Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Berita Tempo Plus

Jika Eastwood Bertutur dengan Sederhana

Film yang dinobatkan menjadi Film Terbaik Academy Awards tahun ini ternyata bertutur dengan konvensional. Akting, pencahayaan, dan musik film ini luar biasa.

7 Maret 2005 | 00.00 WIB

Jika Eastwood Bertutur dengan Sederhana
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MILLION DOLLAR BABYSutradara: Clint EastwoodSkenario: Paul Haggis, berdasarkan kisah F.X. ToolePemain: Clint Eastwood, Hillary Swank, Morgan FreemanProduksi: Warner Bros

Los Angeles yang spektakuler, seksi, dan flamboyan itu memiliki sebuah pojok yang busuk. Sasana tinju yang dipimpin Frankie Dunn (Clint Eastwood) adalah sebuah rongsokan yang mirip bisul yang mengganggu kemulusan Kota Los Angeles, yang setiap hari merawat diri. Dengan kulit yang telah keriput tapi toh bertubuh tegap tanpa lemak, Dunn mengelola sasana itu bersama Scrap (Morgan Freeman), seorang mantan petinju yang kehilangan sebelah matanya dan kemudian menjadi seorang sahabat. Film ini dibuka dengan suara Scrap yang parau yang menjadi narator yang mengisahkan bagaimana Frank Dunn, seorang pelatih tinju terkemuka, sehari-hari mengelola sasana itu di antara keinginannya berbincang dengan Tuhan di gereja-dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menjengkelkan kepada sang pastor-sembari membaca puisi dalam bahasa Gaelic.

Dengan keuangan yang tertatih, anggota yang datang dan pergi, Dunn dan Scrap hampir tak bisa meniupkan kehidupan pada sasana rongsok itu. Anggota yang menetap adalah mereka yang tak berbakat menjadi petinju macam sosok Danger, sementara yang pergi adalah mereka yang sudah merasa mendapat cukup ilmu dari Dunn dan kabur mencari manajer yang bisa menjanjikan keuntungan masa depan finansial. Maka, suatu hari yang penuh keringat dan kecewa, ada sebuah sosok bernama Maggie Fitzgerald. Ia seorang perempuan berusia 31 tahun, bekerja sebagai pelayan kafe sejak berusia 13 tahun, berasal dari keluarga berantakan (sang ibu tinggal di trailer dan marah-marah setiap hari, sang ayah entah di mana), dan hanya punya satu modal untuk menjadi juara tinju: hati yang tetap, teguh, dan terfokus. "Saya tidak melatih perempuan," kata Dunn dengan nada no-nonsense. Pendek, nada stakato dan tanpa embel-embel berlumur gula. Tetapi Maggie tak punya kehidupan lain. Dengan menggerogoti sisa daging makanan pengunjung kafe dan dengan hidup yang sunyi, "Maggie tumbuh tanpa memahami apa pun kecuali dirinya adalah sampah," demikian suara parau itu menjelaskan kepada penonton.

Karena Maggie bandel dan keras kepala, Dunn runtuh hati. Dia akhirnya bersedia melatih Maggie dengan segunung syarat. Salah satunya: jangan banyak tanya dan jangan menangis. Maggie setuju. Apa saja, asal dia dilatih Dunn. Latihan berlangsung. Pertandingan demi pertandingan ditaklukkan. Maggie Fitzgerald mulai dikenal dalam dunia tinju. Lawan-lawannya, para perempuan berotot dan berkaki baja itu, semua diruntuhkan hanya dalam satu-dua ronde pertama, hingga Dunn dengan nada bangga campur sayang mengatakan, "Mbok ya jangan langsung disikat. Kasihlah tontonan dulu kepada penonton."

Nama Maggie meroket. Keuangan mulai membaik. Maggie bahkan membelikan sebuah rumah sederhana untuk ibunya, yang hanya disambut dengan sikap tak berterima kasih.

Seperti tubuhnya-yang telah digerogoti usia, tapi toh tetap tegap tanpa lemak-Clint Eastwood percaya pada efektivitas. Tak ada adegan yang berpanjang-panjang atau adegan usus buntu. Semua adegan tampil dengan alasan. Dan semua adegan tampil dengan presisi, dialog, sorotan kamera yang dengan mulus keluar-masuk sebuah rangkaian permainan bayangan. Wajah para pemain terkadang hanya terlihat di bawah bayangan, terkadang hanya di bawah siluet, tetapi itu semua dengan sebuah tujuan yang pasti: dunia tinju yang spektakuler, namun penuh darah dan kematian.

Ketika pada akhirnya Maggie menantang sang juara Billie the Bear, penonton segera memahami bahwa realitas akan segera menghantam layar itu. Seseorang yang melejit seperti meteor dalam hidup lazimnya dikalahkan dengan kecurangan dan ketidakadilan. Maggie runtuh dan Dunn rontok jiwa dan raga. Maggie sudah hampir seperti seorang putri baginya-karena putri kandungnya sendiri menolak bertemu dengannya (untuk sebuah alasan yang tak pernah diumumkan kepada penonton).

Sementara para sutradara veteran lainnya mulai tenggelam dalam lemak, masa tua, dan kenyinyiran, Clint Eastwood malah menunjukkan teori yang selama ini sudah dibuang ke sampah: jam terbang seorang sineas sangat menentukan hasil akhir! Dia memilih sebuah narasi yang konvensional, yang sederhana, dan yang sudah lama tidak dipilih oleh para sineas muda. Dan dengan demikian, kita bisa menikmati akting Clint Eastwood, Hillary Swank, dan Morgan Freeman sepenuh hati, tanpa tipuan dan gula-gula dari teknologi, kompugrafik, dan kamera yang jumpalitan. Segalanya serba by the book, konvensional, murni dan luar biasa!

Hillary Swank sebagai Maggie tampil seperti seekor ikan dalam air; dia berenang sebebasnya. Pada saat Maggie diam tak bergerak mendengarkan kisah Scrap yang kehilangan matanya ketika bertinju, pada saat dia mendengar sang ibu yang sibuk mengoceh minta anaknya menghibahkan rumahnya meski Maggie sudah lumpuh tak berdaya, pada saat dia menunjukkan ketetapan hati untuk menuju ring tinju itu, Hillary Swank memberikan sebuah penyajian yang begitu rupa hingga hati ini terasa pecah saat tubuhnya yang kekar itu terkapar tanpa daya.

Jika pada akhirnya film ini melibas The Aviator, Hillary Swank menaklukkan empat aktris dahsyat lainnya, dan Morgan Freeman juga menaklukkan empat pesaingnya dalam Academy Awards tahun ini, harus bisa dimaklumi. Clint Eastwood memang telah menunjukkan satu hal yang harus dipahami oleh para sineas muda di dunia ini: jam terbang dan kesederhanaan bertutur telah menghasilkan sebuah karya yang bersinar, yang akan menjadi karya klasik abadi.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus