RAHASIA pembunuhan dua mahasiswa di Kalianda, Lampung Selatan, akhirnya terbongkar. Majelis Hakim yang diketuai Amir Husin, di Pengadilan Negeri Kalianda, Kamis pekan lalu, mengganjar Kepala Desa Jondong, M. Rais, dengan hukuman 15 tahun penjara. Pak Kades, berusia 46 tahun, terbukti di sidang pengadilan itu sebagai otak pembunuhan terhadap M. Yusuf dan M. Yunus. Kasus pembunuhan mahasiswa Akademi Ilmu Keuangan, Jakarta, dan mahasiswa Akademi Administrasi Niaga, Bandarlampung, ini telah menyita perhatian besar segenap masyarakat Kalianda. Pasalnya, bukan cuma karena akhir hidup Yusuf dan Yunus yang tragis: mati ditembak. Juga karena kedua pemuda berusla 25 tahun itu semasa hidupnya dikenal sebagai tokoh karang taruna di Desa Jondong. Terlebih lagi, jalan hidup Yusuf dan Yunus jadi pendek lantaran ulah dan dendam Pak Kades tadi. Ceritanya, sekitar Februari tahun silam, para pemuda Desa Jondong, dipimpin Yusuf, mengirim surat pengaduan ke Camat Kalianda. Isinya pernyataan ketidakpuasan masyarakat atas kepemimpinan M. Rais dan sekretaris desanya, Dalom Batin. Isi surat juga menyebutkan adanya penyelewengan Pak Kades bersama Pak Sekdes atas dana Bangdes selama lima tahun. "Uang itu telah digunakan kepala desa dan sekretarisnya untuk kepentingan pribadi," begitu kata Yusuf (TEMPO, 3 Januari 1987). Walaupun surat pengaduan itu tidak mendapat tanggapan -- surat senada juga dikirim ke Bupati -- Pak Kades telanjur berang. Lalu ia mengumbar cerita bahwa Yusuf adalah pelaku berbagai pencurian di desa, meresahkan masyarakat sekaligus merongrong kewibawaan pamong. Beberapa kali Rais melapor pada Kapolsek Kalianda agar Yusuf segera ditangkap. Bila Yusuf bisa ditangkap dan dibunuh, Pak Kades berjanji pada Kapolsek Suratman, "akan membantu apa saja yang dibutuhkan Polsek Kalianda," kata Hakim Amir Husin. Permintaan Pak Kades waktu itu rupanya segera ditanggapi Suratman. Lantas Pak Kades dan Suratman beserta anak buah mengatur rencana penangkapan. Sampai di suatu malam, pertengahan Desember silam, diperoleh keterangan, Yusuf sedang berada di kebun durian. Maka, berangkatlah Kapolsek Suratman bersama tiga orang anak buahnya, mengendarai Colt minibus. Pak Kades, ditemani Sekdes, dan lima warganya ikut bergabung. Di kebun, Yusuf, yang memang sedang menunggu durian jatuh, segera saja diciduk. Yunus, teman Yusuf yang kebetulan ikut menunggu durian jatuh di kebun itu, tak luput pula dari penangkapan. Kemudian rombongan Pak Kades kembali ke desa. Sementara itu, Kapolsek dan anak buahnya terus membawa kedua tawanan itu. Sebelum sampai ke kantor Polsek Kalianda, di depan lokasi permakaman, ketika malam semakin dini, Yunus dihabisi anak buah Suratman dengan tiga tembakan. Mayat Yunus ditemukan di Desa Sindangsari, 40 km dari Kalianda. Sementara itu, Yusuf juga dieksekusi di depan perkebunan karet PTP X. Esok harinya, Pak Kades menemui salah seorang anak buah Suratman yang ikut melakukan penangkapan itu. "Kalau Yusuf sudah mati, saya puas," kata Kades M. Rais pada si anak buah itu. Dengan begitu, "terdakwa memang mengharapkan kematian Yusuf," tutur Hakim Amir Husin. Kendati M. Rais tetap berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan, keterangan 25 orang saksi memberatkannya, termasuk keterangan saksi Suratman sendiri -- yang akan diadili kemudian bersama tiga anak buahnya. Bagi hakim, keterangan saksi-saksi itu dianggap sangat meyakinkan untuk menunjuk otak pembunuhan adalah Pak Kades sendiri. Seusai sidang, M. Rais, yang sudah menjabat kades selama 15 tahun itu, tetap bersikukuh membantah tuduhan otak pembunuhan dua mahasiswa itu. "Saya tidak menyuruh Kapolsek untuk membunuh. Saya hanya menyuruh agar Yusuf ditangkap, dalam hal ini saya tidak merasa menyesal," kata Pak Kades, yang pernah duduk di kelas V SD itu. Rais memang tak segera naik banding. "Saya akan pikir-pikir dulu," katanya. Happy S. dan Effendi Saat (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini