Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Matahari di atas Bekasi membakar kawasan itu. Tak mengherankan jika kegerahan itu membuat beberapa warga kawasan Jatirahayu berusaha mencari udara segar di luar rumah. Tapi aroma menyengat dari sebuah kamar kontrakan mengganggu kenyamanan mereka. Kamar itu baru sebulan ditempati Yusuf, seorang pemuda pendiam yang tak jelas pekerjaannya.
Karena curiga, suami-istri Nunung dan Yahya?penjaga kamar-kamar kontrakan milik Herman itu?segera melapor kepada Ketua Rukun Tetangga. Polisi mendobrak pintu. Bau busuk semakin menusuk hidung.
Tak ada yang istimewa di dalam kamar itu. Beberapa buku untuk tingkat pendidikan tinggi menumpuk di sebuah sudut. Kelihatannya Yusuf cukup terpelajar. Di kamar mandi, barulah polisi menemukan benda terbungkus kain seprai?sumber bau menusuk tadi. Sebuah kayu bulat seukuran tangan anak-anak tergeletak di samping buntalan tersebut.
Isi bungkusan membuat polisi terhenyak: mayat gadis kecil dalam posisi tertelungkup. Tak ada sehelai benang pun menutupi tubuh mayat yang mulai membusuk dan dikerubuti belatung itu. Di dinding kamar mandi, polisi menemukan bercak darah yang telah mengering dan beberapa helai rambut. Polisi membawa mayat itu ke RS Cipto Mangunkusumo.
Hasil otopsi yang dilakukan dr Mun'im Idris, ahli forensik RS Cipto Mangukusumo, menemukan luka di kepala, badan dan alat vital mayat. Tak ada tanda-tanda pemerkosaan karena tak ditemukan bercak sperma. Kendati begitu, bekas kekerasan dan rusaknya alat vital korban, menurut Mun'im, menunjukkan pelaku mengidap paedofilia. Dia suka melampiaskan nafsu seks pada anak kecil.
Lima hari sebelum penemuan mayat, polisi mendapat pengaduan dari Henry Harahap. Pria itu melaporkan hilangnya anak tinggalnya, Febrina Purnamasari Harahap yang biasa dipanggil Febi. Henry pun dipanggil untuk mengenali mayat tersebut. Jerit Henry terdengar ketika ia menyingkap kain putih yang menutup wajah mayat. "Dia anak saya," ujarnya sambil menangis. Lina Marlaeni, istri Henry, pingsan mendengar kabar pilu tersebut.
Febi menghilang sejak Kamis tiga pekan lalu, hanya dua hari setelah merayakan ulang tahunnya yang ke-11. Kamis siang itu, sepulang sekolah, Febi minta izin sang ayah untuk pergi ke Mal Pondok Gede. Semula Henry ragu memberi izin karena Febi tak pernah pergi jauh selain dengan keluarganya. Akhirnya, Febi diizinkan pergi karena dia merajuk. "Mau bikin foto bersama teman-teman," ujar Henry menirukan rayuan anaknya.
Bersama teman sekelas di sekolah, Yossie dan Cindy, Febi pergi ke mal dengan angkutan kota. Setelah membuat foto, mereka pulang. Febi turun di depan gerbang Perumahan Departemen Dalam Negeri, Kelurahan Jati Makmur, Pondok Gede, Bekasi, sekitar pukul 15.00. Dari sana ia berjalan kaki menuju rumahnya di Blok E yang berjarak 500 meter.
Baru separuh jalan, seorang pria berbadan tegap berambut pendek, berusia sekitar 30-an tahun, menghampirinya. Lelaki klimis dengan tinggi badan sekitar 155 cm itu berbicara kepada Febi lalu mengeluarkan secarik kertas. "Seperti orang mencari alamat," kata Kato, tukang becak di perumahan yang menjadi saksi mata. Selanjutnya Febi terlihat berjalan bersama pria itu menuju jalan raya. Mereka kemudian naik angkutan kota. Sejak itu Febi tak pernah kembali.
Gelisah karena anak semata wayang tak kunjung pulang, Henry dan istrinya mencari ke mana-mana, namun hasilnya nihil. Malam hari sekitar pukul 21.00, Henry melaporkan hilangnya Febi ke Polsek Pondok Gede. Esoknya, ia menempel selebaran berisi foto sang anak lengkap dengan ciri-cirinya di beberapa tempat. Ia menyiarkan pula di media massa, internet, dan menyambangi paranormal. Tak dinyana, Febi akhirnya ditemukan sudah dalam keadaan tewas.
Polisi sampai kini masih memburu tersangka pembunuh Febi. Dugaan mengarah kepada Yusuf. Menurut Nunung, empat hari sebelum mayat Febi ditemukan, pria yang kerap pergi pagi dan pulang malam itu menemuinya. Ia meminjam kunci serep kamar. "Mau dibuat duplikat," kata Nunung menirukan Yusuf. Sejak itu ia raib.
Komisaris Besar Edward Syah Pernong, Kepala Polisi Resor Bekasi, mengaku pihaknya belum bisa memastikan motif pembunuhan Febi. "Sampai saat ini polisi masih memeriksa 10 orang saksi," katanya.
Belum tertangkapnya pelaku pembunuhan sadistis dan berkecenderungan paedofilia itu membuat kaum ibu khawatir. "Saya takut jika pelakunya masih berkeliaran, karena punya anak kecil," kata Rani, warga Bekasi.
Eni Saeni, Siswanto (Bekasi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo