Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tuntutan petani sayur

40 petani sayur pluit, jakarta utara demontrasi ke dprd-dki. mereka mengadukan penggusuran tanaman sayur mereka yang siap panen dan meminta ganti rugi selayaknya. (kt)

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Tuntutan petani sayur
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
EMPAT puluh orang petani sayur Pluit, Jakarta Utara, berdemonstrasi ke gedung DPRD-DKI. Mereka mengadukan penggusuran tanaman sayur mereka yang siap panen dan meminta ganti rugi sepatutnya. Demonstrasi Selasa minggu lalu itu belum berkesudahan. Sebab Ketua DPRD-DKI, Darmo Bandoro, yang ingin mereka jumpai belum bersedia menerima para petani tadi karena kesibukannya menjelang peringatan resmi HUT Jakarta. Mereka adalah petani sayur yang sejak 1974 menggarap tanah bekas kuburan yang dikuasai Proyek Pengembangan Lingkungan (PPL) Pluit. Syaratnya, jika sewaktu-waktu PPL Pluit memerlukan tanah itu, para petani harus angkat kaki tanpa ganti rugi. Pada 1978 PPL memberi peringatan pertama bahwa dalam waktu dekat tanah itu akan dibutuhkan dan agar para petani tak menggarapnya lagi. Melalui suatu perundingan diambil kesepakatan: tanah boleh digarap terus sampai tiba saat PPL benar-benar hendak memanfaatkannya. Rupanya 1981 ini PPL sudah mulai membutuhkan tanah seluas 17 hektar itu untuk kompleks perumahan sederhana. Awal Juni 3 buah traktor dikerahkan dan menggilas tanaman sayur mayur. Kepada 78 orang petani penggarapnya masing-masing diberikan beras 30 kg. Ngotot Para petani bayam, kelam, ender dan macam-macam sayuran lagi itu protes. "Kami tak menuntut hak tanah, tapi hak garap," kata Ketua Kelompok Tani Sayur Pejagalan (Pluit), Supangat, "karena itu kami minta ganti rugi sewajarnya, tidak dengan 30 kg beras." Maka melalui seorang pengacara dari Lembaga Missi Reclassering RI, Jusuf Kilikily, mereka mengajukan ganti rugi hampir Rp 800 juta. Pihak PPL Pluit memandang permintaan ganti rugi itu tak ada dasar. Bahkan pemberian 30 kg beras tadi dipandang cukup manusiawi. Ini dibenarkan Ketua Komisi A DPRD-DKI, Drs. M.H. Wahyudi. "Apa yang dilakukan PPL Pluit itu sudah cukup manusiawi," kata Wahyudi. Apalagi, tambahnya, PPL sudah menunda penggusuran sejak Januari 1981 hingga masa petik akhir Mei lalu. Tapi para petani tetap ngotot. Penyelesaiannya mungkin akan tercapai setelah mereka diterima Darmo Bandoro minggu ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus