SUMANTO Hadisumanto sedang menggugat persoalan "gono-gini".
Yaitu harta yang diperoleh bersama bekas isterinya yang ia
ceraikan karena berbuat serong dengan pria lain dan diakui
sendiri sang isteri. Gugatannya belum dikabulkan. Malah
pengadilan tiba-tiba memanggil Sumanto, karena ia digugat pula
oleh bekas mertuanya. Pendek kata Sumanto dituduh mengambil
barang atau uang sang mertua sejumlah Rp 1 juta. Namun tidak ada
bukti secuil pun mengenai harta sebanyak itu. Penggugat minta
agar tergugat menjalani sumpah pocong 13 Nopember lalu. "Kalau
tergugat berani sumpah pocong, maka tergugat jelas menang", ujar
Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Ny. Murdiatun SH yang
memimpin sidang perkara gugatan itu. Benar saja ucapan hakim
tadi. Seminggu setelah Sumanto menjalani sumpah yang jarang
dilakukan itu keluarlah putusan pengadaan yang memenangkan
tergugat Sumanto.
Bagaimana rasanya orang disumpah pocong? Sumanto berkomentar.
"Waktu masuk mesjid --di mana sumpah itu dilakukan - fikiran
saya lebih hening. Setelah disumpah, biasa saja". Ia adahh
pegawai Dinas Kesehatan Tentara Surakarta. Sejak beristerikan
Sukarsih tahun 1964, belum dikaruniai anak sampai perceraian
tiba. Ketika sumpah pocong dijalankan, Sumanto dibungkus kain
kafan. Ia harus mengucapkan sumpah bahwa tidak pernah berutang
atau membawa harta mertuanya sejumlah Rp 1 juta. Baru setelah
itu ia diharuskan tidur menghadap kiblat agar sumpahnya kukuh.
"Bila saya bohong saya akan menerima laknat, kutuk dari Tuhan
Bila saya benar, kutuk Tuhan akan jatuh pada diri penggugat",
begitu intisari ucapan Sumanto di bawah Kitab Suci Al Quran.
"Orang Jawa lebih percaya kepada sumpah ini, karena memberi
suasana yang lebih khidmat. Sumpah di pengadilan kurang
khidmat", itu masih ucapan hakim Murdiatun SH. Hakim mengabulkan
permintaan penggugat, agar tergugat mengucapkan sumpah pocong,
karena memang dalam perkara yang sedang ditanganinya tidak ada
bukti tertulis, baik itu namanya kwitansi maupun surat-surat
yang lain. Cara yang demikian tidak ada larangannya. Walaupun
soal sumpah pocong tidak bisa ditemukan dalam Al Quran. Itu
tanggapan Kyai Ali Darokah, Ketua Majelis Ulama Surakarta yang
juga memimpin Pondok Pesan tren Jamsaren Surakarta. Dalam
sumpah ini yang penting adalah ucapannya. Sedangkan "pocong"nya
sekedar upacara. Di kalangan orang Jawa amat beken pepatah
"ajining diri gumantung ning hati" artinya harga diri
tergantung dari ucapan.
Ali Darokah juga sependapat dengan Ketua Mahkamah Islam Tinggi
Surakarta, Kyai Haji Djamaludin bahwa sumpah pocong tidak
terdapat dalam Al Quran dan Hadist. Tapi tidak dilarang agama
selama tidak menimbulkan hal-hal yang syirik. Djamaludin memberi
pesan agar orang jangan mengobral sebutan "Demi Allah". Sebab
semua sumpah punya akibat bila mulut sudah terlanjur terbuka.
Supaya aman perlu diingat pedoman Djamaludin begini, "menyesal
tidak mengucap lebih baik, tapi menyesal terlanjur mengucap
lebih berat". Sumpah pocong terpaksa dilakukan karena orang
sering mengobral sumpah seenaknya.
Shinta Dungga
Kapan sumpah pocong ini dikenal? Menurut penghulu Kraton Sala,
Abdul Mukti Hadiningrat, pada zaman Kerajaan Mataram orang sudah
kenal sumpah yang gawat ini. "Datangnya dari kalangan kraton",
kata Mukti. Kapan sumpah pocong bisa dilakukan tergantung dari
masing-masing persoalan, apakah dibawa ke pengadilan atau tidak.
Bila tak sampai ke pengadilan tidak ada sumpah pocong. Itupun
bila tidak ditemukan bukti dan salah satu pihak memang
menginginkan sumpah yang dianggap lebih meyakinkan ini.
Dari kalangan pengacara ada beberapa yang berkomentar bahwa
penterapan sumpah pocong di pengadilan sudal tepat bila memang
tidak ada upaya bukti yang lain. Malah seorang pengacara di
Jakarta ketika membela kliennya digugat di Pengadilan meminta
sumpah pocong. Pengacara HM Dharto Wahab terpaksa memohon kepada
hakim agar penggugat Shinta Dungga mengucapkan sumpah pocong
(TEM PO Desember 1975) karena tergugat Djoko Sarwono tidak bisa
menunjukkan bukti bahwa pemuatan gambar Shinta Dungga dalam
kalender sudah mendapat izin. Djoko tetap berkeras bahwa izin
lisan pernah diucapkan Shinta, sebaliknya Shinta tetap berpegang
tidak pernah memberi izin untuk mengkomersiilkan gambar
pernikahannya dengan Harry Hartono. Permintaan Dharto Wahab ini
bukan apa-apa "Sekedar mengharap agar Shinta memberi keterangan
yang sebenar-benarnya", katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini