RIWAYAT hidup Amnah menyedihkan. Sehingga pada akhirnya mau tak
mau ia harus menerima sebutan orang sebagai wanita nakal.
Beberapa kali ia hidup menjanda -- dicerai atau ditinggal mati
suami dan ditinggal pergi pacar. Wanita berusia 22 tahun ini,
yang membantu Gusti Ayu pemilik kedai kopi di pojok Stasiun Bis
Cakranegara, Lombok, Nusa Tenggara Barat, harus pula mengurus
empat anaknya yang masih kecil-kecil.
Pertengahan bulan ini musibah menimpa pula Menjelang pagi, 14
Juni lalu, aparat keamanan Kota Mataram menemukannya di Pantai
Senggigi dalam keadaan runyam: sedang diperkosa beramai-ramai
oleh sejumlah anak muda! Menurut ingatannya ada enam orang yang
menggilirnya ketika itu. Namun petugas Garnisun menggiring 13
orang yang berada di tempat peristiwa ke Kantor Kepolisian
Lombok Barat.
Malam itu, begitu cerita Amnah kemudian, seorang prajurit polisi
yang dikenalnya dengan sebutan Nok, hendak mengajaknya
bepergian. Amnah menolak karena tengah sibuk melayani langganan
kopi Gusti Ayu. Ia tetap menolak meski Nok mengancam hendak
memukulnya. Tapi Nok nekat menyeret dan mendorongnya ke atas
mobil Kijang yang sudah menunggu.
Sopir segera melarikan Kijang menjauhi warung. Persis di bawah
lampu merah, di sebuah persimpangan jalan, mobil berhenti untuk
menjemput 12 orang. Sebelum melompat turun, Nok berkata --
seperti masih diingat Amnah: "Bawa dia ke mana saja . . . dia
istri saya!" Kijang, yang kemudian diketahui milik seorang
pejabat kepolisian, meluncur kencang menuju Senggigi, sekitar 15
km dari Mataram.
Di pantai yang gelap dan sepi, tutur Amnah, mobil berhenti. Ia
dipaksa bertelanjang bulat. Amnah tak bisa mengingat siapa yang
memulai. Yang jelas, katanya, bergantian orang-orang muda
tersebut memaksakan hasrat kepadanya yang terlentang begitu saja
di pasir. orang ketujuh terhambat oleh kedatangan petugas
keamanan kota.
Polisi menyangka ke- 13 anak muda tujuh di antaranya pelajar
sekolah menengah, seorang sopir dan seorang bekas polisi,
terlibat musibah yang menimpa Amnah. Perjalanan hidup Amnah, si
hitam manis bertubuh ramping, mudah menimbulkan cerita
macam-macam.
Bersekolah hanya sampai kelas dua SD, Amnah menikah pertama kali
pada umur 16, dengan seorang buruh. Tiga tahun kemudian, setelah
memperoleh dua anak, ia bercerai dari suaminya. Tapi setahun
kemudian ia berumahtangga dengan seorang petani, selama dua
tahun dan mempunyai seorang anak. Lalu bercerai lagi.
Amnah kemudian dipelihara seseorang, dicukupi kebutuhan hidupnya
tanpa terikat perkawinan, sebelum dinikah oleh suaminya
terakhir. Namun, rumahtangga baru berjalan tiga bulan suaminya
mati dalam kecelakaan lalulintas. Menjanda sebentar, Amnah lalu
hidup bersama pemuda Bali, yang memberinya seorang anak lagi.
Terakhir, Amnah berpacaran dengan seseorang, yang katanya hendak
mengawininya. "Saya sekarang sudah tobat," katanya, "dan akan
berusaha menjadi orang baik-baik." Namun bagi polisi tak penting
benar, adakah Amnah orang baik-baik atau bukan. "Yang kami
persoalkan adalah kelakuan pemuda-pemuda yang tidak senonoh
itu," ujar Komandan Kepolisian Lombok Barat (Danres 1111) Letkol
N. Manthera.
Polisi pun lebih mudah bekerja. Sebab orang tua para tersangka
yang kebetulan pejabat, kata Manthera, "sudah membuat pernyataan
agar anaknya ditindak bila benar bersalah." Yang repot,
belakangan muncul cerita Amnah: Seorang polisi yang ingin
berdamai, katanya, menyodorinya uang Rp 200 ribu. Namun, setelah
diselidiki, menurut Danres Manthera, cerita Amnah yang satu itu
tak benar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini