HARUTOMO Takeyama bersama 26 karateka lainnya mengabdi untuk
perguruan Kyokushinkai. Sudah dua tahun ia menjadi uchideshi --
sebutan untuk para pengabdi. Pengorbanannya itu tak sia-sia. Ia
menjadi juara pertama Kejuaraan Internasional Kyokushinkai
Karate II di Istora Senayan, Jakarta, 20 Juni.
Menyandang Dan II, Takeyama dalam final mengalahkan rekan
senegaranya Atsuya Aoki. Di babak awal pertandingan yang memakai
sistem kontak langsung ini Takeyama sempat dihajar karateka
Indonesia Hendri. Dan grogi.
Bagi Takeyama baru ini suksesnya yang pertama di gelanggang
internasional. Di Jepang, kelas Takeyama adalah kelas B, satu
tingkat di bawah ketrampilan jago Kyokushinkai seperti Makoto
Nakamura dan Kenji Senpei -- keduanya pernah menjadi juara
dunia. Senpei adalah kampiun Kejuaraan Karate Dunia 1979.
Takeyama, tinggi 176 cm dan berat 83 kg, dilatih keras di dojo
(tempat latihan) pusat Kyokushinkai di Tokyo. Pendiri
Kyokushinkai, Master Mas Oyama sendiri turun tangan membinanya
dan uchideshi lainnya. Para pengabdi ini berlatih enam jam
sehari, enam hari setiap pekan. "Pokoknya selama di dojo tak ada
waktu untuk pacaran," kata Takeyama, 22 tahun.
Lembaga uchideshi ini dibentuk Oyama, 10 tahun silam. Ia menempa
karateka bermutu dan sekaligus menjadi pewaris Kyokushinkai.
"Tiap tahun peminatnya mencapai 200 orang. Yang diterima paling
banyak 10 orang," cerita Takeyama.
Syarat menjadi pengabdi, antara lain berijazah Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA), umur tak lebih dari 22 tahun, tinggi
minimal 170 cm dan berat 70 kg. Tidak pernah belajar karate
tidak menjadi masalah. Para calon mengikuti ujian yang diawasi
langsung oleh Oyama.
Pendidikannya selama tiga tahun. Tiap bulan pesertanya membayar
uang asrama dan makan sebanyak Rp 45.000.
Crew Cut
Setiap uchideshi baru menjalani masa percobaan selama tiga bulan
setelah lulus tes. Masa pembayatan ini, menurut Takeyama, penuh
"penderitaan". Tak ada hari yang dilewati tanpa latihan. Banyak
yang lari malam dari dojo dan tak kembali lagi. "Angkatan saya
waktu diterima jumlahnya delapan orang. Sekarang tinggal dua
orang," kata Takeyama.
Selama di dojo mereka dilarang merokok, minum sake, nonton
televisi. Pengabdi baru dibotakin. Mereka yang tingkatannya
lebih tinggi boleh berambut crew cut -- pangkas ala militer.
Mengapa menjadi pengabdi Kyokushinkai? "Sebab kami mencintai
karate," jawab Takeyama, putra keempat petani kecil dari
Kagoshima. Dengan orangtuanya, ia hanya bertemu dua minggu dalam
setahun.
Di dojo mereka membersihkan ruang tidur, yang mirip bangsal.
Uchideshi yang terkena piket malah harus membersihkan dojo,
kakus, dapur, bahkan memasak. Selain latihan fisik dan berbagai
jurus karate, mereka juga belajar bahasa Inggris dan filsafat
Konfusius dua kali dalam seminggu.
Pendidikan ini tak hanya diikuti oleh siswa Jepang. Juga
terdapat karateka asing. Dari Indonesia Ketua Kyokushinkai Nardi
T. Nirwanto pernah berlatih di sana, cuma dua bulan. Tapi
latihan jadi pengabdi itu tidak menjamin seorang akan jadi juara
dunia. Nakamura dan Senpei, dua karateka kebanggaan
Kyokushinkai, bukan bekas uchideshi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini