiati. Dalam pada itu, menurut Jaksa Agung, Singgih, untuk melacak Herlina dan Lukman, sejak Rabu pekan lalu pihaknya membentuk tim khusus yang dikendalikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Hingga kini keempat pialang yang berhubungan langsung dengan pelaku sudah dimintai keterangan. Sedangkan Reserse Markas Besar Kepolisian RI juga telah memeriksa ratusan lembar saham palsu di laboratorium. Antara lain, mendeteksi di mana saham-saham itu dicetak. Untuk penyidikan KTP pelaku, lima saksi telah didengar keterangannya, yakni dari Kelurahan Pejagalan, Jakarta Utara, dan Grogol Utara, Jakarta Barat. Sesuai dengan permintaan Kejaksaan Agung, Kamis pekan lalu dicekal lima orang yang diduga berhubungan dengan kasus ini. Namun Dirjen Imigrasi Rony Sikap Sinuraya keberatan menyebutkan nama mereka. Tapi menurut sebuah sumber TEMPO, kelima orang itu adalah Lukman Hartono, Herlina Salim kini setelah konon di Hong Kong, apa benar kabur lagi k tempat lain tiga lagi yang diduga adalah keponakannya, yaitu Buntaran Lukito, Sutrisno Lukito, dan Ricky Lukito. Pihak Interpol Markas Besar Kepolisian RI juga akan menghubungi Markas Besar Interpol di Lyons, Perancis guna menyebarkan informasi mengenai buronan ini ke 169 negara. Dan kabarnya untuk melakukan pengejaran duet buronan itu di Hong Kong, sudah ada pihak yang minta bantuan ''intel swasta'' setempat. Gatot Triyanto, Dwi S. Irawanto, dan Andy Reza Rohadian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini